Dalam beberapa bulan terakhir, harga gas elpiji 3 kilogram atau yang sering kali disebut gas melon mengalami kenaikan harga yang cukup drastis, di tingkat eceran sendiri kini mencapai hingga Rp.55.000.
Dengan harga yang seperti itu, tentunya sangat jauh berbeda dengan harga sesuai keputusan Gubernur Kalimantan Selatan No 188.44/0385/KUM/2022 yang dimana harga di pangkalan hanya berkisar Rp.18.500/tabungnya.
Dengan hal tersebut, tentunya menuai keluhan para pengguna gas melon, seperti Ratna, seorang warga komplek Benawa Raya, Guntung Manggis, Landasan Ulin, Banjarbaru, ia mengatakan jika gas melon harganya mahal dan ia juga kesulitan mendapatkan gas melon ini.
“Harganya itu sudah mahal, susah juga didapat, jadi kadang beli gas melon dapatnya jauh dari komplek,” ungkapnya.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Banjarbaru, Emi Lasari mengatakan, Banjarbaru memiliki kartu kendali, seharusnya gas elpiji 3 kg ini bisa untuk di kontrol.
“Seharusnya Banjarbaru lebih mudah untuk dikontrol, karena di Banjarbaru sendiri memiliki kartu kendali yang dibagikan kepada warga,” ujarnya.
Lebih lanjut, Emi mengatakan, hanya saja kartu kendali ini memiliki kelemahan, dimana kartu ini dibagi untuk masyarakat miskin tidak untuk pelaku UMKM kecil.
“Selain masyarakat tidak mampu, seharusnya kartu kendali ini diberikan juga kepada pelaku usaha kecil, karena sebenarnya pengguna gas melon ini bukan hanya masyarakat tidak mampu, pelaku usaha kecil juga menggunakan, seperti penjual gorengan, pentol, siomay, mereka memakai juga,” tuturnya.
Dari persoalan ini, lanjut Emi, dirinya merasa belum jelas langkah dari pemerintah kota, apakah kartu kendali akan ditambah.
“Ini yang saya pikir belum ada kejelasan dari pemerintah, apakah akan ditambah kartu kendali dan diberikan kepada pelaku usaha kecil dan UMKM, karena hal seperti ini sangat penting untuk diperhatikan,” tegasnya.
Tidak lupa, Anggota Dewan ini menegaskan agar di pangkalan harus diperketat pengawasannya oleh pihak-pihak terkait, agar tidak mengakibatkan harga has yang beragam.
“Di Setiap pangkalan harus dikontrol, dari kuota gas 3 kg yang diberikan pertamina berapa, kartu kendali itu berapa, jangan sampai malah banyak didominasi oknum-oknum yang menjual bebas ke warung, dan akhirnya membuat harga gas naik dengan beragam harga,” tegasnya.
Ia juga mempertanyakan pola pengawasan Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Banjarbaru terkait kebutuhan gas 3 kg masyarakat pemilik kartu kendali agar benar-benar mendapatkan haknya.
“Lalu, apakah Disdag juga bisa mengecek, misalnya 1 pangkalan melayani 500 orang, apakah kemudian 500 orang pemilik kartu kendali itu semuanya dapat gas 3 kg, jadi pola disini itu seperti apa?, ini yang harusnya jadi PR Disdag,” ucapnya.
Selain itu, Emi juga menyinggung soal bagaimana pengawasan yang dilakukan Pertamina agar tidak ada permainan oleh pangkalan gas 3 kg, yang mana hal inilah mengakibatkan harga tidak terkendali.
“Untuk Pertamina, lalu bagaimana pola pengawasannya, sehingga bisa memastikan, bahwa pangkalan tersebut tidak memainkan kuota gas 3 kg dengan menjual keluar (warung), yang mana itulah menyebabkan harga tidak terkendali,” tuturnya.
Saat dikonfirmasi perihal ini ke Kepala Dinas Perdagangan (Kadisdag) Kota Banjarbaru, Abdul Basid mengatakan, permasalahan melambungnya harga gas 3 kg ini tidak hanya terjadi di Kota Banjarbaru saja.
“Untuk di Banjarbaru, kita kerjasama dengan Pertamina (agen dan pangkalan) melaksanakan pendistribusian secara tertutup dalam program Kartu Kendali,” ujarnya.
Ia pun mengatakan, saat ini pihaknya sedang melaksanakan evaluasi di setiap kelurahan.
Terkait penyebab melambungnya harga gas 3 kg, ia mengatakan kemungkinan diantaranya karena gas non subsidi saat ini juga harganya turut naik.
“Mungkin ada beberapa sebab, diantaranya harga Gas Non Subsidi yang naik, sehingga mungkin ada masyarakat yang berpindah menggunakan gas subsidi,” pungkasnya.