M. Husaini
(Mahasiswa Pasca Sarjana Magister Ilmu Pemerintahan ULM)
Sejalan berkembangnya jaman dan seiringpertumbuhan bonus demografi dengan proporsi penduduk dengan usia produktif yang semakin meningkat saat ini, maka seiring dengan itu berkembang pula pola pikir masyarakat yang semakin maju serta kritis yang mampu memunculkan tantangan baru. Dengan munculnya tantangan-tantangan baru, maka semakin berkembangnya tugas-tugas pemerintah yang harus lebih berusaha untuk meningkatkan peranannya dalam segala kegiatan maupun kebijakan yang dikeluarkan
Dalam mewujudkan keberhasilan pembangunan memerlukan partisipasi dan peran dari seluruh masyarakat. Tak kalah pentingnya peran pemerintah daerah sebagaimana telah diberikan kewenangan oleh pemerintah pusat guna menjalankan roda pemerintahannya sendiri menurut asas otonomi daerah dan tugas pembantuan yang sudah semestinya bertanggung jawab atas daerahnya masing-masing dengan melakukan upaya pembangunan dan pemberdayaan masyarakat guna mencapai masyarakat yang sejahtera.
Betapa pentingnya peran dari pemerintah daerah terkait dengan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, maka penyelenggaraan pemerintahan terutama dalam pembangunan dan pemberdayaan masyarakat merupakan aspek sangat penting dan dibutuhkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat perlu ditingkatkan, tidak hanya pembangunan fisik lingkungan saja, akan tetapi lebih kepada memberikan dorongan/akses agar masyarakat ke depannya lebih mandiri dan tidak tergantung pada pemerintah.
Di era yang serba terbuka ini, di mana masyarakat semakin kritis terhadap kebijakan pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah maka paradigma pembangunan yang paling sesuai adalah sebuah paradigma yang menjadikan masyarakat sebagai salah satu pelaku dalam setiap proses pembangunan. Masyarakat tidak lagi hanya dipandang sebagai “objek”, pandangan kuno bahwa masyarakat tidak mengerti apa-apa terkait dengan pembangunan merupakan pandangan yang sudah usang. Masyarakat memiliki ciri khasnya masing-masing dan kemampuan dalam beradaptasi terhadap lingkungannya yang merupakan sebuah potensi besar atau modal dalam proses pelaksanaan pembangunan ke depan.
Kata “pembangunan” banyak diperbincangkan oleh beberapa kalangan, baik aparat birokrat, politisi, akademis, praktisi dan kelompok masyarakat yang peduli dengan kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi pembangunan yang memusatkan pada pencapaian pertumbuhan makro, ternyata justru tidak berdampakbagi sebagian besar masyarakat yang akan diperbaiki kehidupannya. Karena itu, sejak kegagalan model pembangunan yang terlalu memusatkan pada pertumbuhan makro, banyak kalangan mengalihkan kiblatnya kepada pembangunan yang memusatkan kepada rakyat, yang di dalamnya mensyaratkan optimalisasi sumber daya lokal, partisipasi masyarakat dan pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses atau upaya untuk membangun manusia atau masyarakat melalui pengembangan kemampuan masyarakat, perubahan perilaku masyarakat dan pengorganisasian masyarakat. Pemberdayaan masyarakat merupakan sebagai tindakan sosial dimana penduduk sebuah komunitas mengorganisasikan diri dalam membuat perencanaan dan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial atau memenuhi kebutuhan sosial sesuai dengan kemampuan dan sumberdaya yang dimilikinya.
Pemberdayaan masyarakat adalah suatu upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain, pemberdayaan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat (Mardikanto, 2010: 36).
Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan utama pemberdayaan masyarakat yaitu mengembangkan kemampuan masyarakat, mengubah perilaku masyarakat dan mengorgansir masyarakat. Kemampuan masyarakat yang dapat dikembangkan tentu banyak sekali seperti kemampuan untuk berusaha, kemampuan dalam ketrampilan membuat home industry, serta kemampuan dalam berbagai bidang lainnya. Perilaku masyarakat yang perlu diubah tentunya perilaku yang merugikan masyarakat atau yang menghambat kesejahteraan masyarakat. Pengornagisasian masyarakat dapat dijelaskan sebagai suatu upaya masyarakat untuk saling mengatur dalam dalam mengelola kegiatan atau program yang mereka kembangkan.
Pemberdayaan masyarakat muncul karena adanya suatu kondisi sosial, ekonomi, teknologi masyarakat yang masih kurang dan mengakibatkan mereka tidak mampu dan tidak tahu dalam berbagai hal. Ketidakmampuan dan ketidaktahuan masyarakat mengakibatkan produktivitas mereka rendah. Prinsip dasar daripada pemberdayaan yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang berdaya atau mandiri.
Sejak saat itulah konsep pemberdayaan masyarakat telah menjadi alternatif banyak kalangan dan dijadikan tumpuan harapan oleh banyak pihakdalam pembangunan daerah. Pemberdayaan telah menjelma melalui berbagai program nasional ataupun daerah sehingga hampir disemua SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah) yang melaksanakan urusan pemerintahan memiliki program/kegiatan pemberdayaan masyarakat.
Pembangunan Daerah adalah usaha yang sistematik untuk pemanfaatan sumber daya yang dimiliki Daerah untuk peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, lapangan berusaha, meningkatkan akses dan kualitas pelayanan publik dan daya saing daerah sesuai dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya(Permendagri 86; 2017). Namun, dalam implementasi program pemberdayaan masyarakat masih belum dirasakan maksimal dikarenakan aktivitas kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah lebih banyak kepada kegiatan yang sifatnya seremonial tanpa dirasakan berdampak efektif dalam mewujudkan pembangunan daerah.
1. Konsep Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat people centered (berpusat pada manusia), participatory (partisipatif), empowering (memberdayakan), and sustainable (berkelanjutan). (Chambers, 1995 dalam Mardikanto, 2010: 53)
Agar upaya proses pemberdayaan masyarakat dapat berjalan dengan baik, maka dibutuhkan strategi untuk memberdayakan masyarakat yang menurut Kartasasmita (1996) dalam Mardikanto (2010: 48), dapat ditempuh melalui tiga cara yaitu:
1) Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang. Kondisi ini didasarkan asumsi bahwa setiap individu dan masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Hakikat dari kemandirian dan keberdayaan rakyat adalah keyakinan bahwa rakyat memiliki potensi untuk mengorganisasi dirinya sendiri dan potensi kemndirian tiap individu perlu diberdayakan. Proses pemberdayaan rakyat berakar kuat pada proses kemandirian tiap indivdu, yang kemudian meluas ke keluarga, serta kelompok masyarakat baik di tingkat lokal maupun nasional.
2) Memperkuat potensi yang dimiliki oleh rakyat dengan menerapkan langkah-langkah yang nyata menampung berbagai masukan, menyediakan sarana dan prasarana baik fisik atau sosial yang dapat diakses oleh masyarakat lapisan bawah. Terbukanya pada berbagai peluang akan membuat rakyat makin berdaya, seperti tersedianya lembaga-lembaga pendanaan, pelatihan dan pemasaran di pedesaan. Dalam upaya memberdayakan rakyat ini yang penting antara lain adalah peningkatan mutu dan perbaikan sarana pendidikan dan kesehatan serta pada sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja dan pasar.
3) Memberdayakan rakyat dalam arti melindungi dan membela kepentingan masyarakat lemah. Dalam proses pemberdayaan harus dicegah jangan sampai yang lemah bertambah lemah atau makin terpinggirkan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan rakyat. Melindungi dan membela harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang dan eksploitasi terhadap yang lemah.
“Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan masyarakat adalah bahwa masyarakat tidak dijadikan obyek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan subyek dari upaya pembangunannya sendiri” (Mardikanto, 2010: 38).
Proses pemberdayaan masyarakat merupakan upaya yang disengaja untuk memfasilitasi masyarakat lokal dalam merencanakan, memutuskan dan mengelola sumberdaya lokal yang dimiliki melalui colletive action (tindakan kolektif) dan networking (jaringan) sehingga pada akhirnya mereka memiliki kemampuan dan kemandirian secara ekonomi, ekologi dan sosial (Subejo dan Narimo dalam Mardikanto, 2010: 38)
Menurut Sumodiningrat (1999) dalam Mardikanto (2010: 56) bahwa: Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung pada berbagai program pemberian. Karena pada dasarnya, tujuan akhir daripada pemberdayaan masyarakat adalah memandirikan masyarakat, memampukan dan membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan.
2. Tujuan Pemberdayaan Masyarakat
Pada bagian atas telah dikemukakan bahwa pemberdayaan merupakan implikasi dari strategi pembangunan yang berbasis pada masyarakat (people centered development). Terkait hal ini, pembangunan, apapun pengertiannya yang diberikan terhadapnya, selalu merujuk pada upaya perbaikan, terutama perbaikan pada mutu hidup manusia, baik secara fisik, mental, ekonomi maupun sosial budayanya. Maka tujuan daripada pemberdayaan meliputi beragam upaya perbaikan , antara lain : (Mardikanto. 2010:127)
a. Perbaikan pendidikan (better education)
Dalam arti bahwa pemberdayaan harus dirancang sebagai suatu bentuk pendidikan yang lebih baik.
b. Perbaikan Aksesibilitas.
Dengan tumbuhnya semangat belajar, diharapkan akan memperbaiki aksesibilitasnya, utamanya tentang aksesibilitas dengan sumber informasi/inovasi, sumber pembiayaan, penyedia produk dan peralatan, serta lembaga pemasaran.
c. Perbaikan Tindakan
Dengan berbekal perbaikan pendidikan dan perbaikan aksesibilitas dengan beragam sumberdaya yang lebih baik, diharapkan akan terjadi tindakan-tindakan yang semakin lebih baik.
d. Perbaikan Kelembagaan
Dengan perbaikan kegiatan/tindakanyang dilakukan, diharapkan akan memperbaiki kelembagaan, termasuk pengembangan jejaring kemitraan usaha.
e. Perbaikan Usaha
Perbaikan pendidikan dengan semangat belajar, perbaikan aksesibilitas, kegiatan, dan perbaikan kelembagaan, diharapkan akan memperbaiki bisnis yang dilakukan.
f. Perbaikan Pendapatan
Dengan terjadinya perbaikan bisnis yang dilakukan, diharapkan akan dapat memperbaiki pendapatan yang diperolehnya, termasuk pendapatan keluarga dan masyarakatnya.
g. Perbaikan Lingkungan
Perbaikan pendapatan diharapkan dapat memperbaiki lingkungan (fisik dan sosial), karena kerusakan lingkungan seringkali disebabkan oleh kemiskinan atau pendapatan yang terbatas.
h. Perbaikan Kehidupan
Tingkat pendapatan dan keadaan lingkungan yang membaik, diharapkan dapat memperbaiki keadaan kehidupan setiap keluarga dan masyarakat.
i. Perbaikan Masyarakat
Keadaan kehidupan yang lebih baik, yang didukung oleh lingkungan (fisik dan sosial) yang lebih baik, diharapkan akan mewujudkan kehidupan masyarakat yang lebih baik.
3. Strategi Pemberdayaan Masyarakat
Berbicara tentang strategi pemberdayaan masyarakat, Sumodiningrat dalam Mardikanto (2010: 194) menyatakan bahwa: Strategi pemberdayaan pada dasarnya mempunyai 3 (tiga) arah, yaitu Pertama, pemihakan dan pemberdayaan masyarakat; Kedua, pemantapan otonomi dan pendelegasian wewenang dalam pengelolaan pembanguan yang mengembangkan peran serta masyarakat; Ketiga, modernisasi melalui penajaman arah perubahan struktur sosial ekonomi, budaya dan politik yang bersumber pada partisipasi masyarakat.
Berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat, (Mardikanto, 2010: 198) menyimpulkan bahwa apapun strategi pemberdayaan masyarakat yang akan dilakukan, harus memperhatikan upaya-upaya, antara lain :
1) Membangun komitmen untuk mendapatkan dukungan kebijakan, sosial dan finansial dari berbagai pihak terkait
2) Meningkatkan keberdayaan masyarakat
3) Melengkapi sarana dan prasarana kerja para fasilitator
4) Memobilisasi dan memanfaatkan potensi sumber daya yang ada di masyarakat
Strategi pembangunan yang bertumpu pada pemberdayaan dipahami sebagai suatu proses transformasi dalam hubungan sosial, ekonomi, budaya dan politik masyarakat di daerah. Perubahan struktural yang diharapkan adalah proses yang berlangsung secara alamiah, yaitu kalau yang menghasilkan harus menikmati. Begitu pula sebaliknya yang menikmati haruslah yang menghasilkan.
4. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat dalam Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat
Adapun faktor pendukung dan faktor penghambat dalam implementasi/pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat:
1. Faktor-faktor pendukung
a) Dukungan anggaran
Adanya dukungan anggaran program pembangunan yang termaktub dalam APBD hampir di semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
b) Adanya antusias masyarakat terhadap adanya Program Pemberdayaan Masyarakat
Dapat dilihat partisipasi masyarakat dalam setiap pelaksanaan yang difasilitasi pemerintah khususnya dalam dalam sosialisasi dan proses perencanaan pembangunan daerah.
c) Dari pemerintah sendiri
Keberhasilan implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat untuk mencapai tujuannya memerlukan dukungan dari pemangku kepentingan. Oleh karena itu, kelembagaan pelaksana merupakan faktor pendukung dari pelaksanaan program itu sendiri, sehingga peran dan tanggungjawab serta mekanisme kerja dari setiap pemangku kepentingan dalam implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat harus bersinergi. Seperti sumberdaya aparatur pemerintah hingga ke perangkat desa yang sudah mumpuni.
2. Faktor-faktor penghambat
a) Faktor penghambat internal
– Kurangnya kapabilitas dan profesionalitas sumberdaya pelaksana (Tim Pendamping, Swakelola, PPTK)
– Adanya kemungkinan untuk melakukan KKN
– Kurangnya komunikasi antar stakeholders
b) Faktor penghambat ekternal
– Kurangnya sosialisasi program, sehingga sebagian masyarakat kurang paham maksud dan tujuan program
– Faktor yang berbau politik, yang sulit untuk diterjemahkan karena merupakan faktor kepentingan, bahkan muncul keputusan menurut pendapat pribadi dan untuk kepentingan sebagian kelompok
5. Tantangan Kedepannya dari Pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat
Dengan adanya Program Pemberdayaan Masyarakat, bisa dikatakan berhasil dalam merubah sistem top down planning menjadi bottom up planning. Namun sasaran dari Program Pemberdayaan Masyarakat bukan hanya perbaikan infrasturktur, akan tetapi juga pada bidang ekonomi dan sosial. Oleh karena itu, sebuah program bukan hanya memiliki kegiatan tunggal yang dapat diselesaikan dalam waktu singkat, tetapi merupakan kegiatan yang berkesinambungan. Maka dari itu, sebuah program dapat berlangsung dalam kurun waktu relatif lama. Hal ini juga menegaskan bahwa meskipun suatu program konsepnya sudah bagus, masih terdapat juga tantangan-tantangan dalam pelaksanaannya. Maka dari itu, sekecil apapun tantangan-tantangannya yang ada harus segera direspon, supaya ada keberlanjutan dari program tersebut.
Program Pemberdayaan Masyarakat memiliki tantangan-tantangan kedepanya. Adapun tantangan-tantangan tersebut adalah:
1) Memberikan inovasi dan ide-ide kreatif kepada masyarakat
Sangatlah perlu dalam memberikan inovasi dan ide-ide kreatif kepada masyarakat. Artinya, institusipelaksana juga memberikan arahan terhadap apayang telah di usulkan masyarakat, sehingga usulan yang telah terealisasi akan berlanjut di kemudian hari.
2) Menciptakan kemandirikan masyarakat
Adanya program pemberdayaan masyarakat di suatu daerah sebenarnya hanya untuk memancing respon masyarakat. Sehingga kedepannya masyarakat bisa meningkatkan partisipasinya, baik dalam melaksanakan ataupun mengelola dana yang telah dianggarkan, bukan lagi menciptakan ketergantungan masyarakat akan adanya suatu program.
Penutup
Upaya pemberdayaan masyarakat merupakan jalan yang panjang dan masih penuh tantangan. Pola pendekatan pembangunan yang instruktif dan sangat kapitalistik telah melembaga sangat kuat di daerah baik secara social, ekonomi, budaya hingga politik, sehingga tidak mudah menjebolnya. Hanya komitmen yang kuat dan keberpihakan yang tulus serta upaya yang siungguh-sungguh pemberdayaan masyarakat dapat dikembangkan.
Pemberdayaan masyarakat membutuhkan komitmen yang kuat dari pemerintah, para pelaku ekonomi, rakyat, lembaga pendidikan, organisasi social kemasyarakatan maupun organisasi profesi serta organisasi non pemerintah lainnya.
Orientasi pada pemberdayaan masyarakat adalah sebuah keharusan, dan karenanya penyesuaian metodologi dan efektifitas proses dan tahapan perencanaan pembangunan yang tepat sesuai kebutuhan masyarakat menuju masyarakat yang mandiri dan mampu berkembang.