SAMARINDA. Akhir tahun 2024 menjadi momen evaluasi yang mengejutkan bagi Kalimantan Timur. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) mencapai angka fantastis, lebih dari Rp6 triliun. Bukan hanya angka, jumlah ini mencerminkan tantangan besar dalam pengelolaan keuangan daerah. Di tengah ekspektasi masyarakat akan pembangunan, dana sebesar itu justru mengendap, tak tersentuh.
Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud, mengungkapkan bahwa fenomena ini menunjukkan kelemahan mendasar dalam perencanaan anggaran.
“Jika Silpa besar, itu artinya kita belum bisa mengelola keuangan dengan baik,” ujar Hasanuddin.
Menurutnya, kurang optimalnya perencanaan program kerja jangka panjang dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) menjadi salah satu penyebab utama. Hasanuddin menyebut, ada indikasi bahwa kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) belum maksimal.
Banyak program yang seharusnya terealisasi, mandek di tengah jalan. Hal ini, lanjutnya, perlu menjadi perhatian serius pemerintah daerah untuk memperbaiki sistem dan kinerja birokrasi.
“Pemerintah belum memaksimalkan kinerja SKPD. Jika ini terus dibiarkan, maka anggaran yang seharusnya untuk kesejahteraan rakyat justru menjadi angka-angka tak bermakna,” katanya.
Hasanuddin juga menekankan pentingnya pengawasan dan evaluasi yang menyeluruh terhadap program-program yang telah direncanakan.
Namun, persoalan ini bukan hanya soal birokrasi. Hasanuddin mengingatkan, Silpa besar juga mencerminkan rendahnya keterlibatan masyarakat dalam proses penyusunan dan pengawasan anggaran. Ia mengajak semua pihak, dari masyarakat hingga legislator, untuk lebih proaktif mengawal kebijakan anggaran daerah.
“Kami di DPRD ingin memastikan bahwa semua yang telah dialokasikan di APBD benar-benar terealisasi,” tegasnya.
Hasanuddin berharap, kepemimpinan Gubernur Kaltim periode 2025-2030 mampu menjawab tantangan ini dengan langkah strategis yang lebih terarah. Dengan kekuatan fiskal Kaltim yang mencapai lebih dari Rp20 triliun sepanjang tahun, peluang besar untuk membawa kesejahteraan nyata bagi masyarakat tak boleh disia-siakan.
“Seharusnya, dana besar ini bisa memberikan dampak positif yang lebih luas. Sayangnya, ketidaktuntasan dalam pelaksanaan program menjadi kendala utama. Kami ingin keuangan daerah benar-benar dikelola dengan akuntabilitas tinggi demi pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat,” pungkas Hasanuddin.
Angka Silpa yang mencengangkan bukan hanya statistik, tetapi refleksi dari tantangan sekaligus peluang besar. Kini, semua mata tertuju pada bagaimana Kaltim akan memperbaiki langkahnya agar tidak sekadar menjadi provinsi kaya, tetapi juga maju dan sejahtera.