SAMARINDA. Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus (Tipidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim telah menetapkan kembali satu orang tersangka atas nama Nurhadi Jamaluddin dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi.
Yang melibatkan pengelolaan keuangan pada Perusahaan Daerah (Perusda) Pertambangan Bara Kaltim Sejahtera (BKS) untuk periode tahun 2017 hingga 2020, pada Kamis (4/1) siang.
Kasi Penkum pada Asisten Intelijen Kejati Kaltim Toni Yuswanto menjelaskan, bahwa penetapan tersangka terhadap Nurhadi Jamaluddin dilakukan setelah tim penyidik berhasil memperoleh sekurang-kurangnya, dua alat bukti yang cukup yang menunjukkan keterlibatannya dalam perkara ini.
“Dengan demikian, penetapan Nurhadi Jamaluddin menjadi tersangka kedua, setelah sebelumnya penyidik menetapkan Idaman Ginting Suka sebagai tersangka dalam kasus yang sama,” ujarnya pada awak media.
Idaman Ginting Suka (IGS) merupakan mantan Direktur Perusda PT BKS, namun untuk IGS tidak dilakukan penahanan karena yang bersangkutan dalam keadaan sakir. Dan untuk langkah selanjutnya, tim penyidik melakukan penahanan terhadap Nurhadi Jamaluddin dengan jenis penahanan rumah tahanan (rutan) selama 20 hari ke depan.
“Penahanan ini diambil dengan pertimbangan pasal yang disangkakan terhadap tersangka mengancam pidana lima tahun atau lebih, serta adanya kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana,” tegasnya.
Kasus ini bermula dari kerjasama jual beli batu bara yang dilakukan Perusda BKS dengan lima perusahaan swasta pada kurun waktu 2017 hingga 2019. Kerjasama tersebut mencatatkan total dana sebesar Rp. 25.884.551.338,00.
“Jadi transaksi ini dilakukan tanpa melalui tahapan atau mekanisme yang diatur dalam perundang-undangan,” jelasnya.
Seperti tanpa persetujuan Badan Pengawas dan Gubernur selaku KPM. Selain itu, kerjasama ini juga dilakukan tanpa adanya proposal, studi kelayakan, rencana bisnis pihak ketiga, dan manajemen risiko pihak ketiga.
Akibatnya, kerjasama jual beli batu bara tersebut gagal dan menimbulkan kerugian negara sebesar Rp. 21.202.001.888,00, sebagaimana tercatat dalam laporan hasil perhitungan kerugian keuangan negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kaltim.
Dan perlu diketahui bahwa penahanan tersangka ini hanya satu dari lima perusahaan yang terlibat. “Artinya kasus ini masih dalam tahap pengembangan penyidikan dan bisa saja bertambah untuk tersangkanya,” pungkasnya.