Indonesia diapreasiasi dalam peningkatan upaya penanggulangan perdagangan orang di tengah tantangan pandemi COVID-19 namun dilihat belum memenuhi standar minimum penanggulangan kejahatan itu, sehingga Indonesia masih tetap berada pada Tier 2, demikian laporan Trafficking in Persons (TIP) 2021 yang dikeluarkan oleh pemerintah Amerika, di Washington, DC, Kamis (1/7).
Laporan yang dikeluarkan oleh Departemen Luar Negeri AS tentang peringkat tahunan negara-negara di dunia dalam upaya mereka menanggulangi perdagangan manusia itu menyebutkan bahwa pandemi Covid-19 “telah menyebabkan kondisi yang meningkatkan kerawanan terjadinya perdagangan manusia dan mempersulit mewujudkan rencana-rencana pencegahannya.”
Di tengah tantangan pandemi, pemerintah Indonesia dilihat mampu kelakukan sejumlah aksi konkret penanganan trafficking, sehingga mempertahankan posisi Indonesia untuk tidak merosot ke Tier 3 yang diperuntukkan bagi negara-negaera yang dinilai buruk dalam menanggulangi perdagangan orang.
Upaya yang diapreasi tersebut, seperti penyelidikan dan penghukuman terhadap agen perekrutan yang memfasilitasi kerja paksa pada anak buah kapal (ABK) asal Indonesia di atas kapal penangkap ikan berbendera Cina. Sejak November 2019, pihak berwenang Indonesia mencatat setidaknya 16 ABK asal Indonesia meninggal saat bekerja di kapal Cina. Mereka diduga mendapatkan kekerasan dan mengalami “perbudakan” selama bekerja.
Laporan TIP itu juga menyebut upaya positif lainnya seperti pemberlakuan peraturan pelaksanaan undang-undang perlindungan migran tahun 2017 yang melarang majikan memungut biaya penempatan kepada pekerja migran, dan upaya pemerintah dalam memulangkan korban perdagangan orang yang dieksploitasi di luar negeri.
Namun demikian posisi Indonesia tidak naik ke Tier 1 yang diperuntukkan untuk negara-negara yang telah melakukan penanggulangan TIP secara komprehensif. Pemerintah Indonesia dinilai belum memenuhi standar minimum dalam penanggulangan trafficking.
Laporan itu menyebut terjadinya penurunan dalam penyelidikan dan penindakan kasus trafficking di Indonesia, termasuk penurunan alokasi anggaran satgas nasional penanganan kejahatan itu. Meskipun ada tindakan atas kasus kerja paksa di kapal penangkapan ikan dan pekerja migran di luar negeri, pemerintah Indonesia disebut tidak memprioritaskan penempatan staf atau pendanaan untuk pengawasan yang efektif terhadap isu tersebut.
Dalam merilis laporan tahunan tersebut, Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken menyebut hampir 25 juta orang di seluruh dunia diperkirakan menjadi korban perdagangan orang.
“Banyak yang dipaksa untuk menjadi pekerja seks komersial,” kata Blinken, “banyak yang dipaksa bekerja di pabrik, perkebunanm atau masuk kelompok bersenjata.”
Dalam laporan tahun ini, Blinken juga menyebut bahwa rasisme sistemik menciptakan ketidakadilan, yang pada gilirannya melemahkan perjuangan Amerika melawan perdagangan manusia.
“Sementara upaya AS untuk memerangi perdagangan manusia telah berkembang baik dalam ukuran dan kecanggihannya selama bertahun-tahun, Amerika Serikat masih berjuang dalam mengatasi dampak yang berbeda dari perdagangan manusia pada komunitas minoritas rasial,” kata laporan itu.
Keseluruhan 34 provinsi
Dalam laporan itu disebutkan bahwa keseluruhan 34 provinsi di Indonesia tidak terkecuali merupakan sumber dan tujuan perdaganan manusia. Pelaku perdagangan manusia mengeksploitasi koban baik itu orang Indonesia maupun warga asing di Indonesian dan juga korban asal Indonesia di luar negeri.
Pemerintah memperkirakan bahwa lebih dari dua juta dari enam hingga delapan juta orang Indonesia yang bekerja di luar negeri—banyak di antaranya adalah perempuan yang bekerja di sektor domestik—tidak memiliki dokumen yang meningkatkan risiko mereka sebagai korban perdagangan manusia. Jumlah sebenarnya dari pekerja Indonesia yang tidak berdokumen kemungkinan jauh lebih tinggi.
Selama periode pelaporan, hampir 200.000 pekerja migran Indonesia yang berdokumen kembali ke Indonesia karena pandemi.
Para penyelundup tenaga kerja mengeksploitasi banyak korban asal Indonesia melalui kekerasan dan paksaan berbasis utang di Asia (khususnya Cina, Korea Selatan, dan Singapura) dan Timur Tengah (khususnya Arab Saudi) terutama dalam pekerjaan rumah tangga, pabrik, konstruksi dan di perkebunan kelapa sawit Malaysia, serta di kapal penangkap ikan di seluruh Samudra Hindia dan Pasifik.
Perempuan, terutama, sangat rentan dieksploitasi dalam kerja paksa di Suriah. Sementara Hong Kong, Malaysia, Singapura, dan Timur Tengah menampung banyak pekerja rumah tangga asal Indonesia yang tidak dilindungi oleh undang-undang perburuhan setempat dan sering mengalami indikator perdagangan manusia, termasuk jam kerja yang berlebihan, kurangnya kontrak formal, dan upah yang tidak dibayar, demikian disebut dalam laporan itu.
Perempuan dan anak perempuan Indonesia juga rawan menjadi korban perdagangan seks terutama di Malaysia, Taiwan, dan Timur Tengah, demikian kajian laporan itu.
Kedok pendidikan
Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa beberapa universitas di Taiwan secara agresif merekrut pemuda Indonesia dan kemudian menempatkan mereka ke dalam kondisi kerja yang eksploitatif dengan dalih kesempatan pendidikan. Siswa-siswa ini sering tidak menyadari komponen kerja sebelum kedatangan mereka di Taiwan dan dilaporkan mengalami peralihan kontrak, jam kerja yang tinggi, dan kondisi hidup yang buruk yang bertentangan dengan kesepakatan awal mereka.
Agen perekrutan ilegal telah mengirim setidaknya 100 orang Indonesia ke Taiwan dengan kedok beasiswa dari universitas di mana, pada saat kedatangan, mereka dipaksa untuk bekerja di pengecoran besi untuk membayar “pinjaman” untuk “biaya sekolah yang dikenakan,” demikian laporan itu.
Rekomendasi
Laporan TIP 2021 merekomendasikan Indonesia untuk meningkatkan upaya menyelidiki, mengadili, dan menghukum pelaku perdagangan manusia berdasarkan undang-undang 2007, termasuk pejabat yang terlibat alam kejahatan perdagangan manusia. •
Pemerintah juga diminta untuk melatih semua pejabat terkait tentang prosedur operasi standar untuk identifikasi korban perdaganan manusia secara proaktif, termasuk juga memberikan kebebasan bergerak bagi para korban di tempat penampungan pemerintah.
Pemantauan terhadap agen perekrutan tenaga kerja juga harus dilakukan secara efektif, termasuk di sektor perikanan, dan penindakan terhadap institusi yang melakukan tindakan ilegal.
Rekomendasi lainnya termasuk membangun sistem pengumpulan data untuk melacak upaya anti-perdagangan manusia di semua tingkat penegakan hukum dan mengimplementasikan rencana aksi nasional untuk memerangi perdagangan manusia.( benarnews.org)