Masalah sampah kini telah melampaui batasan lokal dan regional, menjelma menjadi isu krusial di tingkat nasional bahkan global. Dampaknya tak hanya sebatas persoalan kebersihan lingkungan, tetapi juga menyentuh aspek kesehatan, ekonomi, sosial, dan keberlanjutan ekosistem. Di tengah tantangan tersebut, Kota Balikpapan dinilai memiliki potensi besar untuk menjadi contoh pengelolaan sampah yang maju, berkelanjutan, dan berbasis partisipasi aktif masyarakat.
Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur dari Daerah Pemilihan Balikpapan, Sigit Wibowo, menyampaikan apresiasi mendalam atas keseriusan pemerintah dan masyarakat Balikpapan dalam menjawab tantangan pengelolaan sampah dengan langkah-langkah konkret. Ia menilai bahwa Balikpapan telah mengambil sejumlah kebijakan progresif yang menunjukkan komitmen kuat terhadap pelestarian lingkungan hidup.
Menurut Sigit, forum-forum diskusi, rapat kerja lintas sektor, dan kebijakan yang fokus pada pengelolaan sampah menjadi langkah penting untuk memperkuat sinergi antar pihak dalam menanggulangi permasalahan ini. Ia menekankan bahwa keberhasilan pengelolaan sampah tidak bisa dilepaskan dari upaya kolektif antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat.
“Permasalahan sampah bukan hanya soal tumpukan limbah, tapi soal bagaimana kita membangun kesadaran bersama untuk menjaga lingkungan sebagai warisan bagi generasi mendatang,” ujarnya.
Salah satu aspek yang ia soroti secara positif adalah keterlibatan masyarakat melalui program bank sampah yang telah berkembang di berbagai wilayah Balikpapan. Menurutnya, inisiatif ini tidak hanya membantu mengurangi volume sampah yang masuk ke tempat pembuangan akhir, tetapi juga memberikan dampak ekonomi nyata bagi warga yang terlibat.
“Bank sampah memberi nilai ekonomis terhadap sampah. Dengan pendekatan ini, masyarakat tidak lagi memandang sampah sebagai limbah semata, tetapi sebagai sumber daya yang bisa dikelola,” tutur Sigit.
Ia juga mengamati pendekatan serupa yang diterapkan di beberapa daerah lain, seperti Samarinda, yang telah mengembangkan sistem pemilahan sampah berbasis jenis sejak di tingkat rumah tangga. Ia menilai pendekatan ini sangat efektif dalam meningkatkan efisiensi pengelolaan dan mendorong budaya sadar lingkungan di masyarakat.
“Ketika masyarakat sudah terbiasa memilah sampah dari rumah, maka proses pengelolaan di hilir akan jauh lebih mudah. Ini juga bisa menumbuhkan kebiasaan positif yang berkelanjutan,” jelasnya.
Lebih dari sekadar pengurangan volume sampah, Sigit menekankan potensi ekonomi yang besar di sektor ini. Ia mengungkapkan bahwa pengelolaan sampah yang dilakukan secara profesional mampu membuka peluang usaha baru dan meningkatkan taraf hidup pelaku ekonomi kecil, seperti pemulung dan pelaku daur ulang.
“Banyak orang yang menggantungkan hidup dari pengumpulan dan pengelolaan sampah. Ketika sistemnya baik, maka penghasilan mereka juga akan lebih stabil dan layak,” kata dia.
Menurut Sigit, keberhasilan pengelolaan sampah tidak hanya ditentukan oleh teknologi atau infrastruktur, tetapi sangat bergantung pada partisipasi masyarakat. Setiap Rukun Tetangga (RT) memiliki posisi strategis sebagai penggerak utama dalam menjalankan sistem yang efektif. Program berbasis komunitas harus terus diperkuat agar pengelolaan sampah bisa menjadi bagian dari budaya masyarakat.
“RT bisa menjadi ujung tombak. Jika di tingkat lingkungan sudah terbangun sistem yang tertib, maka pengelolaan di tingkat kota akan jauh lebih ringan,” katanya.
Tak hanya itu, Sigit juga mengangkat isu penting lainnya: sampah laut. Ia menilai bahwa permasalahan sampah di perairan tidak bisa dipisahkan dari manajemen sampah di daratan. Menurutnya, banyak limbah yang mencemari laut berasal dari kelalaian dalam mengelola sampah di permukiman dan kawasan perkotaan.
“Ketika kita membiarkan sampah menumpuk di drainase atau terbawa hujan ke sungai, pada akhirnya semua akan bermuara ke laut. Dan di sana, kerusakan yang ditimbulkan jauh lebih besar, karena menyangkut ekosistem dan sumber penghidupan nelayan,” tegasnya.
Sigit mencontohkan kondisi di Bali yang kerap menerima kiriman sampah laut dari berbagai wilayah lain di Indonesia. Hal ini, menurutnya, menjadi bukti nyata bahwa pengelolaan sampah harus dilakukan secara serius dan menyeluruh, tidak hanya untuk kepentingan estetika kota, tetapi untuk menjaga keseimbangan alam.
Sebagai bentuk nyata dari komitmen terhadap pengurangan sampah, ia mengapresiasi kebijakan Pemerintah Kota Balikpapan yang telah memberlakukan pelarangan penggunaan kantong plastik sekali pakai di pusat-pusat perbelanjaan dan pasar tradisional. Kebijakan ini menjadi pionir di tingkat daerah dan memberikan dampak signifikan dalam mengurangi volume sampah plastik yang sulit terurai.
“Balikpapan menjadi salah satu daerah pertama yang berani mengambil langkah ini. Dan sekarang hasilnya mulai terlihat, banyak masyarakat yang terbiasa membawa kantong belanja sendiri atau menggunakan bahan alternatif yang ramah lingkungan,” katanya dengan bangga.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa kebijakan saja tidak cukup jika tidak diikuti dengan perubahan pola pikir dan kebiasaan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan edukatif yang terus menerus agar kesadaran lingkungan bisa menjadi bagian dari gaya hidup warga kota.
Untuk mendukung transformasi ini, Sigit mendorong adanya investasi pada teknologi pengelolaan sampah yang lebih modern. Ia menyebut bahwa dengan pemanfaatan teknologi yang tepat, proses pengolahan dari hulu ke hilir bisa menjadi lebih efisien, ramah lingkungan, dan bahkan memberikan hasil sampingan seperti energi terbarukan atau produk daur ulang bernilai tinggi.
“Teknologi bisa membantu kita mengelola sampah dengan lebih cepat dan bersih. Tapi tetap, yang utama adalah komitmen kita bersama untuk menjadikan lingkungan sebagai prioritas utama,” ujarnya menegaskan.
Dengan konsistensi kebijakan, keterlibatan aktif masyarakat, dan dukungan teknologi yang memadai, Sigit yakin Kota Balikpapan memiliki modal kuat untuk menjadi model nasional dalam pengelolaan sampah yang efektif, berkelanjutan, dan inklusif. Ia mengajak semua pihak untuk tidak berhenti di tahap wacana, tetapi melangkah bersama menuju aksi nyata yang berkelanjutan.
“Lingkungan yang bersih adalah cerminan masyarakat yang peduli. Mari kita jaga kota kita, bukan hanya untuk hari ini, tapi untuk anak cucu kita di masa depan,” pungkasnya penuh semangat. (adv)