Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) Salah satu program strategis dari kementerian Pekerjaan Umum Penataan Ruang (PUPR) Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk mempercepat penanganan permukiman kumuh di perkotaan.
Kotaku ini sendiri dilaksanakan sejak tahun 2017 hingga 2022 ini, karena dianggap masih banyak di lingkungan sekitar kota permukiman yang masih kumuh termasuk di Kabupaten Banjar sendiri, menurut data revisi SK kumuh tahun 2020 dari Bappeda Litbang Kabupaten Banjar ada sebanyak 343 hektar permukiman yang masih terbilang kumuh.
Tujuan dari kotaku ini sendiri untuk mengurangi permukiman kumuh hingga 0 persen seperti yang disampaikan oleh Edy Jaya, Kasubbid Kewilayahan Bappeda Litbang Kabupaten Banjar.
“Sebenarnya untuk tujuan sendiri itu sesuai dengan slogan dari kementerian PUPR Dirjen Cipta Karya 100-0-100, 100 untuk pemenuhan air minum, 0 nya untuk permukiman kumuh, 100 nya untuk penanganan air limbah. Sehingga Kabupaten/Kota harus ditarget sesuai misi kementerian tersebut,” tutur Edy.
Untuk kriteria permukiman kumuh sendiri, kata Edy, dari Kementerian PUPR menetapkan 7 kriteria penilaian yang menjadi tolak ukur permukiman bisa disebut kumuh atau tidak.
“Yaitu kondisi bangunan gedung, kondisi jalan lingkungan, kondisi penyediaan air minum, kondisi drainase lingkungan, kondisi pengelolaan air limbah, kondisi pengelolaan persampahan dan ketersediaan ruang terbuka publik,” bebernya.
Lebih jauh diungkapkannya jika di Kabupaten Banjar Kotaku tersebar di berbagai titik dan fokusnya sendiri ada di Kecamatan Martapura.
“Untuk SK Kumuh tersebar di Kecamatan Martapura, Gambut, Kertak Anyar, Sungai Tabuk dan Martapura Barat, kami sebagai badan pemerintahan Kabupaten Banjar untuk program Kotaku ini telah membentuk kelompok kerja perumahan dan kawasan permukiman, jadi ada forum nya dan kami juga bekerja sama dengan SKPD terkait seperti Dinas PUPR, Disperkim dan Dinkes terkait penanganan masalah perumahan dan permukiman,” Jelasnya.
Edy juga mengakui, Terkait penanganan kota kumuh sendiri harus dilakukan secara bertahap khususnya sosialisasi ke masyarakat dan harus melakukan pengidentifikasian terlebih dahulu.
“Untuk penanganan kumuh, kita harus mengidentifikasi dulu sesuai 7 indikator dari kementerian PUPR, dengan Kotaku punya metodologi sendiri, jadi mulai dari pendekatan ke masyarakat, lalu pembenahan, pemanfaatan sumber daya dan dana yang diberikan APBN dimaksimalkan agar penurunan presentasi permukiman kumuh bisa tercapai dan harapan nya kepada pemerintah pusat program Kotaku ini tetap ada di Kabupaten Banjar, karena hanya beberapa kabupaten/kota saja di Kalsel yang mendapat program Kotaku, dan tahun ini adalah tahun terakhir program Kotaku khususnya di Kabupaten Banjar,” tutup Edy.