SAMARINDA. Berobat menggunakan asuransi kesehatan yang berasal dari BPJS Kesehatan faktanya masih menimbulkan polemik ditengah masyarakat kalangan menengah kebawah.
Dimana sistem pelayanan yang dianggap cukup rumit dan jadul serta pelayanan yang kurang nyaman, menjadi koreksi yang besar bagi Pusat Layanan Kesehatan mulai dari Puskesmas, Klinik hingga Rumah Sakit yang bekerjasama dengan asuransi milik pemerintah ini.
Menanggapi pelayanan yang dianggap rumit itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltim, dr Jaya Mualimin, mengatakan bahwa masyarakat Kaltim yang sudah terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan tidak perlu membawa kartu BPJS saat berobat di rumah sakit atau puskesmas.
Cukup dengan menunjukkan KTP Kaltim, mereka sudah bisa mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan haknya.
“Memang dari penjelasan dari kantor cabang BPJS Kesehatan yang sudah rapat dengan kami menjelaskan kalau sudah UHC (Universal Health Covarage) itu tidak masalah jika tidak membawa kartu BPJS. Jadi KTP saja sudah cukup untuk berobat di rumah sakit dan puskesmas asalkan KTP Kaltim,” ujarnya pada awak media.
Jaya menambahkan, jika ada penolakan dari pihak rumah sakit, masyarakat bisa melaporkannya kepada pihak BPJS Kesehatan, karena mungkin mereka tidak memiliki aplikasi yang bisa memverifikasi status kepesertaan BPJS Kesehatan.
“Karena seharusnya punya. Begitu diserahkan KTP kan dicek, karena masing-masing sudah tercover. Jadi semua sudah tercover dengan kartu itu. Jadi walaupun kita tidak punya KTP tapi hafal NIK kita sebenarnya sudah bisa diproses oleh mereka,” jelasnya.
Menurutnya, rumah sakit yang sudah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan seharusnya tidak mungkin tidak memiliki aplikasi tersebut. “Sebenarnya rumah sakit itu tidak mungkin tidak punya aplikasi itu kalau sudah bekerja sama dengan BPJS,” tegasnya.
Jaya juga mengatakan bahwa dinas kesehatan saat ini terus melakukan pengawasan terkait pelayanan kesehatan di Kaltim, termasuk menggandeng Ombudsman. “Jika ada pelayanan yang tidak memuaskan, masyarakat bisa langsung melapor ke Ombudsman atau dinas kesehatan, nanti akan kami tindaklanjuti,” katanya.
Ia juga menginformasikan bahwa dinas kesehatan memiliki dewan pertimbangan klinis, yang bisa menangani keluhan terkait tindakan terapi yang dianggap tidak sesuai dengan standar.
“Kalau misalnya ada tindakan terapi yang dianggap tidak sesuai dengan yang seharusnya bisa laporkan ke saya. Kemudian kalau rumah sakit ada yang namanya badan pemeriksa rumah sakit (BPRS), itu juga ada di kita,” jelasnya.