Maraknya kasus perkawinan anak dibawah umur menjadikan Kalimantan Selatan menempati urutan ke 4 di Indonesia dengan angka 15,30 persen pada tahun 2021 lalu.
Dari urutan ke 4 di Indonesia, salah satu Kabupaten/Kota penyumbang angka tertinggi di Kalimantan Selatan sendiri merupakan Kabupaten Banjar.
Dari data yang berhasil dihimpun, tahun 2021 dari Kementerian Agama untuk Kabupaten Banjar dari 3.666 jumlah pernikahan sebanyak 28 orang (0,38%) pengantin pria masih berstatus dibawah 19 tahun dan untuk perempuan ada sebanyak 163 orang (2,22%) yang juga masih berumur dibawah 19 tahun.
Merilu Ripner Kabid Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dinas Sosial P3AP2KB Kabupaten Banjar mengatakan, selain faktor ekonomi ada juga faktor lain yang mendorong terjadinya pernikahan dibawah umur.
“Selain dari faktor ekonomi yang membuat orang tua berpikir kalau menjodohkan atau menikahkan anak dibawah 19 tahun ada harapan agar mengurangi beban keluarga, ada juga faktor sosial seperti adanya pengaruh lingkungan, perilaku berpacaran yang beresiko, lalu ada pola asuh keluarga misalnya anak dari korban perceraian orang tua, terus sekarang akses informasi juga makin mudah sehingga gampang sekali terpapar konten/informasi yang kurang baik bagi anak dan remaja, faktor adat dan budaya, faktor pendidikan (orang tua memiliki pendidikan yang terbatas) dan yang terakhir ada faktor agama yang di Indonesia karena mayoritas beragama islam dimana diyakini tata cara perkawinan syarat nya sudah mengalami akil baligh.” Jelas Merilu.
Karena lanjut Merilu, di Kabupaten Banjar masih banyak kasus pernikahan dibawah umur untuk itu pihaknya juga melakukan berbagai upaya untuk mencegah/menekan angka pernikahan anak tersebut.
“Kami tentunya juga berusaha agar menekan angka kasus pernikahan dibawah umur, dengan mengadakan sosialisasi pendewasaan usia perkawinan, sosialisasi kesehatan reproduksi remaja, ada kegiatan pembinaan keluarga melalui Bina Keluarga Remaja, menciptakan generasi berencana melalui pusat informasi dan Konseling remaja baik melalui jalur pendidikan atau masyarakat, melaksanakan kegiatan Pusat Pembelajaran Keluarga dan kami juga bekerja sama dengan Pengadilan Agama,” bebernya.
Dikatakan Merilu, Jika kasus pernikahan dibawah umur ini masih saja marak, maka akan memicu masalah baru terjadi.
“Banyak resiko yang terjadi jika dibiarkan, dari meningkatnya kasus stunting, keguguran, kematian ibu dan bayi hingga masalah kesehatan lainnya terutama bagi perempuan, jadi saya berharap sekali khususnya di Kabupaten Banjar kasus ini dapat dicegah/ ditekan seiring dengan pemahaman masyarakat terhadap batas usia perkawinan. Lalu sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang perkawinan anak dan resikonya lebih ditingkatkan. Pengetahuan terkait reproduksi dan tak kalah pentingnya peran orang tua dalam pola asuh anak. yang baik Bersinergi dan bekerjasama antara Dinas Sosial P3AP2KB dengan SKPD terkait, kemenag, pengadilan agama dan stakeholder untuk bersama – sama mencegah/menekan angka perkawinan anak di Kabupaten Banjar,” Harap Merilu.
Sebenar nya jika dilihat dari UU perkawinan nomor 16 tahun 2019 bahwa usia laki – laki dan perempuan untuk boleh menikah yaitu saat berusia 19 tahun.
Sementara itu, terkait masalah pernikahan dibawah umur ini juga mengundang perhatian dari pemuka agama seperti Ustadzah Mariya Ulfah Sekretaris Hidmat Muslimat Kabupaten Banjar (Himpunan Daiyah & Majlis Ta’lim).
“Menikah muda dalam hukum Fiqh diperbolehkan, tapi untuk hukum positif di Indonesia, tentunya sudah ada batas minimal usia perkawinan yang diperbolehkan. Karena kita hidup di Indonesia jadi sebaiknya kita juga harus taat pada peraturan tersebut,” Tutur Ustadzah Mariya.