BerandaDPRD KaltimDesak Revisi Pergub Penyaluran...

Desak Revisi Pergub Penyaluran Bankeu, DPRD Kaltim Soroti Lemahnya Legalitas Regulasi Dana Bantuan

Terbaru

Sorotan tajam terhadap regulasi penyaluran Bantuan Keuangan (Bankeu) dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur kembali mencuat. Kali ini, suara keras datang dari Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Sarkowi V Zahry, yang dengan lantang meminta adanya evaluasi total terhadap Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 49 Tahun 2020. Regulasi yang selama beberapa tahun terakhir menjadi rujukan dalam proses penyaluran Bankeu ini dinilai tidak hanya bermasalah dalam pelaksanaan teknis, tetapi juga berpotensi cacat secara hukum.

Sarkowi, yang akrab disapa Owi, menyoroti proses pembentukan Pergub tersebut yang diduga tidak sesuai dengan mekanisme formal yang berlaku. Ia mengungkapkan bahwa dalam penelusuran yang telah dilakukan, termasuk melalui konfirmasi langsung ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), ditemukan fakta bahwa kementerian terkait sama sekali tidak dilibatkan dalam penyusunan regulasi tersebut. Padahal, keterlibatan Kemendagri adalah elemen fundamental dalam penyusunan kebijakan setingkat peraturan gubernur, terutama yang menyangkut alokasi dan penggunaan keuangan daerah.

“Dari hasil komunikasi kami dengan pihak Kemendagri, mereka menyatakan tidak pernah diajak berkonsultasi terkait Pergub 49/2020. Ini bukan persoalan sepele. Regulasi yang menyangkut hajat hidup masyarakat luas tidak boleh lahir dari proses yang cacat secara administratif dan hukum,” ujar Owi.

Menurutnya, ketidakterlibatan Kemendagri dalam proses itu tidak bisa dianggap sebagai kelalaian biasa. Ia menyebutnya sebagai pelanggaran prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, dan berpotensi mengacaukan sistem penyaluran dana dari provinsi ke kabupaten, kota, hingga desa. Padahal, dana Bankeu sangat penting sebagai penopang pembangunan infrastruktur dasar, peningkatan pelayanan publik, serta pemberdayaan ekonomi masyarakat di wilayah pedesaan.

Owi juga menekankan bahwa keresahan terhadap keberadaan Pergub 49/2020 ini bukanlah hal baru. DPRD Kaltim, kata dia, sejak lama telah menyampaikan kekhawatiran terhadap regulasi tersebut. Bahkan permintaan resmi untuk mencabut atau merevisinya sudah disampaikan sejak kepemimpinan gubernur sebelumnya. Namun, hingga kini belum ada tindak lanjut konkret dari pihak eksekutif. Hal ini menimbulkan kekecewaan mendalam di kalangan legislatif, yang merasa bahwa aspirasi rakyat yang disalurkan melalui lembaga perwakilan diabaikan begitu saja.

“Ini bukan tentang kepentingan personal atau golongan. Ini adalah sikap institusional dari DPRD sebagai representasi masyarakat Kalimantan Timur. Sudah berkali-kali kami sampaikan secara resmi, tapi tidak ada respons yang memadai. Sikap diam ini mencerminkan ketidakseriusan dalam menata manajemen keuangan daerah,” ucap Owi dengan nada tegas.

Melihat adanya dinamika baru dalam struktur pemerintahan Provinsi Kaltim, ia berharap ini menjadi momentum untuk melakukan koreksi menyeluruh. Revisi terhadap Pergub yang dinilai bermasalah ini harus dilakukan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk lembaga legislatif, kementerian teknis, serta masyarakat penerima manfaat secara langsung. Bagi Owi, revisi bukan sekadar memperbaiki kesalahan administratif, tapi merupakan bentuk komitmen terhadap penegakan hukum, transparansi, dan keadilan dalam distribusi anggaran pembangunan.

Ia juga menegaskan bahwa Bankeu bukan sekadar transfer dana, tetapi merupakan instrumen vital untuk menjawab kebutuhan dasar masyarakat, khususnya di desa-desa yang belum memiliki kapasitas fiskal yang memadai. Oleh karena itu, regulasi yang mengatur distribusinya harus berpijak pada prinsip keadilan, efisiensi, dan legalitas yang tak tergoyahkan.

“Kami ingin regulasi yang berpihak pada rakyat, bukan regulasi yang membingungkan pelaksana di lapangan. Jangan sampai dana yang seharusnya mempercepat pembangunan justru terhambat oleh birokrasi yang tidak jelas dasar hukumnya,” tutur Owi.

Ia pun menambahkan bahwa keterbukaan dan akuntabilitas harus menjadi fondasi dalam penyusunan kebijakan publik ke depan. Melibatkan kementerian terkait, mendengar masukan dari daerah penerima manfaat, serta menyinkronkan visi antara pusat dan daerah adalah langkah penting agar kebijakan tersebut benar-benar tepat sasaran dan tidak menimbulkan permasalahan baru di kemudian hari.

“Di desa-desa, masyarakat menunggu hasil. Mereka menanti bantuan untuk membangun jalan, jembatan, puskesmas, sekolah, atau fasilitas ekonomi lainnya. Kita tidak boleh mengecewakan mereka hanya karena kita lalai menyusun peraturan yang benar,” tegasnya.

DPRD Kalimantan Timur, melalui suara Sarkowi V Zahry dan rekan-rekannya di Komisi IV, menyatakan komitmennya untuk terus mengawal proses revisi Pergub ini. Mereka menegaskan tidak akan tinggal diam jika pelaksanaan Bankeu diwarnai dengan ketidakpastian hukum dan teknis. Dengan keberanian bersuara dan tekad memperjuangkan hak masyarakat, legislatif berharap Pemerintah Provinsi Kaltim segera bertindak, bukan hanya mendengar.

Dengan posisi strategis DPRD sebagai lembaga kontrol, diharapkan polemik seputar regulasi penyaluran bantuan keuangan ini bisa menjadi pemicu lahirnya kebijakan yang lebih baik, lebih akuntabel, dan lebih berpihak pada masyarakat luas. Karena pada akhirnya, keberhasilan pembangunan daerah ditentukan oleh kemampuan seluruh elemen pemerintahan untuk menyusun dan melaksanakan kebijakan secara tepat, jujur, dan bertanggung jawab. (adv)

Trending Minggu Ini

Kamu mungkin juga suka