KUKAR. Polres Kutai Kartanegara (Kukar), melakukan penertiban terhadap kegiatan masyarakat yang diklaim sebagai adat Dayak Botor Buyang di Kilometer 4 Kecamatan Loa Janan, kabupaten setempat.
Dalam keterangannya Kapolres Kukar AKBP Heri Rusyaman di Kukar mengatakan, penertiban dilakukan setelah melakukan audiensi dan koordinasi dengan tokoh-tokoh adat Dayak di Kukar, yang menegaskan bahwa kegiatan tersebut bukan bagian dari adat Dayak, melainkan diduga sebagai arena perjudian.
“Kami menghormati dan menjunjung tinggi adat istiadat yang ada di Kukar, tetapi jika ada kegiatan masyarakat yang melanggar hukum dan berujung pada tindak pidana, kami tidak akan tinggal diam. Kami akan memberikan pemahaman dan penindakan sesuai dengan aturan yang berlaku,” ujarnya.
Heri melanjutkan, pihaknya telah memberikan peringatan kepada masyarakat yang terlibat dalam kegiatan tersebut agar tidak mengulangi perbuatannya. Ia juga mengimbau kepada masyarakat lainnya untuk tidak terprovokasi oleh berita yang beredar di media sosial.
“Kami berharap masyarakat tersebut dapat memahami apa yang kami lakukan ini demi kebaikan dan kemajuan bersama. Kami juga mengajak masyarakat untuk bersama-sama menjaga situasi kamtibmas yang kondusif di wilayah Kukar,” tutur Heri.
Wakil Kepala Adat Lembaga adat Tunjung, Benuaq, dan Bentian Kalimantan Timur Dedy S.Aji Tulur Jejangat mengklarifikasi bahwa Botor Buyang adalah salah satu rangkaian tradisional dalam upacara adat orang Dayak Tunjung Benuaq yang sudah diwariskan secara turun-temurun.
Bagi kami, Botor Buyang adalah bagian dari agama kepercayaan kami yang diatur oleh hukum adat kami. Hukum adat kami itu berdasarkan Permendagri nomor 52 tahun 2014 tentang pedoman pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat,” ungkap Dedy.
Dedy menambahkan bahwa kegiatan upacara adat beserta rangkaiannya, termasuk Botor Buyang, sudah mendapat rekomendasi dari pihak-pihak terkait, seperti RT, Lurah, Camat, Dinas Kebudayaan, dan Kesbangpol.
Jadi, tambahnya, Botor Buyang itu sah dan bukan judi, karena sudah sesuai dengan prosedur perizinan dan hukum adat kami. Botor Buyang itu adalah bahasa kami yang tidak bisa diganti.
“Kalau ada yang menyebutnya dadu atau sabung ayam, itu salah, karena itu bukan bahasa kami,” tegas Dedy.
Dedy menyesalkan adanya oknum yang tidak bertanggung jawab yang menyebarkan informasi palsu tentang Botor Buyang sebagai judi. Ia berharap masyarakat dapat memahami dan menghormati kebudayaan dan kepercayaan orang Dayak.
“Kami menghargai keberagaman budaya Nusantara, dan kami juga ingin dihargai. Kami tidak ingin ada diskriminasi atau pelecehan terhadap adat istiadat kami. Kami berharap ada toleransi dan saling menghormati antara sesama anak bangsa,” terangnya.
Dirinya pun menegaskan, bahwa banyak perjudian yang ilegal masih berdiri sampai saat ini. Namun nyatanya hal tersebut urung ikut ditertibkan oleh aparat berwajib. “Kalau mau ditertibkan, tertibkan juga yang ilegal itu ada mereka tahu dan ini harusnya adil karena kami ini melestarikan adat kami, ” tutupnya.