Di balik pesona langit cerah yang menyelimuti wilayah Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, tersimpan cerita pilu tentang kondisi fasilitas pendidikan yang seharusnya menjadi tonggak utama dalam mencetak sumber daya manusia unggul di kawasan penyangga Ibu Kota Negara (IKN). Sejumlah anggota Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kalimantan Timur melakukan kunjungan lapangan untuk melihat langsung progres pembangunan sekolah menengah kejuruan di daerah tersebut—dan yang mereka temukan justru mengecewakan.
Dipimpin oleh Ketua Pansus LKPj DPRD Kaltim, Agus Suwandy, bersama dua anggota lainnya, Sugiyono dan Fadly Imawan, rombongan menyusuri dua titik penting pembangunan sekolah di Kecamatan Sepaku, yakni SMK Negeri 6 Semoi dan SMK Negeri 1 Bukit Raya. Kedua sekolah ini dipilih bukan tanpa alasan—letaknya yang strategis dan potensinya dalam mendukung pengembangan kompetensi teknis pelajar di tengah geliat pembangunan IKN membuatnya menjadi simbol harapan akan masa depan pendidikan di wilayah tersebut.
Namun harapan itu seolah memudar begitu rombongan tiba dan menyaksikan langsung kondisi di lapangan. Di SMK Negeri 6 Semoi, terdapat dua bangunan utama yang tengah dibangun, yakni bengkel kerja (workshop) dan kantor sekolah, yang keseluruhannya dibiayai dengan dana proyek senilai lebih dari satu miliar rupiah. Sayangnya, alih-alih melihat hasil yang menggambarkan kemajuan, tim justru disambut oleh kondisi bangunan yang dinilai jauh dari standar kelayakan.
Agus Suwandy menyampaikan penilaiannya secara terbuka. Menurutnya, kualitas pekerjaan yang tampak secara visual sudah cukup untuk menggambarkan banyaknya persoalan. Bangunan workshop yang seharusnya menjadi sarana utama kegiatan praktik siswa, justru tampak rapuh dan tidak kokoh. Beberapa komponen struktur dianggap tidak memenuhi spesifikasi teknis yang dipersyaratkan. Tak hanya itu, aspek kenyamanan dan keamanan pun luput dari perhatian pelaksana proyek.
“Dengan dana sebesar ini, seharusnya sudah bisa dibangun fasilitas yang layak pakai, aman, dan dapat langsung digunakan. Tapi yang kita lihat justru bangunan yang terlihat dikerjakan dengan asal-asalan,” tegas Agus, menyoroti kinerja kontraktor yang dianggap tidak bertanggung jawab dalam menunaikan pekerjaannya.
Kondisi yang tak kalah memperihatinkan juga ditemukan di SMK Negeri 1 Bukit Raya. Dari luar, bangunan sekolah ini tampak lebih modern dan rapi. Namun saat rombongan memasuki area dalam, berbagai persoalan pun kembali mencuat. Sebuah bangunan aula besar tampak mangkrak—pembangunan dihentikan karena kontraktor dinilai tidak mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak.
Menurut Agus, proyek tersebut merupakan salah satu contoh kegagalan perencanaan dan pengawasan yang fatal. Dana telah dialokasikan, pembangunan telah dimulai, namun hasil akhirnya justru menyisakan bangunan terbengkalai. Tidak hanya menghambat kegiatan belajar mengajar, kondisi ini juga menandakan lemahnya seleksi dan pengawasan terhadap penyedia jasa konstruksi.
Fasilitas sanitasi pun tak luput dari sorotan. Toilet siswa berada dalam kondisi rusak parah dan tidak bisa digunakan. Keadaan ini dianggap mencerminkan rendahnya perhatian terhadap kenyamanan dan kesehatan siswa sebagai bagian tak terpisahkan dari proses pendidikan. Bahkan, fasilitas penunjang seperti kandang sapi yang diperuntukkan bagi praktik siswa jurusan peternakan, dinilai dibangun seadanya tanpa mempertimbangkan standar teknis minimum.
“Bangunan kandang ini lebih menyerupai bangunan darurat ketimbang fasilitas praktik pendidikan. Tidak ada kesan bahwa bangunan ini dirancang dengan serius. Padahal, praktik kejuruan butuh fasilitas nyata yang menunjang keterampilan siswa secara langsung,” ujar Agus dengan nada kecewa.
Agus Suwandy menegaskan bahwa kunjungan ini bukan sekadar bentuk formalitas tahunan, melainkan bagian dari tanggung jawab legislatif dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran publik. Temuan-temuan lapangan tersebut, kata dia, akan dibawa ke forum evaluasi Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Gubernur sebagai bahan penting dalam menyusun rekomendasi ke depan.
Menurutnya, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur harus mengambil tindakan cepat dan tegas terhadap temuan ini. Kontraktor yang gagal menjalankan tugas harus dievaluasi bahkan dikenakan sanksi, dan pembangunan harus dilanjutkan dengan pendekatan yang lebih profesional. Agus menekankan pentingnya memilih penyedia jasa konstruksi yang berkompeten serta melakukan pengawasan yang ketat sejak awal hingga akhir proyek.
Ia menambahkan bahwa wilayah Penajam Paser Utara, khususnya Kecamatan Sepaku, memiliki posisi strategis dalam konteks pembangunan nasional karena kedekatannya dengan kawasan Ibu Kota Negara. Oleh sebab itu, pembangunan infrastruktur pendidikan di wilayah ini seharusnya dilakukan dengan standar tertinggi dan penuh tanggung jawab.
“Jika kita ingin mencetak generasi unggul untuk mendukung IKN, maka tidak ada jalan pintas. Dimulai dari fasilitas pendidikan yang berkualitas. Tidak bisa kita membiarkan fasilitas seperti ini berdiri dengan mutu rendah, karena ini menyangkut masa depan,” ujar Agus.
Ia juga menekankan bahwa pembangunan infrastruktur fisik tidak akan berarti tanpa didukung pembangunan sumber daya manusia yang memadai. Pendidikan, katanya, adalah pondasi dari pembangunan berkelanjutan. Dan untuk itu, negara, termasuk pemerintah daerah, harus hadir secara utuh—bukan hanya menggelontorkan dana, tapi juga memastikan setiap rupiah benar-benar memberikan dampak positif.
Pansus LKPj DPRD Kaltim menyatakan akan terus melakukan pemantauan terhadap kelanjutan proyek-proyek tersebut, dan menuntut agar pemerintah daerah lebih serius dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi pembangunan fasilitas pendidikan, terutama di wilayah strategis seperti Sepaku.
“Yang kami perjuangkan bukan sekadar bangunan. Kami memperjuangkan masa depan siswa-siswa kita yang layak mendapatkan pendidikan dalam lingkungan yang aman, nyaman, dan memadai. Ini bukan soal proyek, ini soal tanggung jawab moral terhadap generasi yang akan datang,” pungkasnya.
Dalam situasi di mana Kalimantan Timur bersiap menjadi tulang punggung penyangga IKN, perhatian terhadap dunia pendidikan tidak boleh setengah hati. Temuan ini seharusnya menjadi cermin sekaligus peringatan bahwa pembangunan yang tidak bermutu bukan hanya membuang anggaran, tetapi juga mengkhianati harapan masyarakat yang menantikan perubahan nyata. (adv)