Martapura – Kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan mantan pimpinan Madrasah Ibtidaiyah Nurul Ilmi di Jalan Pendidikan, Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, dengan inisial MR (42), mulai terkuak setelah laporan diterima pihak berwenang.
MR diduga telah melakukan pelecehan seksual terhadap puluhan santri yang berada di bawah asuhannya. Saat ini, MR yang sudah diberhentikan dari jabatannya sebagai pimpinan madrasah tersebut, telah resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian.
Kasus ini mencuat setelah warga melaporkan dugaan pelecehan tersebut kepada Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Banjar, Sabtu (11/1/2025). Berdasarkan laporan itu, pihak Unit PPA langsung melakukan penyelidikan mendalam ke Madrasah Ibtidaiyah Nurul Ilmi. Dari hasil penyelidikan, terungkap bahwa kejadian ini sudah berlangsung sejak 2019.
“Saat ini sudah ada lima korban yang mengaku bahwa mereka menjadi korban pelecehan tersangka,” ujar Kepala Unit PPA Polres Banjar, IPDA Anwar, dalam keterangannya, Rabu (15/1/2025).
Lebih lanjut, IPDA Anwar menyatakan bahwa MR telah ditetapkan sebagai tersangka setelah adanya dua bukti kuat yang mendukung dugaan pelecehan tersebut. Tersangka menyerahkan diri kepada pihak kepolisian pada Senin malam (13/1/2025) dan mengakui perbuatannya.
“Menurut pengakuan tersangka, ada sekitar 20 korban yang semuanya laki-laki. Saat ini kami masih terus melakukan penyidikan lebih lanjut,” jelas Anwar.
Beberapa korban dari puluhan yang disebutkan sudah menjadi alumni, sementara yang lain masih tercatat sebagai santri aktif di madrasah tersebut. Anwar menambahkan bahwa sebagian besar korban berasal dari luar Kalimantan Selatan, yang mungkin menjadi alasan mengapa mereka enggan melapor sebelumnya.
Sejauh ini, barang bukti yang sudah diamankan meliputi sarung dan produk handbody. Namun, proses visum belum dilakukan karena penyelidikan masih berlangsung. Berdasarkan keterangan saksi, kasus ini belum mengarah ke tindakan sodomi.
Modus operandi yang dilakukan tersangka, menurut pengakuannya, karena ia pernah mengalami kejadian serupa. Namun, ia menegaskan tidak ada niat balas dendam. Tersangka memikat korban dengan janji memberikan uang dan menggunakan alasan “pembuang sial” untuk membenarkan tindakannya.
Polisi saat ini masih membuka pintu bagi korban lain yang ingin melapor. “Hingga kini baru ada satu korban yang berani melaporkan secara resmi,” kata Anwar.
Kepolisian berkomitmen untuk menjaga kerahasiaan para korban dan akan memberikan pendampingan psikologis guna memulihkan trauma yang dialami. MR disangkakan melanggar Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman minimal lima tahun penjara, maksimal 15 tahun penjara, serta denda sebesar Rp5 miliar.