Dunia pendidikan di Kalimantan Timur dirundung duka yang mendalam atas wafatnya sosok guru besar yang sangat dihormati, Prof. Sarosa Hamongpranoto. Tokoh pendidikan dari Universitas Mulawarman ini menghembuskan napas terakhir setelah menjalani perawatan intensif akibat gangguan jantung yang dideritanya. Kepergian beliau bukan hanya menjadi kehilangan bagi keluarga besar Universitas Mulawarman, tetapi juga bagi masyarakat luas yang selama ini mengenalnya sebagai figur intelektual yang rendah hati, humanis, dan penuh dedikasi.
Salah satu tokoh yang turut menyampaikan rasa kehilangan yang mendalam adalah anggota DPRD Kalimantan Timur, Sarkowi V Zahry. Dalam keterangannya, Sarkowi menyatakan bahwa Prof. Sarosa bukan hanya seorang akademisi, tetapi juga mentor, panutan, dan pejuang pendidikan yang memperjuangkan akses yang adil dan merata bagi seluruh lapisan masyarakat. Ia mengenang sosok almarhum sebagai seseorang yang selalu memprioritaskan nilai-nilai kemanusiaan dalam setiap langkah perjuangannya di bidang pendidikan.
Sarkowi juga menceritakan bahwa dirinya mengetahui kabar duka ini melalui menantu almarhum, yang saat ini bekerja sebagai tenaga ahli di lingkungan DPRD Kalimantan Timur, khususnya di Komisi IV. Baginya, kabar itu terasa sangat mengguncang, mengingat kedekatan personal yang ia miliki dengan Prof. Sarosa serta pengaruh besar almarhum dalam membentuk wajah pendidikan di daerah ini.
Prosesi pemakaman almarhum berlangsung dengan penuh penghormatan. Jenazahnya disalatkan di Masjid Alfatihah Universitas Mulawarman, yang menjadi saksi bisu dedikasinya selama puluhan tahun di dunia akademik. Setelah disalatkan, jenazah kemudian dimakamkan di pemakaman umum yang berlokasi tidak jauh dari RSUD Abdoel Wahab Sjahranie, tempat beliau menjalani perawatan. Rumah duka di kawasan Jl. Pramuka pun dipenuhi pelayat dari berbagai kalangan—mulai dari pejabat, akademisi, mahasiswa, hingga masyarakat umum—yang datang untuk memberikan penghormatan terakhir.
Sarkowi juga mengenang pertemuan terakhirnya dengan almarhum di sebuah rumah makan di kawasan Voorvo, Samarinda. Dalam pertemuan hangat itu, Prof. Sarosa banyak membicarakan tentang pentingnya peran pemimpin daerah dalam membuka akses pendidikan seluas-luasnya bagi masyarakat. Menurutnya, pendidikan seharusnya tidak menjadi beban bagi rakyat, tetapi menjadi tanggung jawab negara yang harus diberikan secara gratis dan merata, tanpa memandang latar belakang ekonomi.
Lebih dari itu, dalam diskusi mereka mengenai isu-isu politik dan kepemimpinan, Prof. Sarosa menyampaikan pandangan kritisnya terhadap tantangan yang dihadapi para pemimpin daerah. Salah satu hal yang ditekankan almarhum adalah kenyataan pahit bahwa sering kali kapasitas seorang pemimpin harus berhadapan dengan keterbatasan logistik dan sumber daya. Ia pernah berkata bahwa kemampuan bisa saja dikalahkan oleh “isi tas”—sebuah sindiran halus yang menggambarkan betapa besar pengaruh pendanaan dan logistik dalam dinamika politik dan pemerintahan.
Sebagai akademisi, Prof. Sarosa tidak hanya aktif dalam pengajaran dan penelitian, tetapi juga dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Ia dikenal luas sebagai salah satu pendiri Ika Pakarti, sebuah organisasi paguyuban warga Jawa di Kalimantan Timur. Organisasi ini didirikan untuk mempererat tali persaudaraan, memelihara keguyuban, dan menjaga kerukunan antar suku dan etnis yang tinggal di provinsi ini. Komitmen almarhum terhadap nilai-nilai kebhinekaan dan persatuan menjadikannya sosok pemersatu yang dicintai banyak kalangan.
Dalam dunia akademik, Prof. Sarosa juga dikenal sebagai pembela mahasiswa. Ia tak segan membantu mahasiswa yang hampir putus kuliah karena kendala finansial atau kesulitan akademik. Perhatian dan empatinya menjadikan beliau tidak hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai figur ayah bagi banyak anak didiknya. Tak sedikit mahasiswa yang mengaku bahwa tanpa bantuan dan bimbingan Prof. Sarosa, mereka tak akan mampu menyelesaikan studi.
Tak kalah penting, Prof. Sarosa memiliki peran bersejarah dalam masa-masa reformasi yang penuh gejolak. Ia menjadi salah satu penasihat hukum bagi para mahasiswa yang mengalami penahanan akibat aksi-aksi demonstrasi di era 1998. Sebagai akademisi dengan latar belakang hukum, almarhum kerap menjadi penjamin dan pembela hak-hak mahasiswa. Ia memberikan bimbingan hukum yang tidak hanya praktis, tetapi juga penuh semangat idealisme yang berlandaskan keadilan.
Prof. Sarosa Hamongpranoto lahir bertepatan dengan Hari Lahir Pancasila, simbol kebangsaan yang juga mencerminkan prinsip-prinsip hidupnya: keadilan sosial, kemanusiaan, dan persatuan. Ia menghembuskan napas terakhir tepat pada peringatan Hari Pendidikan Nasional, seolah menjadi penanda bahwa hidup dan perjuangannya memang ditakdirkan untuk dunia pendidikan.
Beliau meninggalkan satu anak, Ayu Fetriana Rosati, serta dua cucu tercinta, Anindayu Gendhis Nareswari dan Anandanu Hario Danajaya. Keluarga besar yang ditinggalkan tentu merasa kehilangan yang sangat mendalam, namun warisan pemikiran dan keteladanan beliau akan terus hidup di hati masyarakat Kalimantan Timur.
Bagi para akademisi, mahasiswa, dan pemimpin daerah, kepergian Prof. Sarosa merupakan pengingat bahwa pendidikan adalah fondasi utama dalam membangun bangsa. Semangatnya dalam memperjuangkan akses pendidikan yang setara dan berkeadilan akan menjadi inspirasi bagi generasi penerus.
“Selamat jalan, Prof. Sarosa,” ucap Sarkowi V Zahry penuh haru. “Dedikasi, kebijaksanaan, dan cinta Anda terhadap dunia pendidikan akan terus menjadi pelita bagi kami yang ditinggalkan.” (adv)