BerandaDPRD KaltimPPDB dan Tantangan Pendidikan...

PPDB dan Tantangan Pendidikan di Kalimantan Timur: Desakan Percepatan Reformasi dari DPRD

Terbaru

Mendekati pelaksanaan tahunan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), atmosfer pendidikan di Kalimantan Timur kembali dipenuhi beragam kecemasan dan pertanyaan yang belum juga menemukan jawaban tuntas. Masalah klasik yang terus berulang setiap tahun, seperti ketimpangan daya tampung sekolah negeri dan ketidakseimbangan distribusi peserta didik, menjadi catatan penting yang kembali disuarakan oleh Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur.

Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, H. Baba, secara lugas menyampaikan kekhawatiran mendalam terhadap kurangnya progres konkret dalam pembenahan sistem PPDB yang adil dan inklusif. Dalam forum yang dihadiri oleh pemangku kepentingan di sektor pendidikan, ia menyoroti berbagai aspek yang selama ini terus menjadi ganjalan dalam proses penerimaan siswa baru.

“Setiap tahun kita menghadapi hal yang sama, seolah-olah kita belum belajar dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya,” ujarnya. Menurutnya, permasalahan PPDB bukan hanya sekadar isu teknis, melainkan telah berkembang menjadi masalah struktural yang menyentuh akar persoalan pembangunan pendidikan di Kalimantan Timur.

Salah satu isu paling mendesak yang disorotinya adalah keterbatasan daya tampung sekolah negeri, khususnya di dua kota besar yang menjadi pusat pertumbuhan penduduk dan urbanisasi, yakni Balikpapan dan Samarinda. Di Balikpapan misalnya, kapasitas sekolah negeri baru mampu menampung sekitar separuh dari jumlah calon siswa yang mendaftar setiap tahunnya. Situasi ini menciptakan tekanan luar biasa bagi para orang tua dan calon peserta didik yang berharap bisa memperoleh pendidikan berkualitas di lembaga formal negeri.

Lebih ironis lagi, terdapat wilayah seperti Kecamatan Balikpapan Tengah yang hingga kini belum memiliki satu pun SMA atau SMK negeri. Kondisi ini dinilai sangat tidak ideal bagi sebuah kota yang menjadi salah satu pilar utama pertumbuhan Kalimantan Timur. “Ini bukan lagi soal kualitas, tetapi tentang keberadaan. Di tengah peningkatan jumlah penduduk usia sekolah, kita justru kekurangan bangunan sekolah. Unit Sekolah Baru (USB) harus dibangun sesegera mungkin, bukan sekadar direncanakan di atas kertas,” tegas H. Baba.

Sementara itu, di Samarinda, permasalahan yang muncul memiliki karakter berbeda. Kota ini sebenarnya memiliki jumlah sekolah yang cukup memadai jika dilihat dari sisi kuantitas. Namun, distribusi pendaftar yang tidak merata menjadi masalah utama. Sekolah-sekolah yang dikenal sebagai “unggulan” atau “favorit” selalu menjadi pusat penumpukan pendaftaran, sedangkan sekolah lainnya justru mengalami kekurangan siswa. Pola ini menciptakan ketimpangan internal yang mengganggu prinsip keadilan dalam sistem pendidikan.

Menurut H. Baba, kecenderungan orang tua yang hanya ingin menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah tertentu merupakan refleksi dari ketimpangan mutu pendidikan yang masih belum teratasi. “Jika kualitas pendidikan kita merata di semua sekolah, maka masyarakat tidak akan terobsesi pada satu atau dua sekolah saja. Kita butuh strategi pemerataan mutu, bukan hanya meningkatkan kapasitas fisik bangunan,” ujarnya.

Tak hanya berhenti pada permasalahan sekolah negeri, Komisi IV DPRD Kaltim juga memberikan perhatian pada peran pondok pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan penting yang turut membentuk karakter generasi muda. Walaupun pesantren berada di bawah kewenangan Kementerian Agama, H. Baba menegaskan bahwa keberadaan mereka tak bisa dipisahkan dari ekosistem pendidikan di Kalimantan Timur.

“Pesantren adalah bagian penting dari pendidikan masyarakat kita. Mereka tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga mendidik moral dan karakter. Maka sudah seharusnya pemerintah daerah juga memberi perhatian, baik dalam bentuk bantuan operasional maupun fasilitasi peningkatan sarana dan prasarana,” ungkapnya.

Menghadapi tantangan tersebut, H. Baba dan jajaran Komisi IV mendesak agar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim bertindak lebih proaktif dalam menyiapkan skema PPDB yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan di lapangan. Komisi IV juga mengusulkan agar perencanaan pendidikan lima tahunan harus lebih tajam dalam membaca tren demografis, serta melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat dan pemangku kepentingan lokal.

Pembangunan sekolah baru, pemerataan tenaga pendidik, peningkatan kapasitas sekolah swasta sebagai mitra strategis, hingga perbaikan sistem zonasi berbasis realitas geografis, menjadi sejumlah rekomendasi konkret yang diajukan untuk menjawab berbagai persoalan.

Komisi IV juga menegaskan perlunya pendekatan holistik dalam menangani persoalan pendidikan. Ini mencakup peningkatan anggaran pendidikan, sinergi antarlembaga, serta keterlibatan sektor swasta dan organisasi masyarakat sipil dalam mendukung program pendidikan pemerintah.

“Pendidikan adalah investasi jangka panjang. Jika kita terus mengabaikan masalah yang sama dari tahun ke tahun, maka kita sedang mempertaruhkan masa depan generasi kita,” pungkas H. Baba dengan nada serius.

Melalui desakan dan dorongan politik ini, DPRD Kaltim berharap agar tahun ajaran baru mendatang bisa menjadi titik awal perubahan. PPDB diharapkan tidak lagi menjadi momen penuh ketegangan dan ketidakpastian, melainkan menjadi gambaran keberhasilan reformasi pendidikan yang telah dirancang dan dijalankan dengan keseriusan. Kini, beban harapan itu berada di tangan para pengambil kebijakan dan pelaksana teknis di lapangan—untuk membuktikan bahwa sistem pendidikan Kalimantan Timur memang sedang bergerak menuju arah yang lebih baik. (adv)

Trending Minggu Ini

Kamu mungkin juga suka