Martapura – Debat perdana Paslon (Pasangan Calon) Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Banjar, yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Banjar beberapa waktu lalu menyisakan keresahan di kalangan pedagang Pasar.
Pasalnya, pernyataan pasar menjadi tempat maksiat kini menuai kontroversi di kalangan pedagang pasar, terlebih setelah salah satu Paslon Bupati Banjar, Syaifullah Tamliha mengemukakan dan lebih spesifik menyebutkan jika lantai dua Pasar Batuah kerap dijadikan tempat maksiat dalam debat calon Bupati dan Wakil Bupati Banjar.
Dalam pernyataannya, Paslon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Banjar, Syaifullah Tamliha saat menanggapi pertanyaan panelis debat terkait pengelolaan pasar yang kerap jadi tempat maksiat, dan pihak Paslon Syaifullah Tamliha mewacanakan jika terpilih nanti akan melakukan perombakan terhadap Pasar Batuah, martapura dengan membangun hotel syariah di lantai satu agar lantai dua pasar tersebut tidak lagi dijadikan tempat maksiat, dengan menggaet investor asing yang nantinya akan melakukan pembagian keuntungan 40 (Investor) dan 60 (Pemkab) persen saham.
Pernyataan Paslon tersebut pun menuai protes dari pedagang, Seperti yang diutarakan H. Ismail yang telah berjualan selama kurang lebih 20 tahun di lantai dua Pasar Batuah, Martapura tersebut.
“Kami merasa sakit hati atas pernyataan salah satu pasangan calon (paslon—red) yang menyebut lantai dua pasar batuah ini sebagai tempat maksiat, padahal seingat saya selama 20 tahun berjualan disini belum pernah menemukan hal seperti yang disampaikan itu,” katanya kepada media Habarkalimantan.com saat dijumpai, Jumat (15/11/2024).
Terlebih, H. Ismail mengungkapkan jika lantai dua pasar batuah kerap dijaga oleh petugas keamanan yang notabene berjaga selama 24 jam.
“Disini (lantai dua pasar—red) selalu dijaga, kalaupun terlihat hal yang mencurigakan pasti akan ditegur, apalagi setiap tahun kita rutin menggelar kegiatan keagamaan di lantai dua pasar batuah ini, seperti Maulid, Isra Mi’raj dan lain sebagainya,” ujarnya.
Disinggung terkait wacana perombakan total pasar yang sempat mencuat saat debat, dirinya dan pedagang lain juga merasa kurang setuju.
“Sama saja mematikan mata pencaharian kami disini, kami hidup bergantung dari berjualan disini, kalau di bongkar total kemana kami berjualan lagi? siapapun pemimpinnya nanti kami para pedagang lebih mengharapkan bantuan permodalan, hal tersebut lantaran banyak teman-teman pedagang yang gulung tikar pasca Covid-19 lalu,” tuturnya.
Disisi lain, Hj. Jamilah yang juga merupakan pedagang di lantai dua pasar batuah, martapura juga menyampaikan hal serupa, bahkan pedagang yang telah berjualan 30 tahun lamanya itu meminta Calon Bupati Banjar, Syaifullah Tamliha untuk membuktikan dan menunjukan titik lokasi mana yang disebut-sebut sebagai sarang maksiat.
“Jujur ulun (saya—-red) yang sudah 30 tahun berjualan disini merasa tidak terima atas pernyataan lantai dua pasar batuah jadi sarang maksiat, kalau bisa tolong buktikan dan tunjukan dimana lokasinya?, perasaan dan seingat saya beliau yang menyatakan hal itu (Syaifullah Tamliha—red) semasa menjabat DPR RI, tiga periode belum pernah menginjakan kakinya atau meninjau pasar ini,” cetusnya.
“Pernyataan beliau yang seperti itu sangat meresahkan dan menyakiti kami para pedagang khususnya yang berjualan dan berkegiatan di lantai dua pasar batuah ini,” tutupnya menambahkan.
Diketahui, dalam debat tersebut, pernyataan pasar menjadi sarang maksiat mulanya dikeluarkan oleh panelis debat Cabup dan Cawabup Kabupaten Banjar, namun pernyataan tersebut diungkapkan untuk pasar secara umumnya, namun disayangkan Paslon Nomor Urut 02, Syaifullah Tamliha justru menjawab pertanyaan tersebut dengan menspesifikasikan hingga menjurus ke pasar tertentu yang membuat pedagang pasar yang disebutkan geram hingga tidak terima.