Di tengah geliat pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang kini menjadi magnet perhatian nasional, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) ikut terdorong menjadi daerah strategis yang mengalami percepatan pembangunan di berbagai sektor. Wilayah yang sebelumnya identik dengan keterbatasan infrastruktur kini perlahan berubah rupa, menyongsong era baru sebagai salah satu kawasan penyangga utama bagi ibu kota negara yang akan datang.
Ruas-ruas jalan yang dulu dikenal berlubang dan tak layak kini telah diperbaiki, menghubungkan desa ke desa dengan lebih mudah dan nyaman. Akses antarwilayah pun menjadi lebih lancar, mendukung mobilitas masyarakat dan distribusi logistik. Proyek-proyek infrastruktur digenjot dalam skala besar, menjadikan PPU sebagai kawasan yang tidak lagi terisolasi seperti masa lalu.
Namun, di tengah semangat besar membangun PPU sebagai daerah maju, Anggota Komisi III DPRD Kalimantan Timur, Baharuddin Muin, menyampaikan pandangan kritis yang menyegarkan. Menurutnya, pembangunan sejati tidak boleh berhenti pada pencapaian fisik semata. Ia menekankan bahwa esensi dari pembangunan adalah sejauh mana hasilnya mampu membawa perubahan nyata dalam kehidupan masyarakat.
“Jalan-jalan yang menghubungkan Sepaku, Petung, hingga ke kawasan perbatasan memang kini jauh lebih baik. Ini adalah capaian penting. Tapi kita tidak boleh berhenti di situ. Beton dan aspal bukanlah akhir dari pembangunan. Mereka adalah awal dari proses yang harus membawa kesejahteraan,” ungkapnya dengan tegas.
Baharuddin menyampaikan bahwa infrastruktur harus dilihat sebagai alat, bukan tujuan akhir. Ia menyoroti bahwa setiap kilometer jalan yang dibangun seharusnya membuka akses masyarakat terhadap peluang-peluang baru di bidang ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Dalam pandangannya, pembangunan infrastruktur yang efektif adalah yang mampu menjembatani rakyat kecil dengan harapan hidup yang lebih baik.
“Kita ingin jalan yang dibangun bukan hanya dilalui kendaraan, tapi dilalui juga oleh harapan—oleh petani yang bisa membawa hasil buminya ke pasar lebih cepat, oleh pedagang kecil yang bisa menjangkau konsumen baru, dan oleh anak-anak yang bisa bersekolah tanpa harus menempuh medan sulit,” lanjutnya dengan nada optimistis.
Sebagai legislator dari Partai Demokrat, Baharuddin menegaskan bahwa kemajuan infrastruktur di PPU tidak bisa berdiri sendiri tanpa adanya peningkatan kualitas hidup masyarakat. Ia mengingatkan bahwa pembangunan sejati hanya akan tercapai apabila masyarakat menjadi subjek utama dalam proses pembangunan, bukan sekadar penonton dari proyek-proyek besar.
“Infrastruktur fisik itu penting, tapi harus disertai dengan pembangunan manusia. Jalan yang baik harus diikuti oleh pendidikan yang berkualitas, layanan kesehatan yang mudah dijangkau, dan kesempatan kerja yang terbuka luas,” ujarnya.
Tak lupa, Baharuddin memberikan apresiasi kepada pemerintah atas berbagai program dan kebijakan yang telah mendorong pembangunan di kawasan PPU, khususnya di wilayah-wilayah yang sebelumnya minim perhatian. Baginya, pembangunan jalan, jembatan, serta sarana dasar lainnya adalah simbol kehadiran negara di tengah masyarakat, dan merupakan wujud kepedulian terhadap wilayah-wilayah terpencil.
Namun demikian, ia juga mengingatkan bahwa pembangunan tidak boleh dilakukan secara sepihak. Keterlibatan masyarakat menjadi unsur vital yang tidak bisa diabaikan. Dengan melibatkan masyarakat sejak tahap perencanaan hingga pelaksanaan, pembangunan akan menjadi lebih tepat sasaran, relevan, dan berdampak langsung terhadap kehidupan mereka.
“Pembangunan yang dilakukan tanpa mendengar suara masyarakat hanya akan menciptakan infrastruktur yang kering makna. Sebaliknya, ketika masyarakat ikut merencanakan, mengawasi, dan merawat hasil pembangunan, maka manfaatnya akan berlipat ganda dan berkelanjutan,” ujarnya.
Baharuddin juga mengajak seluruh pihak—baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun elemen masyarakat sipil—untuk terus memperkuat kolaborasi dalam membangun PPU. Menurutnya, keberhasilan pembangunan bukan hanya terletak pada kelancaran teknis proyek, tetapi pada rasa memiliki masyarakat terhadap hasil pembangunan itu sendiri.
“Kita harus sama-sama menjaga apa yang sudah dibangun. Jalan-jalan yang kini mulus harus terus dirawat. Semangat membangun tidak boleh berhenti setelah proyek selesai, tapi justru harus meningkat untuk memastikan manfaatnya dirasakan jangka panjang,” ucapnya.
Ia menekankan bahwa indikator keberhasilan pembangunan yang paling utama adalah meningkatnya kualitas hidup masyarakat. Jika masyarakat di pelosok PPU merasakan bahwa hidup mereka lebih mudah, lebih sejahtera, dan lebih terakses terhadap layanan dasar, maka pembangunan itu layak disebut berhasil.
“Jangan sampai pembangunan hanya terlihat dari gedung-gedung tinggi atau jalan-jalan lebar. Pembangunan sejati adalah ketika ibu-ibu di desa bisa membawa anaknya berobat dengan mudah, ketika petani bisa menjual hasil panennya tanpa kesulitan transportasi, dan ketika generasi muda punya harapan masa depan lebih cerah di kampung halamannya sendiri,” pungkasnya.
Dengan semangat membangun yang inklusif dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat, Baharuddin Muin meyakini bahwa Penajam Paser Utara akan menjadi daerah yang tidak hanya berkembang dari sisi fisik, tetapi juga maju dalam kualitas hidup masyarakatnya. PPU, dalam pandangannya, memiliki potensi besar untuk menjadi teladan pembangunan berbasis rakyat di tengah transisi besar Indonesia menuju Ibu Kota Nusantara. (adv)