Meningkatnya kasus Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) menjadi tantangan sendiri untuk Pemerintah Kabupaten Banjar, terlebih lagi masih ditemukan beberapa kasus pemasungan terhadap ODGJ yang mana pemasungan dalam jangka panjang tersebut sangat bertentangan dengan Hak Asasi Manusia.
Untuk itu kerja sama antara semua sektor terkait perlu ditingkatkan agar tidak ada lagi kasus demikian, khususnya di Kabupaten Banjar.
Menurut data yang disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar drg Yasna Khairina, MM melalui Kasi P2PTM dan Kesehatan Jiwa Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar Candra Galuh Tri Ardiani, S.ST, Mm, Kabupaten Banjar saat ini menduduki peringkat 1 di Kalimantan Selatan dengan pasien ODGJ berat terbanyak dengan total 913 pada tahun 2021 yang terdiri dari 635 laki laki dan 278 pasien perempuan. Pada bulan Mei 2022 lalu juga ditemukan 2 pasien ODGJ yang mengalami pemasungan, tepatnya di kecamatan Astambul.
“Memang Kabupaten Banjar ini memiliki pasien ODGJ terbanyak, tetapi alhamdulillah tertangani sesuai standar, karena Kabupaten Banjar menduduki peringkat no 1 dengan pelayanan kesehatan jiwa yang sesuai standar, dan untuk pembebasan kasus pemasungan 2 pasien ODGJ bulan mei lalu, pembebasan itu dilakukan dalam upaya agar tidak ada lagi penderita pasung di Kabupaten Banjar dan alhamdulillah sangat didukung oleh lintas sektor terutama pihak keluarga,” Ucap Candra Galuh.
Chandra juga menambahkan bahwa segenap Upaya telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar untuk menangani kasus kejiwaan pada ODGJ di wilayah ini.
“Salah satu program kami, ada tim pembentukan kesehatan jiwa masyarakat, terus ada pembentukan kader kesehatan jiwa yang masih dalam tahap sosialisasi, dan di beberapa wilayah juga ada kader kesehatan jiwa, dan di puskesmas pun sudah bisa melakukan pelayanan kesehatan jiwa jadi sebelum ke rumah sakit bisa terlebih dahulu ke puskesmas karena obat-obatan juga sudah disediakan di puskesmas, dan kalau memang perlu pelayanan lebih lanjut baru kita rujuk ke rumah sakit, terus di tingkat pelayanan puskesmas juga teman-teman pengelola kesehatan jiwa beserta dokter melakukan kunjungan rumah kepada penderita ODGJ berat,” Jelasnya.
Menurut Chandra, Selain upaya tersebut, untuk penderita ODGJ ini seharusnya dirangkul oleh semua masyarakat bukan hanya dari pihak keluarga saja tapi semua lapisan, agar tidak ada lagi stigma buruk atau kasus pemasungan terhadap ODGJ.
“Kami Dinas Kesehatan berharap benar kepada semua lapisan masyarakat, dan lintas sektor agar bekerja sama mendukung pelayanan kesehatan jiwa secara maksimal agar tidak ada lagi kasus pemasungan dan yang sudah kami bebas pasung jangan lagi dipasung, karena untuk pasien ODGJ bukan hanya tugas Dinas Kesehatan tapi semua lini masyarakat, sampai lapisan terbawah yaitu keluarga agar di lingkungan keluarga itu sendiri bisa menerima pasien ODGJ dengan baik,” Harapnya.
Disisi lain, perihal kasus pemasungan ODGJ ini pun direspon oleh Psikiater di Rumah Sakit Ratu Zalecha yaitu Dr. Winda Oktari Anryanie Arief, SpKJ.
“Untuk kasus pemasungan terhadap ODGJ itu adalah hal yang memprihatinkan bagi saya, karena sebenarnya kita bisa memberikan tata laksana terhadap penanganan ODGJ tanpa melibatkan alternatif memasung, sementara obat-obatan yang bisa diberikan terhadap ODGJ bisa didapatkan di puskesmas jadi kalau misal ketemu kasus yang dicurigai sebagai gangguan jiwa bisa dibawa ke puskesmas untuk mendapatkan terapi awal, dan kalau memang kondisi nya membahayakan bagi diri sendiri dan mengganggu orang lain, terlebih kalau memang tidak sanggup menenangkan pemasungan hanya dilakukan untuk mencapai fasilitas kesehatan/puskesmas/RS dan bukan untuk jangka yang lama,” jelasnya.
Dr. Winda juga mengatakan bahwa dalam masalah kesehatan jiwa tidak bisa dilakukan satu sektor saja.
“Untuk mengatasi permasalahan ini harus bekerja sama dan harus melibatkan sektor-sektor lain yang berkaitan dengan masalah kesehatan jiwa dan harapannya semua masyarakat harus peduli dan aware bahwa gangguan jiwa memang ada walau tidak terlihat, karena kesehatan jiwa ini sama pentingnya dengan kesehatan fisik jadi tidak boleh diabaikan. Kemudian perihal stigma, stigma negatif terhadap ODGJ ini sangat besar, padahal pasien ODGJ setelah berobat secara teratur dapat kembali menjalankan fungsinya dengan baik. Dalam menjalani pengobatan biasanya kita punya target sendiri atas capaian ODGJ minimal untuk perawatan diri mereka bisa lakukan secara mandiri. Hal lain yang juga penting, jika menemukan gejala yang mengarah ke gangguan jiwa sesegera mungkin dibawa ke pelayanan kesehatan agar proses penanganan nya bisa lebih cepat,” tutup Dr. Winda.