Banjarbaru – Tim Hukum Hanyar (Haram Manyarah) Banjarbaru, resmi melaporkan Bawaslu Banjarbaru ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Laporan itu disampaikan pada Senin (5/5/25), dan teregistrasi dengan nomor aduan 148/02-5/SET-02/V/2025.
Bawaslu Banjarbaru dilaporkan sebab diduga kuat, mengkriminalisasi pengurus Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI).
Tim Hukum Hanyar menilai bahwa, Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Banjarbaru yang diselenggarakan pada 19 April 2025, telah dicemari dengan tindakan Para Terlapor yaitu Bawaslu Banjarbaru, yang sangat amat menyimpang dari Kode Etik Penyelenggara Pemilu.
Ketua Tim Banjarbaru Hanyar, Muhammad Pazri mengatakan, para Terlapor yang seyogyanya memegang teguh prinsip integritas, kemandirian, kepastian hukum, adil, profesional, dan kepentingan umum dalam PSU Pemilukada Banjarbaru.
“Termasuk di dalamnya menangani dugaan pelanggaran, justru telah melanggar dengan perilaku yang diduga kuat bertentangan dengan Kode Etik Penyelenggara Pemilu,” Ujarnya, Selasa (6/5/25).
Adapun secara garis besar, terdapat 3 (tiga) poin aduan yang diajukan oleh Para Pelapor terhadap Ketua dan Anggota Bawaslu Banjarbaru, yakni:
- Bawaslu Banjarbaru Diduga Kuat Mengkriminalisasi Pengurus LPRI,
dugaan kriminalisasi ini bermula dari adanya surat panggilan yang dilayangkan oleh Bawaslu Banjarbaru terhadap Syarifah Hayana selaku Pengurus LPRI untuk memberikan klarfikasi, terkait adanya Laporan Nomor 002/Reg/LP/PW/Kota/22.02/IV/2025 (Laporan 002/2025).
Anehnya, dalam surat panggilan tidak memuat gambaran dan/atau substansi laporan terkait. Akibatnya, Syarifah Hayana tidak tahu-menahu keterangan dan/atau klarifikasi apa yang perlu dijelaskan kepada Para Terlapor.
Belum lagi, pada saat proses klarifikasi berlangsung, Syarifah Hayana merasa tertekan, sebab adanya kehadiran aparat kepolisian seperti personel Polda Kalsel, Polres Banjarbaru, dan Bawaslu Kalsel yang sebenarnya tidak memiliki kepentingan dan kewenangan apapun dalam proses klarifikasi.
- Bawaslu Banjarbaru ditengarai tidak netral, membela kepentingan pribadi Said Subari,
untuk diketahui, Said Subari merupakan Ketua Partai demokrat Banjarbaru yang mengusung Pasangan Calon Nomor Urut 01, Hj. Erna Lisa Halaby – Wartono (Paslon Nomor 1).
Ketidaknetralan yang jelas-jelas diperlihatkan oleh Bawaslu Banjarbaru adalah, mempersilahkan Said Subari untuk bersama-sama berdampingan dengan Bawaslu Banjarbaru, mengantarkan berkas Laporan 002/2025 ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Banjarbaru.
Pazri menuturkan, pemberitaan semacam ini, tidak hanya satu atau dua yang ditemukan di media, melainkan ada beberapa yang menyebutkan hal serupa.
“Ini juga yang kemudian disampaikan menjadi bukti ke DKPP oleh Tim Hukum Hanyar,” Ucapnya.
- Tujuan Bawaslu Banjarbaru diduga keras untuk mencekal lermohonan sengketa hasil PSU LPRI di Mahkamah Konstitusi.
“Dari serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Bawaslu Banjarbaru di atas, sebenarnya memiliki maksud dan niat yang kuat, yaitu ingin mencekal LPRI dalam proses sengketa hasil Pemilukada di Mahkamah Konstitusi,” Kata Pazri.
Para Terlapor bukan hanya melimpahkan Laporan 002/2025 ke Polres Banjarbaru yang dikategorikan sebagai laporan dugaan pelanggaran pidana, tetapi juga melimpahkan laporan 002/2025 ke KPU Kalsel, yang dikategorikan sebagai dugaan pelanggaran administrasi.
Pazri menjelaskan, dengan diteruskannya laporan kepada KPU Kalsel, maka terdapat potensi sanksi administrasi berupa pencabutan Akreditasi Pemantau yang dipegang oleh LPRI.
“Apabila skenario ini dibiarkan dan pencabutan akreditasi pemantau benar benar dicabut, maka secara mutatis mutandis akan melemahkan legal standing LPRI di Mahkamah Konstitusi,” Tuntasnya.
Dalam laporannya, Tim Hukum Hanyar sangat berharap kepada Yang Mulia Majelis DKPP agar tidak hanya melihat PSU Pemilukada Banjarbaru dari sudut pandang legalistik yang kaku, namun lebih jauh dan lebih luas sehingga dapat menjangkau konteks prinsip penyelenggaraan Pemilu Luber dan Jurdil.