Suku Bajau disebut James Cameron, sutradara Avatar: The Way of Water sebagai salah satu inspirasi dalam film ini. Sebagaimana Na’vi, klan yang terancam dalam Avatar, Suku Bajau juga menghadapi tantangan eksistensi. Akankah identitas mereka bertahan di tengah “serangan” modernisasi?
“Kita adalah Suku Bajau, suku yang mendiami laut yang pekerjaannya adalah mendayung, menyelam, dan melaut.”
Risno, anak muda Suku Bajau mengatakan itu untuk mendeskripsikan siapa dirinya, dan seperti apa suku di mana dia dilahirkan dan dibesarkan. Risno lahir di Kampung Bajau Sampela, Desa Sama Bahari, Kecamatan Kaledupa, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Suku Bajau (Bajo), tinggal di rumah yang didirikan di atas laut, dengan menjadikan gugusan karang sebagai dasar tiang kayu penyangga rumah. Hidup mereka di laut, dan seperti kata Risno, kegiatan mereka tak lepas dari mendayung, menyelam dan melaut.
Lahir di tengah laut, membuat anak-anak Suku Bajau akrab dengan air. Berenang adalah kemampuan dasar, sementara menyelam menjadi keahlian tambahan. Mayoritas warga Bajau mampu bertahan 5-6 menit di dalam air untuk berburu ikan, meski sebagian hanya mampu menahan nafas kurang dari 3 menit. Mereka tidak memerlukan alat bantu pernafasan ketika melakukannya.
Suku ini menjadi perhatian besar, setelah film “Avatar: The Way of Water” menjadikan mereka sebagai inspirasi. Sang sutradara, James Cameron, menyinggung hal itu dalam wawancara dengan National Geographic yang dipublikasikan pada pertengahan Desember 2022.
“Ada orang-orang laut di Indonesia yang hidup di rumah panggung, rakit, dan lain sebagainya. Kami melihat hal-hal seperti ini,” ujarnya.
“Mereka punya rasa hormat yang mendalam atas harmoni dan keseimbangan terhadap alam. Ada yang menato kulit tubuh dan wajahnya, dan kami melakukan versi Pandora di film,” kata James.
Pekan ini, “Avatar: The Way of Water” dikukuhkan menjadi film paling laris pada 2022 dengan pendapatan kotor mencapai $1,52 miliar. (VOAIndonesia)