Kecamatan Sebulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, menjadi sorotan menyusul sejumlah laporan dari masyarakat terkait dugaan pencemaran lingkungan serta keberadaan aktivitas pertambangan ilegal yang mengganggu kenyamanan dan kelestarian lingkungan sekitar. Menyikapi hal ini, Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur melakukan kunjungan langsung ke lokasi operasional PT Bukit Menjangan Lestari (BML) yang terletak di Dusun Ngadang, Desa Beloro Seberang.
Kunjungan lapangan ini dipimpin oleh Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, Salehuddin, didampingi oleh sejumlah anggota komisi lainnya, antara lain Yusuf Mustafa, La Ode Nasir, Didik Agung Eka Wahono, Budianto Bulang, dan Safuad. Dalam kesempatan tersebut, para legislator turut didampingi oleh Camat Sebulu, Edy Fahruddin, beserta jajaran dari pemerintah kecamatan.
Rombongan Komisi I diterima langsung oleh pihak manajemen PT BML, yang diwakili oleh Dadang selaku manajer perusahaan, bersama tim internalnya. Pertemuan dilakukan di area perusahaan dalam format dialog terbuka yang memungkinkan pertukaran informasi secara langsung antara pihak legislatif dan pihak perusahaan.
Dalam sambutannya, Salehuddin menegaskan bahwa kunjungan ini merupakan bentuk kepedulian dan tanggung jawab lembaga legislatif dalam menanggapi keluhan masyarakat. Ia menjelaskan bahwa pihaknya ingin memperoleh kejelasan terhadap sejumlah isu yang mencuat dari laporan warga, terutama yang berkaitan dengan dampak lingkungan dan keselamatan.
Salehuddin memaparkan tiga poin utama yang menjadi fokus dalam kunjungan kerja tersebut. Pertama, pihaknya ingin mengetahui secara pasti apakah memang benar telah terjadi pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan pertambangan PT BML. Kedua, Komisi I ingin mengklarifikasi informasi mengenai adanya aktivitas pertambangan tanpa izin yang beroperasi di sekitar wilayah tersebut. Ketiga, laporan terkait insiden yang diduga menyebabkan korban jiwa di area tambang juga menjadi perhatian serius.
“Langkah ini kami tempuh agar informasi yang kami terima dari masyarakat bisa kami validasi langsung di lapangan. Kami ingin memastikan apakah benar ada praktik yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan lingkungan hidup,” tegas Salehuddin dalam dialog tersebut.
Dalam forum yang sama, anggota Komisi I lainnya, Budianto Bulang, turut menyoroti pentingnya keberadaan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) sebagai prasyarat operasional sebuah perusahaan tambang. Ia menyampaikan bahwa Amdal bukan hanya sekadar formalitas administratif, tetapi merupakan instrumen penting untuk menjamin keberlangsungan lingkungan dan keamanan masyarakat di sekitar lokasi tambang.
“Kami perlu memastikan bahwa seluruh proses perizinan, terutama Amdal, telah dipenuhi dengan lengkap oleh PT BML. Ini menjadi salah satu indikator utama bahwa kegiatan tambang tersebut telah melalui kajian risiko dan dampak terhadap lingkungan,” ujar Budianto.
Sementara itu, Didik Agung Eka Wahono mengangkat persoalan lain yang tak kalah penting, yakni penggunaan infrastruktur publik oleh kendaraan operasional tambang. Ia menyoroti kemungkinan adanya pelanggaran dalam penggunaan jalan umum untuk mengangkut hasil tambang, yang menurutnya dapat menimbulkan kerusakan infrastruktur serta membahayakan keselamatan pengguna jalan lainnya.
“Jalan umum bukan untuk dilewati kendaraan angkut tambang. Beban kendaraan tambang sangat besar, dan jika terus dibiarkan, jalan bisa cepat rusak. Ini tentu merugikan masyarakat luas dan berpotensi menimbulkan kecelakaan lalu lintas,” tandasnya. Ia juga mendorong agar pengawasan oleh aparat pemerintahan di tingkat kecamatan hingga RT lebih diperkuat dalam mengawasi aktivitas industri di wilayah masing-masing.
Menanggapi berbagai pertanyaan yang diajukan, pihak manajemen PT BML yang diwakili oleh Dadang memberikan penjelasan terkait sejumlah isu yang diangkat. Ia membenarkan bahwa pernah terjadi insiden ceceran oli di area workshop perusahaan, namun menegaskan bahwa pihaknya segera melakukan penanganan sesuai prosedur yang berlaku.
“Begitu kejadian diketahui, kami langsung bergerak cepat melakukan treatment terhadap tanah yang tercemar, sesuai dengan standar operasional perusahaan. Ini merupakan bentuk komitmen kami terhadap tanggung jawab lingkungan,” jelas Dadang.
Selain itu, ia juga mengakui adanya aktivitas pertambangan tanpa izin di sekitar area konsesi perusahaan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat. Ia menegaskan bahwa kegiatan tersebut tidak berada di bawah pengelolaan PT BML dan pihaknya telah menyampaikan laporan resmi kepada instansi pemerintah yang berwenang untuk ditindaklanjuti.
Terkait dokumen Amdal, Dadang menyampaikan bahwa perusahaan saat ini sedang dalam proses memperbarui dokumen tersebut karena adanya perubahan luasan wilayah kerja tambang. Ia menjelaskan bahwa pembaruan dokumen ini merupakan bagian dari kewajiban perusahaan dalam mematuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
“Proses pembaruan Amdal sedang berlangsung. Ini kami lakukan karena ada penyesuaian luasan lahan yang kami kelola, dan ini memang wajib kami jalani sesuai aturan,” tambahnya.
Kegiatan monitoring ini merupakan bagian dari fungsi pengawasan yang dijalankan DPRD Kaltim untuk memastikan bahwa kegiatan industri, khususnya sektor pertambangan, berjalan sesuai dengan norma hukum, tidak merugikan masyarakat, serta tetap menjaga kelestarian lingkungan.
Komisi I DPRD Kaltim juga menegaskan komitmen mereka untuk terus memantau perkembangan pasca kunjungan ini. Mereka berjanji akan mendorong instansi teknis terkait agar menindaklanjuti semua temuan dan laporan masyarakat, serta memastikan adanya tindakan nyata yang dilakukan terhadap berbagai permasalahan yang ada.
“Kami ingin memastikan bahwa tidak ada praktik yang menyimpang dibiarkan begitu saja. Semua pihak, baik perusahaan maupun masyarakat, harus berperan dalam menjaga keseimbangan antara kepentingan industri dan kelestarian lingkungan hidup,” pungkas Salehuddin. (adv)