Presiden Joko “Jokowi” Widodo pada Senin (26/6) mengatakan telah memerintahkan penyelidikan terhadap sebuah pesantren yang dituduh menyimpang dari ajaran Islam dan memicu kontroversi di tengah masyarakat.
Pesantren Al Zaytun di Indramayu, Jawa Barat, menjadi sorotan tajam belakangan ini setelah sebuah video viral menunjukkan lembaga pendidikan itu melakukan beberapa hal yang dinilai melanggar ajaran Islam, seperti mencampur jamaah perempuan dan lelaki pada salat Idul Fitri dan mengajari murid bernyanyi lagu Yahudi “Hevenu Shalom Aleichem”.
“Sabarlah. Menteri koordinator bidang politik, hukum dan keamanan dan menteri agama sudah saya perintahkan untuk mendalami [Al Zaytun],” ujar Jokowi, seraya menegaskan Istana Kepresidenan tidak melindungi pesantren tersebut.
Al Zaytun berdiri di atas lahan seluas 1.200 hektare dan diresmikan oleh mantan Presiden BJ Habibie pada 27 Agustus 1999.
Didirikan dan dipimpin Panji Gumilang, pesantren ini kerap dikunjungi pejabat negara dan politisi, antara lain mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, hingga Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Moeldoko membantah anggapan dirinya melindungi Al Zaytun, meski mengakui kedekatan antara dirinya dan Panji Gumilang yang menurutnya terjalin sejak dia menjabat Panglima Kodam Siliwangi yang meliputi wilayah Jawa Barat pada 2010 hingga 2011.
“Memang kenapa? Tidak boleh dekat? Ya, biasa saja. Kita harus pandai membangun komunikasi. Apalagi tugas KSP (Kepala Staf Kepresidenan) harus pandai berkomunikasi dengan siapa pun,” kata mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia tersebut.
Moeldoko mengatakan dia telah dua kali mengunjungi Al Zaytun untuk memberikan ceramah.
Sejumlah media memberitakan mantan Kepala Badan Intelijen Negara Abdullah Mahmud Hendropriyono juga memiliki kedekatan dengan Panji Gumilang.
Sebuah video lawas yang kembali beredar menunjukkan Hendropriyono mengunjungi Al Zaytun pada tahun 2003 — ketika dia masih menjabat sebagai Kepala BIN — dan mengatakan akan menghajar siapa saja yang melawan Al Zaytun.
Negara Islam Indonesia
Selain menyimpang dari ajaran Islam, pesantren Al Zaytun juga dituduh memiliki keterkaitan dengan Negara Islam Indonesia.
Seorang mantan anggota NII, Ken Setiawan, dalam wawancara dengan TV One mengatakan pesantren itu terhubung dengan Negara Islam Indonesia Komandemen Wilayah 9 yang meliputi Jakarta dan sekitarnya.
Negara Islam Indonesia (NII) merupakan sebuah gerakan kelompok yang menginginkan pembentukan negara Islam di Indonesia, tak lama usai deklarasi kemerdekaan pada 1945.
Kelompok itu didirikan SM Kartosoewirjo di Tasikmalaya, Jawa Barat, pada 1949 dan di kemudian hari menghasilkan kelompok sempalan seperti Jamaah Islamiyah yang disebut otoritas keamanan Indonesia sebagai dalang rangkaian teror bom mematikan pada 2000-an.
Ken, yang mengaku bergabung dengan NII selama empat tahun, mengatakan Al Zaytun memperlakukan siswanya secara berbeda, tergantung latar belakang.
Kepada siswa berlatar belakang NII, kata Ken, Panji Gumilang mengajarkan bahwa harta milik orang di luar kelompok boleh dicuri karena dianggap harta orang kafir.
‘MUI harus turun tangan’
Kepada BenarNews, Ken mengatakan pemerintah semestinya telah mengetahui kegiatan pesantren Al Zaytun “karena MUI (Majelis Ulama Indonesia) sudah menelitinya.”
Dalam studi yang dilakukan tahun 2002, MUI mengatakan menemukan indikasi kuat terdapatnya relasi dan afiliasi antara Al Zaytun dan NII Komandemen Wilayah 9, baik secara historis, finansial, maupun kepemimpinan melalui Panji Gumilang.
Selain itu, majelis juga mengatakan ada indikasi penyimpangan paham keagamaan di pesantren tersebut.
Wakil sekretaris jenderal MUI bidang hukum dan hak asasi manusia Ichsan Abdullah mengatakan penelitian yang dilakukan lebih dari dua dekade tersebut valid dan dapat dipertanggungjawabkan.
“Kami merekomendasikan tindakan hukum atas dugaan tindak pidana Panji Gumilang sebagai pribadi,” kata Ichsan.
“Adapun pesantrennya harus diselamatkan dan dibina, karena berkaitan dengan siswa dan pegawai yang bekerja di sana.”
Dugaan penyimpangan Islam oleh Al Zaytun telah dilaporkan ke kepolisian oleh sejumlah orang yang mengatasnamakan Forum Advokat Pembela Pancasila atas dugaan penistaan agama pada Sabtu pekan lalu, sementara penyelidikan atas indikasi keterkaitan dengan Negara Islam Indonesia seperti disampaikan Ken masih belum jelas.
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto dalam keterangan pers di Jakarta mengatakan penyidiknya masih mengumpulkan keterangan sebelum menetapkan tersangka.
“Kami lengkapi keterangan saksi, ahli, baru mengarah kepada pelaku,” kata Agus, seraya menambahkan bahwa tim dari Kementerian Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan juga akan ikut serta menyelidiki dugaan pelanggaran Al Zaytun.
Pengamat terorisme yang juga mantan anggota Negara Islam Indonesia, Al Chaidar, menambahkan Al Zaytun memang tak dapat dilepaskan dari kelompok NII.
Dia merujuk pada dana awal pembangunan kompleks pesantren yang disebutnya berasal dari dana patungan anggota Negara Islam Indonesia Komandemen Wilayah 9. Namun seiring waktu, Chaidar menambahkan, visi misi Al Zaytun di bawah Panji Gumilang telah berubah.
“Misi mereka cuma mengumpulkan uang, bukan lagi mendirikan negara Islam,” kata Chaidar.
“Jadi menurut saya, Al Zaytun itu NII palsu, hanya mengelabui masyarakat untuk mengumpulkan dana.”
Baik Panji maupun pengelola Al Zaytun tidak membalas pesan dari BenarNews. Namun kepada Liputan6, Panji membantah pesantrennya telah menyimpang. Meletakkan jamaah pria dan wanita dalam saf yang sama, kata Panji adalah bentuk kesetaraan.
“Hak perempuan mesti diberikan. Jadi menyejajarkan, karena memang harus begitu,” kata Panji.
Unjuk rasa terus berlangsung
Rangkaian unjuk rasa mendesak pencabutan izin pesantren Al Zaytun sampai kini terus berlangsung di beberapa daerah.
Pada Kamis pekan lalu, sejumlah organisasi masyarakat berunjuk rasa di depan kompleks Al Zaytun di Indramayu, mendesak pesantren dibubarkan dan Panji ditangkap.
Tuntutan serupa juga disampaikan dalam unjuk rasa di depan gedung Kementerian Agama di Jakarta pada Senin (26/6) yang digagas oleh Persaudaraan Alumni 212 — kelompok yang menginisiasi demonstrasi terhadap mantan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
Lembaga pemantau hak asasi manusia, SETARA Institute, berharap pemerintah dapat bersikap adil dalam menangani perkara Al Zaytun dan berfokus pada dugaan keterlibatan personel di dalamnya dengan NII.
“Pemerintah hendaknya tidak masuk terlalu dalam pada polemik sesat atau tidaknya ajaran keagamaan yang dikembangkan di sana sehingga kemudian mengambil langkah populis,” ujar SETARA dalam keterangan tertulisnya.
“Sesat atau tidak sesat biar menjadi domain perdebatan tokoh dan lembaga keagamaan terkait.”