Banjarmasin – Puluhan dosen yang tergabung dalam Aliansi Dosen ASN Kemendikbudristek Saintek Seluruh Indonesia (ADAKSI) Korwil Kalimantan Selatan menggelar aksi unjuk rasa pada Senin (03/02/2025), menuntut pencairan tunjangan kinerja (Tukin) yang tertunda sejak 2020. Mereka membentangkan spanduk bertuliskan “JANGAN KOLER BAYAR HUTANG TUNJANGAN KINERJA UNTUK DOSEN 2020-2025” di depan gedung General Building Kampus Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin.
Aksi ini diikuti oleh dosen dari berbagai perguruan tinggi di Kalimantan Selatan, termasuk Politeknik Negeri Banjarmasin (Poliban), Universitas Lambung Mangkurat (ULM), dan Politeknik Negeri Tanah Laut (Politala). Kehadiran mereka menjadi bentuk protes terhadap pemerintah yang dianggap lalai dalam memenuhi hak dosen selama empat tahun terakhir.
Tukin sendiri telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 49 Tahun 2020 tentang Ketentuan Teknis Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Kinerja Pegawai.
Disamping itu, pada Oktober 2024, di akhir masa jabatan Menteri Nadiem Makarim, terbit Kepmendikbudristek Nomor 447/P/2024 yang seharusnya menjadi dasar pencairan Tukin pada Januari 2025. Namun, hingga kini, anggaran untuk pembayaran tersebut masih belum jelas.
“Kami menuntut rapelan Tukin yang belum dibayarkan sejak 2020 hingga 2024,” tegas Koordinator ADAKSI ULM, Juliyatin Putri Utami.
ADAKSI juga menyoroti perlunya kesetaraan dalam pembayaran Tukin. “Kami ingin Tukin for All!” seru Juliyatin, menegaskan bahwa pemerintah harus memberikan keadilan dalam pembayaran tunjangan ini tanpa membedakan satuan kerja (Satker), Badan Layanan Umum (BLU), maupun Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH).
Disampaikannya, bahwa tidak boleh ada ketimpangan antara Tukin dan sertifikasi dosen (Serdos).
“Tukin dan Serdos harus terpisah dan tidak saling mengurangi,” ujarnya.
Kekecewaan para dosen semakin terlihat dari berbagai poster sindiran yang mereka bawa, seperti “Negara Berhutang! Lunasi Tukin Dosen”, “Tukin Harga Mati”, dan “No Tukin, No Good Service, No Good Education.”
Rahmida Erliyani, salah satu peserta aksi, mendesak pemerintah untuk segera memberikan solusi konkret. Ia juga menyinggung kemungkinan eskalasi aksi jika tuntutan mereka terus diabaikan, termasuk potensi mogok mengajar yang masih menunggu arahan dari ADAKSI pusat.
“Kami ingin diperlakukan adil karena kami sama-sama ASN. Guru-guru di bawah Kemenag dan ASN di kementerian lain dibayar, tapi kenapa kami yang di bawah Kemdikbudristek tidak?” tanyanya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa kesejahteraan dosen harus diperhatikan jika pemerintah ingin mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
“Kami adalah pendidik, dan Tukin ini menjadi pemantik semangat untuk meningkatkan kualitas pendidikan,” ungkapnya.
Sebagai informasi, aksi ADAKSI di Kalimantan Selatan ini juga merupakan bentuk dukungan terhadap demonstrasi serupa di depan Istana Presiden, Jakarta Pusat. Dari Kalimantan Selatan, tujuh dosen dari Poliban dan sepuluh dosen dari ULM turut bergabung dalam aksi nasional tersebut.