BerandaDPRD KaltimKomisi I DPRD Kaltim...

Komisi I DPRD Kaltim Serius Tangani Sengketa Lahan Antara PT KPC dan Kelompok Tani di Kutai Timur

Terbaru

Samarinda – Permasalahan konflik agraria antara korporasi dan masyarakat lokal kembali mencuat di Kalimantan Timur, kali ini melibatkan PT Kaltim Prima Coal (KPC), salah satu perusahaan pertambangan batu bara terbesar di Indonesia, dengan dua kelompok tani yang beroperasi di wilayah Sangatta Utara, Kabupaten Kutai Timur. Kelompok Tani Bina Bumi Keraitan dan Kelompok Tani Multi Guna mengajukan keberatan atas dugaan penguasaan lahan secara sepihak oleh PT KPC atas lahan yang mereka klaim sebagai milik mereka secara sah.

Menurut keterangan dari perwakilan kelompok tani, lahan yang diklaim tersebut masuk ke dalam area konsesi operasional PT KPC tanpa melalui mekanisme pembebasan yang sesuai. Mereka mengungkapkan bahwa telah dilakukan berbagai upaya untuk menyampaikan aspirasi mereka, termasuk melalui jalur musyawarah di tingkat pemerintahan desa, kecamatan, dan bahkan melalui mediasi oleh kepolisian di wilayah Bengalon. Namun, hingga saat ini, belum ditemukan solusi yang memuaskan semua pihak.

Merasa hak mereka tidak diakomodasi secara adil, kelompok tani melanjutkan perjuangannya dengan membawa kasus ini ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur. Komisi I DPRD Kaltim yang memiliki kewenangan di bidang hukum dan pemerintahan, secara responsif menindaklanjuti aduan tersebut dengan mengadakan pertemuan khusus bersama pihak manajemen PT KPC guna memperoleh klarifikasi dan data kronologis langsung dari perusahaan.

Dalam penjelasan resminya, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, Salehuddin, menyatakan bahwa pihaknya telah menerima berbagai dokumen yang disampaikan oleh PT KPC terkait proses pembebasan lahan yang diklaim telah dilakukan sejak lama. Dari paparan yang diterima, terungkap bahwa perusahaan telah menjalankan pembebasan terhadap lahan tersebut kepada pihak-pihak yang dianggap memiliki legalitas kepemilikan yang sah. Bahkan disebutkan pula bahwa sebagian lahan yang disengketakan saat ini telah difungsikan sebagai kawasan fasilitas milik pemerintah daerah, yang tentu memperumit status hukum kepemilikan lahan tersebut.

“Pihak perusahaan memberikan penjelasan secara rinci, termasuk dokumen-dokumen pembebasan dan surat menyurat resmi yang mereka pegang. Namun, karena terdapat perbedaan versi dan sejumlah kejanggalan dari kedua belah pihak, kami belum dapat menyimpulkan apa pun untuk saat ini. Pendalaman harus dilakukan lebih lanjut dan menyeluruh,” ungkap Salehuddin.

Ia menambahkan bahwa DPRD Kaltim berkomitmen untuk menggali keterangan dari pihak kelompok tani secara langsung, sebagai bagian dari prinsip keadilan dan objektivitas dalam proses pengambilan keputusan. Komisi I akan mengagendakan pertemuan lanjutan yang menghadirkan pihak-pihak terkait, termasuk pemerintah desa, badan pertanahan, dan jika diperlukan, mempertemukan pihak perusahaan dan kelompok tani dalam satu forum terbuka.

“Kami tidak ingin terburu-buru mengambil keputusan tanpa mendengar semua pihak secara adil. Forum mediasi gabungan akan menjadi salah satu opsi yang kami dorong agar penyelesaian konflik ini tidak berlarut-larut dan bisa memberi kepastian hukum bagi semua pihak,” tegasnya.

Di sisi lain, Manajer Land Management PT KPC, Bambang, menegaskan bahwa dalam seluruh proses pembebasan lahan, perusahaan selalu melibatkan unsur-unsur pemerintahan tingkat bawah, termasuk RT, kepala dusun, hingga kepala desa, demi memastikan bahwa transaksi berjalan sesuai dengan aturan dan tidak menimbulkan sengketa di kemudian hari. Ia menyatakan bahwa prinsip perusahaan adalah menghormati hak masyarakat sepanjang didukung dengan bukti-bukti legal yang sah.

“Setiap transaksi yang kami lakukan disertai akta jual beli resmi dan disahkan notaris. Selama pemilik lahan memiliki dokumen yang valid dan diakui oleh pemerintah desa, maka hak mereka kami hargai dan penuhi,” jelas Bambang.

Namun, ia juga mengungkapkan bahwa dalam kasus klaim lahan ini, terdapat tumpang tindih internal di antara anggota kelompok tani itu sendiri. Contohnya, pada Kelompok Tani Multi Guna, tercatat adanya klaim bertentangan yang diajukan oleh beberapa individu, seperti David, La Pada, Fatimah, dan Christopher Blegur. Klaim Christopher menjadi perhatian karena sebelumnya ia hanya merupakan kuasa hukum dari pemilik awal, Rahman Salim, namun setelah yang bersangkutan meninggal dunia, Christopher mengklaim kepemilikan pribadi atas lahan yang luasnya mencapai sekitar 400 hektare di Desa Swarga Bara, Sangatta Utara.

Perusahaan pun menyatakan bahwa sebagian besar dari lahan tersebut telah dibebaskan kepada pihak lain yang memiliki bukti administrasi yang lebih kuat. Karena adanya dugaan manipulasi dokumen dalam proses klaim tersebut, pihak PT KPC telah membawa perkara ini ke jalur hukum dengan melaporkannya kepada kepolisian, dan saat ini proses penyelidikan sedang berlangsung.

Manajer lain dari PT KPC, Jarot, turut menambahkan bahwa klaim dari Kelompok Tani Bina Bumi Keraitan juga menjadi kontroversial karena sebagian area yang disengketakan kini telah difungsikan sebagai perkantoran milik Pemerintah Kabupaten Kutai Timur. Ia menjelaskan bahwa sejumlah proses mediasi telah dilakukan sebelumnya, di antaranya di Polsek Bengalon dan Kantor Desa Tebangan Lembak, namun tidak membuahkan hasil karena masing-masing pihak tetap bertahan pada klaimnya masing-masing. Hasil mediasi bahkan merekomendasikan agar kasus ini diselesaikan melalui jalur hukum formal agar ada kepastian hukum yang sah dan mengikat.

Merespons perkembangan ini, Komisi I DPRD Kaltim menyatakan akan terus memainkan perannya sebagai fasilitator penyelesaian sengketa antara masyarakat dan pihak perusahaan. Komitmen DPRD adalah untuk menjaga keseimbangan antara perlindungan hak-hak warga lokal dengan keberlangsungan investasi yang tertib dan patuh hukum.

“Penyelesaian persoalan lahan ini harus berpegang pada data, dokumen, dan kejelasan hukum. Kami ingin ada keadilan bagi masyarakat, tetapi juga tidak ingin menciptakan ketidakpastian bagi dunia usaha. Pendekatan dialog dan legalitas menjadi kunci,” tutup Salehuddin.

Dengan komitmen tersebut, DPRD Kalimantan Timur menunjukkan keseriusannya dalam menangani konflik agraria yang kerap menimbulkan gesekan sosial di daerah. Melalui peran aktif lembaga legislatif, diharapkan sengketa seperti ini dapat diselesaikan dengan cara-cara konstitusional, transparan, dan berpihak pada keadilan bagi semua lapisan masyarakat. (adv)

Trending Minggu Ini

Kamu mungkin juga suka