BANJARMASIN – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin menolak eksepsi yang diajukan oleh dua terdakwa kasus dugaan suap di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kalimantan Selatan, Andi Susanto dan Sugeng Wahyudi.
“Kami memohon majelis hakim menolak seluruh eksepsi yang diajukan penasihat terdakwa,” ujar JPU KPK, Meyer Volmar Simanjuntak, usai sidang dengan agenda tanggapan atas eksepsi terdakwa pada Senin (6/1/2025). 
Meyer menjelaskan bahwa eksepsi yang disampaikan oleh penasihat hukum terdakwa sudah memasuki ranah pembuktian perkara, yang seharusnya dibahas dalam tahap pemeriksaan alat bukti di persidangan.
“Hal tersebut belum bisa dinilai sebelum proses pembuktian perkara dan pemeriksaan alat bukti di persidangan dilakukan,” ucapnya. 
Menurut Meyer, eksepsi yang diajukan tidak memenuhi ketentuan Pasal 156 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Karena belum masuk dalam Pasal 156 KUHAP, maka kami memohon agar seluruh eksepsi tersebut ditolak,” tegasnya. 
Ia juga menilai bahwa argumen penasihat hukum terlalu prematur karena sudah menilai pasal-pasal tertentu tidak sesuai atau tidak terbukti tanpa melalui proses pemeriksaan.
“Dasarnya apa? Kan tidak bisa berasumsi sebelum dilakukan pemeriksaan. Alasan-alasan itu tidak berdasar. Maka dari itu, pemeriksaan pembuktian harus dilanjutkan,” katanya. 

Terkait jumlah saksi yang akan dihadirkan, Meyer menyatakan akan menyesuaikan dengan kebutuhan dan keterbatasan masa penahanan.
“Untuk saksi, nanti menyesuaikan karena masa penahanan juga singkat, hanya 90 hari. Jadi kami hanya akan menghadirkan saksi-saksi yang relevan untuk pembuktian,” jelasnya. 
Sebelumnya, pada sidang Kamis (2/1/2025), kuasa hukum Andi dan Sugeng, Maju Posko Simbolon dari HPS Lawyer, menyatakan bahwa dakwaan terhadap kliennya cacat formil.
Menurutnya, unsur Pasal 5 ayat 1 huruf b yang didakwakan tidak sempurna.
“Seperti unsur niat jahat, persekongkolan dari awal seperti apa. Tindak pidana yang seperti apa dilakukan. Jadi hemat kami tidak tepat menerapkan pasal 5 itu,” katanya.