SAMARINDA. Kontorversi yang terjadi akibat kebijakan dari Pj Gubernur Kaltim, Akmal Malik, sempat menuai protes dari beberapa kalangan. Isu rotasi sampai berkurangnya dana beasiswa pun menjadi acuan, Ditjen Otda tersebut diberikan kritikan oleh beberapa tokoh di Kaltim saat ini.
Namun, hal tersebut juga tak sepenuhnya dianggap salah oleh beberapa kalangan. Termasuk DPRD Kaltim. Dimana Wakil Ketua DPRD Kaltim, Seno Aji pun mengungkapbahwa rotasi jabatan merupakan hal lumrah dalam pemerintahan. Hal ini dilakukan sebagai upaya penyegaran dan sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku untuk Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Pj Gubernur berhak untuk melakukan rotasi. Tidak perlu dicari-cari masalah. Semua sudah sah dan berlaku,” ucapnya.
Menurutnya, kewenangan Pj dan gubernur definitif dalam melakukan mutasi jabatan sama. Apalagi, proses mutasi delapan pejabat tersebut telah mendapat persetujuan dari Presiden, Menteri Dalam Negeri, dan Badan Kepegawaian Negara.
Seno juga menepis anggapan bahwa Akmal telah melanggar Undang-Undang dalam proses mutasi tersebut. Ia menilai bahwa protes yang muncul merupakan hal wajar dari pihak yang terkena dampak rotasi.
“Namanya roda organisasi, ada yang senang dan ada yang tidak. Tapi, hal ini tidak perlu dibesar-besarkan,” bebernya
Terkait beasiswa, Seno pun meluruskan bahwa penurunan nilai beasiswa tidak terjadi di era kepemimpinan Akmal. Ia menjelaskan bahwa anggaran beasiswa telah ditetapkan sebelum Akmal dilantik sebagai Pj Gubernur.
“Anggaran beasiswa sudah di pos masing-masing dan disahkan sebelum Pj Gubernur masuk,” ungkapnya.
Ia menduga, perubahan anggaran beasiswa terjadi karena adanya kebutuhan lain yang lebih mendesak. Menurutnya, eksekutif pada saat itu memiliki kewenangan untuk melakukan penyesuaian anggaran.
“Pj Gubernur tidak merubah anggaran beasiswa. Yang harus disalahkan adalah eksekutif yang lama,” bebernya.
Seno berharap informasi terkait beasiswa ini dapat diluruskan agar tidak terjadi misinformasi di tengah masyarakat.
Sehingga dinamika rotasi jabatan dan protes beasiswa di Kaltim menunjukkan kompleksitas dan sensitivitas dalam pengambilan kebijakan publik. Di tengah situasi ini, komunikasi yang jelas dan transparan dari pemerintah kepada publik menjadi kunci untuk meredakan ketegangan dan membangun kepercayaan.