Kompleks Makam Daeng Fatimah Daeng Abasa binti Sultan Hasanuddin di Pulau Temajo, Kecamatan Sungai Kunyit, mendadak viral di media sosial beberapa hari terakhir.
Itu setelah pihak yang mengaku sebagai pemilik tanah
kompleks pemakaman leluhur Mempawah itu, memasang
plang peringatan yang isinya tidak memperbolehkan satu
pihak pun untuk melakukan aktivitas atau memasuki
kawasan itu.
“PERHATIAN. Tanah ini bersertikat Hak Milik. Barangsiapa
bukan haknya memasuki/mendirikan bangunan/atau
melakukan kegiatan apapun juga di atas tanah tersebut,
adalah perbuatan melawan hukum (Pasal 385 Ancaman 4
Tahun Penjara). Tertanda, Pemilik Tanah”.
Kontan, adanya “pemagaran” kawasan yang dianggap
sebagai salah satu situs sejarah di Kabupaten Mempawah ini,
menuai kecaman dan juga kekhawatiran banyak pihak,
termasuk juga dari para tokoh adat.
Ketua DPD Persatuan Forum Komunikasi Pemuda Melayu
(PFKPM) Kabupaten Mempawah, sekaligus sebagai Panglima
Laskar Opu Daeng Menambon Kalimantan Barat, Husnie
Thamrien, mengaku telah mendapat telepon dari Raja Gowa,
Yang Mulia Andi Kumala Ijo, Jumat (21/5/2021) pukul 09.30
WIB tadi pagi.
Dan tidak saja Husni Thamrien, dua tokoh adat Mempawah
lainnya, yakni Pangeran Pemangku Adat Istana
Amantubillah, Yang Mulia Pangeran Gusti Zulkarnaen dan
Pangeran Gusti Iwa Surya Negara, turut ditelepon Raja Gowa.
“Adanya kekhawatiran bakal hilangnya kelestarian situs
sejarah Makam Daeng Fatimah Daeng Abasa binti Sultan
Hasanuddin, ternyata disikapi sangat serius oleh para
penerus Kerajaan Gowa, Makassar, Sulawesi Selatan,”
katanya.
Menurut Haji Thamrien, viralnya kabar soal adanya
“pemagaran” makam oleh pihak yang mengaku sebagai
pemilik tanah, telah sampai ke Kerajaan Gowa.
Raja Gowa, YM Andi Kumala Ijo, adalah cucu dari Sultan
Hasanuddin yang merupakan salah seorang penerus Daeng
Fatimah Daeng Abasa.
Karena itu, Raja Gowa secara khusus memohon bantuan dari
para tokoh adat dan seluruh masyarakat untuk tetap
mempertahankan makam tersebut, mengingat jasa-jasa sang
panglima kepada Mempawah.
Thamrien mengucapkan terima kasih kepada
masyarakat, yang telah menginformasikan di media sosial
soal ancaman kelestarian makam leluhur Mempawah
tersebut.
Dan Thamrien mengaku, pihaknya bersama para tokoh adat
Mempawah akan menelusuri kebenaran berita ini dengan
cara membentuk tim untuk turun melakukan pengecekan.
“Sejak kita belum lahir, bahkan ketika Kerajaan Mempawah
masih berdiri, makam Daeng Fatimah Daeng Abasa binti
Sultan Hasanuddin ini telah menjadi situs sejarah. Saya
tegaskan, beliau ini adalah panglima Opu Daeng
Menambon!” ungkapnya.
Tugasnya ketika itu, adalah menjaga kedaulatan Kerajaan
Mempawah, khususnya di kawasan laut dan bertempat
tinggal di Pulau Temajo.
Ia merantau dari Kerajaan Gowa untuk membantu Opu Daeng
Menambon yang menjadi Raja Mempawah, artinya ungkap Thamrin, tidak boleh sembarangan orang mensertifikatkan sebuah tempat yang menjadi situs sejarah.
Setiap kegiatan robo’- robo’, banyak masyarakat Mempawah
yang berziarah di sana, termasuk dari PFKPM dan Laskar Opu
Daeng Menambon.
“Untuk itu, masyarakat Mempawah diminta tetap tenang,
menahan diri dan percayakan penyelesaian masalah ini
kepada kami. Kami akan telusuri dan berdiskusi dengan
semua pihak berkompeten agar persoalan ini dapat
dituntaskan,” imbuh dia.
Andai tanah di kawasan situs sejarah itu memiliki sertikat,
maka pihaknya juga akan berkomunikasi dengan Kantor
Pertanahan / BPN Mempawah.
“Persoalan ini memang harus cepat diselesaikan. Sebab apa
yang telah terjadi, bisa melukai perasaan seluruh masyarakat
Kabupaten Mempawah yang sangat menghormati
keberadaan Makam Daeng Fatimah Daeng Abasa,” pungkas
Husni Thamrien.
sumber : suarakalbar.co.id