BerandaDPRD KaltimKetimpangan Akses Listrik Hambat...

Ketimpangan Akses Listrik Hambat Kemajuan Desa di Kaltim, DPRD Desak Pemerintah Bertindak Cepat

Terbaru

SAMARINDA — Persoalan ketimpangan akses listrik di Kalimantan Timur (Kaltim) terus menjadi sorotan, terutama karena dampaknya yang signifikan terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat, khususnya di daerah pedesaan. Salah satu wilayah yang masih mengalami keterbatasan pasokan listrik adalah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), di mana puluhan desa dilaporkan belum teraliri listrik secara memadai.

Wakil Ketua Komisi III DPRD Kaltim, Akhmed Reza Fachlevi, mengungkapkan keprihatinannya terhadap situasi tersebut. Dalam beberapa kunjungan kerja ke wilayah Kukar, ia menemukan fakta bahwa masih terdapat sekitar 16 hingga 19 desa yang belum menikmati layanan listrik secara layak. Kondisi ini, menurutnya, bukan hanya menghambat aktivitas harian masyarakat, tetapi juga memberikan dampak jangka panjang terhadap sektor-sektor vital seperti ekonomi dan pendidikan.

“Di sejumlah desa yang kami datangi, warga masih kesulitan mengakses listrik. Ini menjadi bukti nyata bahwa pemerataan pembangunan di sektor energi belum sepenuhnya tercapai,” ujar Reza saat ditemui di gedung DPRD Kaltim.

Ia menjelaskan bahwa keterbatasan pasokan listrik membuat masyarakat desa, terutama pelaku usaha kecil dan menengah, kesulitan untuk mengembangkan usaha mereka. Padahal, banyak usaha rumahan di desa yang sangat bergantung pada listrik, baik untuk produksi maupun pelayanan.

“Listrik adalah kebutuhan dasar. Tanpa listrik, bagaimana pelaku usaha bisa berkembang? Banyak potensi ekonomi lokal yang tertahan karena akses energi tidak memadai,” katanya.

Selain dampak ekonomi, Reza juga menyoroti dampak serius yang dirasakan oleh sektor pendidikan. Di berbagai desa, anak-anak masih harus belajar dengan penerangan seadanya, seperti lampu minyak atau lilin, yang jelas tidak memadai untuk mendukung proses belajar yang efektif. Menurutnya, hal ini sangat merugikan generasi muda dan berpotensi memperlebar kesenjangan pendidikan antara kota dan desa.

“Kita bicara soal masa depan anak-anak bangsa. Mereka belajar dalam kondisi serba terbatas, sementara di wilayah lain anak-anak bisa menikmati fasilitas pendidikan yang lengkap. Ini jelas ketimpangan yang harus segera dituntaskan,” tegasnya.

Lebih memprihatinkan lagi, di beberapa desa tanpa akses listrik dari PLN, masyarakat terpaksa mengandalkan pasokan listrik dari Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Namun, pasokan tersebut bersifat terbatas dan dikenakan biaya harian yang tidak sedikit, yakni antara Rp15.000 hingga Rp20.000 per rumah tangga per hari. Biaya ini tentu menjadi beban tambahan, terutama bagi keluarga dengan penghasilan rendah.

“Bayangkan, masyarakat harus membayar belasan ribu rupiah setiap hari hanya untuk listrik yang kapasitasnya terbatas. Di sisi lain, kita tahu bahwa Kaltim adalah daerah penghasil energi. Ini sangat ironis,” ujar Reza dengan nada prihatin.

Ia menekankan bahwa kondisi ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Pemerintah daerah, bersama dengan PLN dan pihak terkait lainnya, harus segera melakukan pemetaan wilayah-wilayah yang belum terjangkau listrik dan menyusun program percepatan elektrifikasi yang menyentuh desa-desa terpencil.

“Pemerintah harus hadir untuk memberikan solusi nyata. Tidak cukup hanya dengan klaim elektrifikasi tinggi, tapi kenyataannya masih banyak warga yang belum merasakan manfaatnya,” pungkasnya.

Komisi III DPRD Kaltim pun berkomitmen untuk terus mendorong dan mengawal program pemerataan akses listrik, sebagai bagian dari upaya mewujudkan keadilan sosial dan pembangunan yang merata di seluruh wilayah Kalimantan Timur. Harapannya, ke depan tidak ada lagi desa yang gelap di tengah melimpahnya sumber daya energi yang dimiliki daerah ini. (adv)

Trending Minggu Ini

Kamu mungkin juga suka