BATU ANTING – Warga Batu Anting, Kecamatan Pelaihari, Kilometer 92, masih berjuang menghadapi dampak pencemaran sungai akibat aktivitas tambang yang beroperasi dekat jalan raya, tepat di belakang gerai Alfamart.
Kendati tambang tersebut sudah berhenti beroperasi sejak Desember 2024 lalu, kerusakan lingkungan, terutama pada aliran sungai, masih terasa hingga saat ini.
Sejak tambang mulai beroperasi, warga mengeluhkan tanah overburden (OB) yang dibuang langsung ke sungai, yang notabene berdampak pada keruhnya air hingga terjadinya pendangkalan sungai.
Warga menyebut jika Hal itu tentu mengganggu mata pencaharian, terutama yang mengandalkan sungai seperti memancing ikan dan mencari nipah.
“Air sungai sekarang tidak bisa lagi digunakan untuk memancing. Nipah yang dulu banyak di sepanjang sungai juga hilang karena alirannya terganggu,” keluh salah seorang warga, Rabu ( 11/12/24 ) silam.
Pendangkalan yang terjadi di beberapa titik sungai bahkan membuat perahu warga sulit melintas. “Kami harus menderek perahu sendiri karena sungai menjadi terlalu dangkal, terutama saat tambang baru mulai beroperasi. Aliran air terasa seperti terputus,” tambah warga lainnya.
Kendati aktivitas tambang dihentikan pada Desember 2024 lalu, dampak lingkungan terus berlanjut. Saat musim hujan, air sering meluap karena aliran sungai tersumbat sedimen tanah OB, menyebabkan banjir kecil yang mengganggu warga sekitar.
Masyarakat berharap pemerintah segera turun tangan untuk mengembalikan fungsi sungai dan memperbaiki ekosistem yang rusak.
Warga Batu Anting mengharapkan pemerintah segera mengambil tindakan tegas untuk memulihkan aliran sungai dan memperbaiki ekosistem yang rusak.
Kejadian ini menyoroti pentingnya pengawasan dan regulasi ketat terhadap kegiatan tambang, terutama yang berlokasi dekat dengan pemukiman dan sumber daya alam, untuk mencegah kerusakan lingkungan dan dampak sosial yang lebih luas.
Menanggapi keluhan warga, Kepala Bidang Penataan dan Kapasitas Lingkungan pada DPRPKLH Tanah Laut, Adi Rahmani, menyatakan bahwa masalah lingkungan di Desa Batu Anting sudah mulai dirasakan sejak Mei 2024.
“Berdasarkan aduan masyarakat pada Agustus 2024, DPRPKLH melakukan verifikasi lapangan terkait dampak kegiatan pertambangan di sekitar pemukiman warga. Hasil verifikasi menunjukkan adanya aktivitas tambang yang sangat dekat dengan pemukiman, yang berpotensi besar merusak lingkungan,” ungkap Adi Rahmani.
Pada September 2024, DPRPKLH mengeluarkan surat peringatan kepada pihak tambang untuk menghentikan kegiatan dan melakukan evaluasi dampak lingkungan.
“Kami mengeluarkan surat peringatan agar aktivitas tambang dihentikan dan segera dilakukan evaluasi, karena analisis lingkungan kami menunjukkan bahwa tambang tersebut sangat rentan menimbulkan kerusakan,” jelasnya.
Adi Rahmani menambahkan bahwa sanksi hanya bisa diberikan kepada kegiatan usaha yang memiliki legalitas.
“Sesuai kewenangan kami, sanksi hanya dapat diberikan kepada usaha yang memiliki legalitas. Namun, untuk kegiatan ilegal, penanganannya berada di bawah kewenangan pihak lain,” ujarnya, Selasa ( 07/01/25 ).
Lanjutnya Di lapangan, petugas tidak menemukan dokumen legalitas pelaksana tambang.
“Kami tidak menemukan legalitas kegiatan tambang tersebut. Oleh karena itu, kami mengeluarkan surat kepada pihak yang ditemui di lapangan untuk segera menghentikan kegiatan dan menangani dampak lingkungan yang terjadi,” jelasnya.