Banjarmasin – Gelombang perlawanan terhadap aktivitas truk batubara yang melintas di jalan umum semakin meluas. Warga dari lima kabupaten di Kalimantan Selatan menyatakan akan menggelar aksi besar-besaran di depan Gedung DPRD Provinsi Kalimantan Selatan pada Kamis, 17 April 2025.
Ribuan massa dari Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Balangan, dan Tabalong direncanakan turun ke jalan. Mereka menuntut penghentian penggunaan jalan nasional dan kabupaten sebagai jalur hauling angkutan batubara, yang dinilai telah merusak infrastruktur dan mengancam keselamatan warga.
Koordinator aksi, Aliansyah—dikenal luas sebagai “Raja Demo”—mengungkapkan bahwa masyarakat selama ini menjadi korban langsung dari praktik hauling ilegal. Jalan yang awalnya layak pakai kini berubah menjadi kubangan rusak dan berbahaya.
“Banyak warga menjadi korban kecelakaan akibat kondisi jalan yang hancur dan truk-truk tambang yang melaju tanpa kendali. Ini bukan lagi soal kerugian materi, tapi soal nyawa,” ujarnya, Senin (14/4/2025) via whatsapp.
Selain kerusakan jalan, dampak kesehatan akibat debu batubara juga menjadi sorotan. Aliansyah menuding pemerintah gagal melindungi hak dasar warga untuk memperoleh lingkungan yang aman dan layak.
“Warga bukan menolak tambang. Tapi jangan jadikan jalan umum sebagai jalur tambang. Pemerintah tak boleh tutup mata. Sudah terlalu lama dibiarkan,” tegasnya.
Aksi ini akan membawa empat tuntutan utama:
- Penghentian total penggunaan jalan umum oleh truk tambang,
- Pembangunan jalur hauling khusus,
- Tanggung jawab atas kerusakan jalan dan dampak kesehatan masyarakat,
- Penindakan terhadap perusahaan tambang yang melanggar regulasi.
Massa juga mengecam upaya pihak tertentu yang berusaha mencabut Perda Kalsel Nomor 3 Tahun 2012—aturan yang secara tegas melarang truk hasil tambang dan perkebunan besar melintasi jalan umum.
“Perda itu satu-satunya perlindungan hukum rakyat. Jika dicabut, maka tak ada lagi benteng yang bisa diandalkan,” kata Aliansyah.
Fakta di lapangan menunjukkan, pelanggaran terhadap perda tersebut terus terjadi. Namun, hingga kini, belum ada penindakan nyata dari pemerintah maupun aparat penegak hukum. Truk-truk batubara tetap melaju di jalur publik, sementara masyarakat terus menanggung beban.
Aksi yang akan digelar ini tidak hanya melibatkan warga biasa, tetapi juga tokoh adat, mahasiswa, pemuda, dan aktivis lingkungan. Mereka menegaskan, aksi akan berlangsung damai, tetapi dengan tekanan kuat agar tuntutan tak lagi diabaikan.
“Pemerintah wajib berpihak pada rakyat, bukan tunduk pada kepentingan korporasi. Ini soal keadilan, keselamatan, dan martabat masyarakat,” tutup Aliansyah.