BANJAR,- Penutupan Jalan Hauling sejak 27 November 2021 tepatnya di jalan Underpass di KM 101, dan berujung pemasangan Police Line oleh Polda Kalsel hingga menyebabkan ratusan sopir Angkutan Batu Bara kehilangan mata pencahariannya mulai disoroti Advokat Kalimantan Selatan, Supiansyah Darham.
Supiansyah meminta kepada pihak Polda Kalsel agar dapat melihat persoalan dengan lebih bijaksana.
“Karena tindakan itu menyebabkan masyarakat tidak bisa bekerja, sedangkan mereka butuh makan,” Ungkapnya.
Menurutnya juga, terjadinya penutupan jalan hauling yang menyebabkan ratusan pekerja, khususnya para sopir tidak dapat melakukan aktivitas angkutan batu bara seperti biasa, dan berujung pada para sopir dan keluarga kehilangan pendapatan untuk dapat memenuhi kebutuhan keluarga.
“Silakan pihak perusahaan AGM (PT Antang Gunung Meratus) dan TCT (PT. Tapin Coal Terminal) bersengketa, diselesaikan di Pengadilan Negeri (PN) Tapin. Tapi jangan lupa, perhatikan nasib para sopir. Saya berharap pihak kepolisian dapat melihat persoalan ini lebih bijaksana, agar dapat membuka police line. Kasihan para sopir, mereka semua dan keluarga butuh makan,” kata Supiansyah Rabu, (15/12/20210).
Ditambahkannya, kronologis permasalahan antara PT. AGM dan PT. TCT berawal pada Maret 2010, PT.Anugerah Tapin Persada (ATP) telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, diwakili Kurator membuat Perjanjian Kerjasama Penggunaan Tanah antara AGM dan ATP (Perjanjian 2010). Kemudian, inti dalam perjanjian tersebut adalah tukar-pakai tanah antara kedua belah pihak, sehingga ATP bisa memakai bidang tanah AGM seluas 1.824 meter persegi yang terletak di sebelah Timur Underpass Km 101 untuk jalan hauling ATP. Sehingga, PT. AGM bisa pakai bidang tanah ATP dengan luas yang sama di sebelah Barat Underpass Km 101 untuk jalan hauling AGM. (kedua bidang tanah disebut Objek Perjanjian).
Di dalam perjanjian ada pasal-pasal yang menyebutkan bahwa ; Perjanjian berlaku sepanjang tanah yang ditukar-pakai masih digunakan untuk jalan hauling. Perjanjian tidak berakhir dengan berpindahnya kepemilikan tanah. Perjanjian juga berlaku mengikat kepada para pihak penerus atau pengganti dari pihak yang membuat perjanjian.
Kemudian, tahun 2010 Kurator melelang aset dan proyek ATP dan dibeli PT. Bara Multi Pratama (BMP) sebagai pemenang lelang. Setelah itu BMP langsung menjualnya kembali kepada PT. Tapin Coal Terminal (TCT).
“Sejak itu, TCT yang mengelola aset dan proyek pelabuhan dan jalan hauling ATP dengan menggunakan tanah tukar-pakai sesuai Perjanjian 2010 dan AGM menggunakan dan merawat tanah ATP yang telah digantikan TCT untuk jalan hauling AGM,” Paparnya.
Selepasnya, timbul permasalahan antara PT. AGM dan PT. TCT
“Sejak itu, TCT yang mengelola aset dan proyek pelabuhan dan jalan hauling ATP dengan menggunakan tanah tukar-pakai sesuai Perjanjian 2010 dan AGM menggunakan dan merawat tanah ATP yang telah digantikan TCT untuk jalan hauling AGM,” Bebernya.
Lanjutnya kembali, timbul permasalahan antara PT. AGM dan PT. TCT. Pada 8 Oktober 2021, jalan hauling AGM ditutup di atas tanah Objek Perjanjian sebelah Barat Underpass Km 101 dengan menggunakan spanduk bertuliskan kurang lebih “Tanah ini berdasarkan SPPF milik Suparmin No. 140 tahun 2021 dikuasakan kepada M.A. Wibisono, dilarang masuk atau melintas”. Kemudian spanduk dipindahkan pihak AGM dan kejadian tersebut dilaporkan AGM kepada Polres Tapin dengan dasar dugaan pelanggaran Pasal 162 UU Minerba tentang gangguan usaha terhadap usaha pertambangan yang sah.
Selain itu, pada 13 Oktober 2021, tanah Objek Perjanjian tersebut kembali ditutup oleh Wibisono (pihak TCT) menggunakan 1 unit LV dan 1 unit DT. Jalan berhasil dibuka karena desakan masyarakat kontraktor hauling dan barging kepada TCT untuk membuka jalan dengan mediasi Polres Tapin.
Berikutnya, 27 Oktober 2021, tanah Objek Perjanjian kembali ditutup pihak TCT menggunakan 1 unit water truck yang menyerong di jalan. Kemudian pihak AGM mengubah arah water truck dengan itikad baik agar jalan bisa kembali dilalui hauling kontraktor. TCT sempat berkirim surat kepada AGM yang mengatakan bahwa TCT sebagai pemilik tanah Objek Perjanjian di sebelah Barat underpass Km.101 dan TCT merasa tidak terikat pada Perjanjian 2010. Kemudian AGM membalas surat tersebut dengan mengatakan bahwa AGM mempunyai hak untuk menggunakan tanah tersebut berdasarkan Perjanjian 2010.
Sementara itu, masih menurut Supiansyah, masalah penutupan jalan hauling AGM di atas kemudian dilimpahkan dari Polres Tapin ke Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Kalsel dan saat ini masih berjalan. Pada 29 Oktober 2021, TCT melaporkan AGM ke Direktorat Kriminal Umum (Ditkrimum) Polda Kalsel dengan dasar dugaan pelanggaran pengrusakan water truck (Pasal 406 KUH Pidana) dan masuk pekarangan (tanah Objek Perjanjian) (Pasal 167 KKUH Pidana).
“Lantas 24 November 2021, Ditreskrimum Polda Kalsel mengadakan rapat mediasi bagi AGM dan TCT di kantor Ditreskrimum. Dalam rapat tersebut, TCT mengajukan beberapa permintaan, antara lain permintaan fee yang tidak dapat diterima AGM,” tuturnya.
Hal tersebut tidak menemukan kesepakatan. Tetapi kedua belah pihak sepakat untuk bertemu kembali pada Rabu 1 Desember 2021 untuk berunding.
Diduga, TCT bergerak sepihak, sedangkan proses hukum sedang berjalan, usaha-usaha mediasi masih dilakukan.
“Jika TCT mengajukan permintaan yang wajar dengan nilai normal di dalam mediasi, maka kesepakatan untuk penyelesaian masalah dapat tercapai,” Pungkasnya.
Diketahui, Pada 24 November 2021, setelah rapat mediasi yang tidak membuahkan kesepakatan, AGM secara resmi menggugat perdata terhadap TCT di Pengadilan Negeri Tapin, dengan tujuan agar Pengadilan memutuskan bahwa:
Perjanjian 2010 dinyatakan sah dan masih berlaku. Perjanjian 2010 dinyatakan mengikat terhadap TCT dan TCT harus tunduk pada Perjanjian 2010. PT. AGM berhak menggunakan tanah Objek Perjanjian untuk jalan hauling. Kemudian, 25 November 2021, AGM mengirim surat ke Kapolda Kalsel untuk memohon agar
Polda tidak melanjutkan penyelidikan atas laporan polisi TCT terhadap AGM sampai adanya putusan Pengadilan Negeri Tapin yang berkekuatan hukum tetap, karena yang menyatakan berhak atau tidaknya AGM menggunakan tanah Objek Perjanjian adalah pengadilan perdata.
Selain itu, memohon Polda melalui Direktorat Pengamanan Objek Vital (Pamobvit) membantu menjaga keamanan dan keberlangsungan operasional AGM sebagai Objek Vital Nasional.
Dengan serangkaian persoalan itu, Supiansyah Darham menyampaikan, dalam Pasal 162 UU Minerba No. 3 Tahun 2020 berbunyi, bahwa masyarakat yang mencoba mengganggu aktivitas pertambangan dalam bentuk apapun bisa dilaporkan balik oleh perusahaan dan dijatuhi pidana, bahkan denda hingga sebesar Rp100 juta.
Sedangkan dalam Pasal 406 (I) ditetapkan bahwa: “Barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hak membinasakan, merusak, membuat hingga tidak dapat dipakai lagi atau menghilangkan sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya kepunyaan orang lain, dihukum penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan,” jelas Supi.
Sebagaimana berita sebelumnya, ratusan sopir truk dan kaum ibu menuntut dibukanya police line di Km 101 Kecamatan Tatakan Kabupaten Tapin, Senin (13/12/2021).