BerandaDPRD KaltimModernisasi Pertanian Kaltim Jadi...

Modernisasi Pertanian Kaltim Jadi Tuntutan Mendesak di Tengah Proyek Besar IKN

Terbaru

Di tengah gegap gempita pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang kini menjadi fokus utama pemerintah pusat sebagai proyek strategis jangka panjang, ada satu sektor vital yang dinilai belum mendapatkan perhatian yang proporsional—yakni sektor pertanian di Kalimantan Timur (Kaltim).

Padahal, keberadaan sektor ini menjadi kunci dalam menjamin ketahanan pangan daerah, apalagi dengan proyeksi peningkatan populasi di sekitar wilayah IKN dalam waktu dekat. Kebutuhan konsumsi bahan pangan diprediksi melonjak seiring arus migrasi dan perkembangan pembangunan infrastruktur yang massif di wilayah tersebut.

Salah satu suara kritis terhadap kondisi ini datang dari Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Sigit Wibowo. Dalam berbagai kesempatan, ia menekankan bahwa transformasi sektor pertanian di provinsi yang kaya sumber daya ini berjalan sangat lambat. Menurutnya, kendala utama bukan terletak pada keterbatasan lahan, melainkan pada rendahnya kapasitas tenaga kerja dan minimnya penerapan teknologi pertanian modern.

“Kita masih sangat terpaku pada cara-cara bertani konvensional. Ketergantungan pada tenaga kerja manusia yang belum terampil serta belum maksimalnya pemanfaatan alat dan teknologi membuat produktivitas pertanian kita jauh dari potensinya,” ujar Sigit, sembari menyoroti bahwa hal tersebut menjadi hambatan utama dalam mewujudkan swasembada pangan di Kaltim.

Ia menilai ketergantungan Kaltim terhadap pasokan pangan dari provinsi lain masih sangat tinggi. Komoditas pangan pokok seperti beras, sayur-mayur, hingga protein hewani masih banyak didatangkan dari Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, hingga Sulawesi. Kondisi ini menjadi ironi tersendiri bagi daerah yang memiliki lahan luas dan berpotensi menjadi produsen pangan.

“Ke depan, ketika IKN benar-benar aktif dan jumlah penduduk meningkat, tekanan terhadap kebutuhan bahan pangan akan luar biasa. Kalau kita tidak bergerak dari sekarang, maka Kaltim hanya akan menjadi pasar besar bagi produk pangan dari luar daerah, bukan produsen,” tegasnya.

Sebagai langkah cepat, Sigit menyarankan agar Pemerintah Provinsi Kaltim membuka jalur kerja sama strategis dengan kementerian terkait, seperti Kementerian Desa dan Transmigrasi, guna mendatangkan tenaga kerja terlatih dari daerah yang lebih maju dalam hal praktik pertanian.

Menurutnya, langkah ini bisa menjadi transisi sementara sambil menyiapkan sumber daya manusia (SDM) lokal yang memiliki kompetensi pertanian berbasis teknologi dan efisiensi. Tak hanya itu, dia juga mendorong peningkatan pelatihan dan pendidikan pertanian modern kepada masyarakat lokal, khususnya generasi muda.

Sigit juga menekankan pentingnya adopsi alat dan mesin pertanian (alsintan) secara luas di lapangan. Modernisasi dalam proses budidaya hingga pasca panen dinilai penting untuk mendorong efisiensi kerja dan peningkatan produktivitas. Dengan demikian, sektor pertanian bisa menjadi lebih menarik bagi kaum muda dan pelaku usaha lokal untuk terlibat secara aktif.

“Jika petani terus menggunakan pola tradisional yang boros waktu dan tenaga, mereka akan kalah bersaing. Tetapi bila mereka dibekali dengan teknologi dan pendekatan manajemen pertanian modern, maka pertanian kita bisa maju pesat. Bahkan, kita bisa menjadi daerah yang mandiri dalam hal pangan,” lanjutnya.

Ia juga mengingatkan bahwa beberapa provinsi di Indonesia sudah mulai bersiap mengambil peran strategis dalam menyuplai kebutuhan pangan IKN. Salah satu contohnya adalah Sulawesi Selatan yang secara aktif mengatur ulang tata ruang dan sistem distribusinya demi mengambil posisi sebagai lumbung pangan untuk IKN.

“Ini harus jadi alarm bagi kita di Kaltim. Jangan sampai justru daerah lain yang memanen keuntungan dari hadirnya IKN, sementara kita yang jadi tuan rumah hanya jadi penonton,” katanya.

Beberapa komoditas unggulan yang disebutkan Sigit sebagai potensi besar di Kaltim adalah padi, ubi kayu, dan kakao. Menurutnya, dengan pengelolaan profesional dan dukungan dari infrastruktur yang memadai serta jaminan pasar yang stabil, komoditas-komoditas ini bisa menjadi pilar ekonomi baru daerah sekaligus menyumbang pada ketahanan pangan nasional.

Tak hanya pemerintah, Sigit juga mengajak para pelaku usaha dan investor lokal agar tidak ragu untuk menanamkan modal di sektor pertanian. Ia meyakini bahwa dengan sinergi antara dunia usaha, pemerintah, dan masyarakat petani, sektor ini akan tumbuh menjadi kekuatan ekonomi baru di Kaltim.

“Kalau pengusaha lokal serius membangun sektor pertanian dengan pendekatan bisnis modern, ditambah dukungan dari pemerintah dalam bentuk subsidi alsintan, pelatihan, dan jaminan pasar, saya yakin Kaltim bisa menjadi salah satu lumbung pangan nasional,” ungkapnya.

Pernyataan Sigit ini menjadi peringatan penting bagi seluruh pemangku kepentingan bahwa keberhasilan pembangunan IKN tidak boleh berdiri sendiri. Harus ada pembangunan sektor pendukung seperti pertanian, peternakan, dan perikanan yang berjalan paralel. Tanpa dukungan sektor riil, pembangunan ibu kota baru bisa saja kehilangan keseimbangannya.

Ia menutup dengan menegaskan bahwa kebijakan pembangunan harus bersifat holistik dan inklusif. Jangan sampai pembangunan IKN yang bertujuan memajukan bangsa justru meninggalkan ketimpangan baru di sektor-sektor strategis yang lain. Pertanian harus naik kelas, menjadi pilar utama pembangunan yang berkelanjutan di Kaltim. (adv)

Trending Minggu Ini

Kamu mungkin juga suka