SAMARINDA. Kondisi pemilihan gubernur (Pilgub) Kaltim saat ini tengah memanas. Dimana kubu petahana yaitu Isran Noor dan Hadi Mulyadi yang mengklaim diri akan maju kembali dikontestasi Pilkada mendatang terancam gagal dapat perahu.
Hal itu setelah hampir semua partai politik pemegang kursi di DPRD Kaltim, mengirimkan dukungannya kepada Rudy Mas’ud dan Seno Aji yang juga mendeklarasikan diri berpasangan maju sebagai bakalcalon Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim kedepannya.
Bahkan kubu Rudy – Seno sudah mendapatkan 44 jumlah kursi dan saat ini masih ada 11 kursi dari Demokrat dan PDIP yang tersisa. Artinya, jika salah satunya saja merapat ke kubu Rudy – Seno, maka kotak kosong lah yang akan dihadapi pasangan tersebut pada Pilgub nanti.
Komisioner Komisi Pemilhan Umum (KPU) Kaltim, Suardi menjelaskan bahwa pihaknya hanya menjadi penyelengara pemilihan nantinya. Dimana ruang KPU nantinya hanya akan ada di pendaftaran.
“Kalau diluar itu , itu ruang pasangan calon, nah siapa yang mendaftar itu yang kami proses nantinya. Undang-undang kita mengakomodir bisa saja meski hanya satu paslon (ada kotak kosong) , ” ucapnya.
Hal inipun dijelaskan ada dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Tertulis dalam Pasal 54C Ayat (1) huruf a mengatur paslon tunggal dimungkinkan jika tak ada lagi pasangan lain yang mendaftar hingga berakhirnya masa penundaan dan berakhirnya masa perpanjangan pendaftaran.
Adapun pemilihan 1 (satu) pasangan calon dilaksanakan dalam hal memenuhi kondisi: a. setelah dilakukan penundaan dan sampai dengan berakhirnya masa perpanjangan pendaftaran, hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon yang mendaftar dan berdasarkan hasil penelitian pasangan calon tersebut dinyatakan memenuhi syarat.
Suardi juga menjelaskan, bahwa UU Pilkada juga mengatur proses pemilihan jika hanya ada paslon tunggal di suatu daerah. Nantinya, proses pemilihan dilaksanakan dengan menggunakan surat suara yang memuat dua kolom. Satu kolom memuat foto pasangan calon dan satu kolom lainnya kosong yang tidak bergambar. Kemudian pemberian suara dilakukan dengan cara mencoblos.
Kemudian, UU Pilkada pada Pasal 54D Ayat (1) mengatur KPU Provinsi atau Kabupaten/Kota dapat menetapkan Paslon tunggal jika mendapatkan suara lebih dari 50 persen suara sah.
“Jadi suara si paslon ini harus 50 persen + 1 suara, artinya harus lebih besar dari kotak kosong untuk bisa menang, ” tegasnya.
Namun, jika perolehan suara paslon tunggal ini kurang dari 50 persen, maka pasangan calon tunggal ini boleh mencalonkan lagi dalam Pilkada berikutnya.
“Nah di UU berikutnya itu provinsi atau kabupaten kota yang calonnya kalah dengan kotak kosong, maka pilkads ikut di pilkada berikutnya, artinya 5 tahun Pj yang isi, kan lima tahun sekali, berbeda dengan aturan yang lama dan tahapan sebelumnya, ” tegasnya.
Dimana dalam hal belum ada pasangan calon terpilih terhadap hasil Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) di dalam UU yang ada, maka pemerintah menugaskan penjabat Gubernur, penjabat Bupati, atau penjabat Walikota, dalam Pasal 54D Ayat (4).
“Jadi kalau dia kalah dengan kotak kosong, yah nanti akan mengulang lagi, bisa mencalonkan lagi artinya dimulai dari nol juga. Dan di Kaltim tidak ada lagi putaran kedua, sekarang cuma di DKI Jakarta, ” pungkasnya.
Menanggapi situasi ini, Pengamat Politik dari Universitas Mulawarman yang juga Ketua Klinik Pemilu Unmul, Najidah mengatakan bahwa dukungan maksimal Partai Politik pada Rudy Mas’ud pada Pillgub Kaltim memunculkan beragai fenomena yang sebenarnya tanpa disadari ini adalah gejala kemunduran demokrasi di Benua Etam.
“Strategi borong Partai Politik dalam transaksi tertutup partai mengerucutkan bahwa kekuasaan terpolarisasi pada satu titik. Hal ini membuat potensi kotak kosong pilgub Kalimantan Timur terprediksi akan terjadi.
“Saya tidak heran jika hal ini terjadi karena gejala Kotak kosong dalam Pemilihan Gubernur Kaltim tidak terlihat hanya pada saat ini . Polarisasi kekuasaan pada satu titik sudah diupayakan jauh-jauh hari diantaranya dengan pemenangan titik pilkada kabupaten/kota yang terafiliasi sama (PPU dan Balikpapan),” ucapnya.
Begitu juga dengan pergantian ketua DPRD Kaltim yang penuh fenomena perdebatan hukum merupakan tahap bagaimana polarisasi satu titik ini telah didesain jauh -jauh hari. Bahwa peristiwa “Kotak Kosong” menjadi tanda bahwa pemusatan oligarkhi di Kalimantan Timur berjalan sukses tanpa hambatan .
“Pertanyaannya tidak adakah putra terbaik Kaltim atau kader terbaik parpol ? Saya berfikir ada problem tersendiri dalam tata cara partai politik menentukan kandidat. Sentralistis kebijakan yang ada pada DPP dalam menentukan kandidat membuat komunikasi kepada kader dan masyarakat menjadi terpinggirkan, ” terangnya.
Namun, terkait dengan masyarakat, adanya 1 pasang kandidat dan kotak kosong , menurut Najidah masyarakat juga harus diedukasi bahwa pasangan satu orang bukan wajib dipilih.
Masyarakat harus diedukasi dengan benar bahwa masyarakat masih bisa memilih kotak kosong. Perlakuan setara harus diberlakukan antara calon tungal dan kotak kosong.
“Strategi Borong partai yang menghasilkan “Kotak Kosong” hanya akan merugikan masyarakat. Apapun bentuknya. Mengapa demikian ? Koalisi besar pada gubernur terpilih pada akhirnya akan mempolarisasi kedudukan partai pada saat dia berfungsi di DPRD . Tidak akan tercipta Check and Balances System antara eksekutif dan legislatif dalam pemerintahan ke depan, ” tegasnya.
Bahkan dirinya mengandaikan, bagaimana jika terjadi Kemenangan Pilgub oleh “Kotak Kosong” . Tentu akan ada stagnasi kepemimpinan yang tejeda beberapa tahun untuk dapat diperoleh gubernur definitif. PJ Gubernur dengan kewenangan terbatas , tentu tidak akan bisa menjawab secara maksimal kebijakan daerah yang dibutuhkan masyarakat.
Dirinya mengungkap, bahwa esensi dari Pilkada adalah memilih pemimpin daerah yang mumpuni dalam menjalankan pelayanan publik ke depan. Artinya bukan hanya dibutuhkan orang mumpuni tetapi juga sistem yang mumpuni. “Nah bagaimana hal ini bisa terjawab dari “kotak kosong ?, ” tuturnya.
Najidah menekankan, bahwa partai harus menyadari bahwa persalahan pilkada bukan hanya prediksi kalah menang tetapi juga , langkah yang diambil dalam proses politik akan berdampak besar bagi pembangunan dan pelayanan publik di masyarakat. “Apapun bentuknya kotak kosong akan merugikan masyarakat, ” pungkasnya.