SAMARINDA. Politik uang atau Money Politic yang biasa dikenal, kerap terjadi dan menjadi rahasia umum ditengah masyarakat kala Pemilihan Umum (Pemilu) berlangsung baik ditingkat daerah sampai pusat.
Apalagi, bursa Pemilihan Gubernur (Pilgub) di Kaltim juga akan berlangsung dimana, isu politik uang kembali menyeruak, ditambah lobi-lobi tingkat partai yang semakin menjadi untuk mendapatkan kursi maju di Pilgub nanti.
Ketua Tim Pemenangan Isran–Hadi, Iswan Priady mengaku banyak hal yang ditemukan pihaknya temasuk isu masalah politik uang yang memang saat ini hangat dibicarakan.
Menurut Iswan, masyarakat perlu diedukasi bagaimana bahayanya memilih pemimpin yang menggunakan politik uang. Daya rusak politik uang sangat dahsyat karena salah pilih akan berakibat buruk bukan hanya kepada pemilih namun juga kepada generasi berikutnya.
“Namun saya kira sebagian besar masyarakat, terutama di Kaltim, memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi dalam memilih pemimpinnya,” ujarnya.
Lebih jauh, kemenangan yang diraih dengan politik uang hanya merugikan masyarakat. Pasalnya, pemimpin yang lahir dari praktek politik uang diyakininya tidak menepati janji-janji kampanye dan pada akhirnya akan melupakan rakyatnya setelah dia menjadi pemimpin.
“Kepada masyarakat Kaltim kami mengajak untuk dapat berpartisipasi dan menggunakan hak pilihnya dalam memilih calon sesuai dengan hati nurani tanpa terpengaruh dengan janji politik uang,” tegasnya.
Bahkan Iswan menegaskan kembali, siapa saja yang menang dengan politik uang, selama menjabat dia hanya akan sibuk memikirkan bagaimana caranya mengembalikan modal yang telah di keluarkan untuk politik uang tersebut. “Itu jelas akan menjadi perhitunganya nanti, ” jelasnya.
Hal senada juga diungkapkan, Pengamat Politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Ketua Program Studi Sarjana Politik dan Pemerintahan Fisipol (UGM), Dr. Mada Sukmajati kala hadir di Samarinda mengatakan, indeks kerawanan pada Pemilu akan kompleks tak hanya politik uang, tetapi tantangan yang lain juga harus siap dihadapi seperti penggunaan aparat negara yang tidak netral juga jadi persoalan.
Mada mengungkap, hal ini juga akan memetakan potensi kerawanan pemungutan suara yang sedang dan akan terjadi di Pilkada nantinya.
“Dalam indeks kerawanan Pilkada , juga teridentifikasi selain politik uang ada kerawanan soal netralitas Aparatur Negara, ya ASN TNI–Polri,” ungkapnya.
Belum lagi, adanya isu politik identitas yang beberapa episode Pemilu, baik Pilpres, Pileg dan Pilkada sangat lekat dan menjadi suatu sekat antar pemilih. Sehingga memicu perbedaan yang runcing satu dengan lainnya.
Masyarakat, sebagai pemilih, hanya mementingkan yang ia dukung, dan memilih saling adu argumen dengan posisi yang berseberangan.
“Kemudian juga berkembangnya politik identitas, dan beberapa tantangan lain yang sebagian besar sebenarnya terlihat di Pemilu 2024 yang lalu dan tentu saja menjelang perhelatan Pilkada ini kita berharap hal-hal seperti itu bisa kita rem. Ya, bisa kita antisipasi karena seperti pepatah mengatakan, hanya keledai yang jatuh di lubang yang sama dua kali,” pungkasnya.