BerandaDPRD KaltimRentetan Insiden Tongkang di...

Rentetan Insiden Tongkang di Mahakam Picu Dorongan DPRD Kaltim untuk Atur Tata Kelola Sungai Lewat Perda

Terbaru

Dua insiden berturut-turut yang melibatkan kapal tongkang dan struktur Jembatan Mahakam menjadi peringatan serius bagi Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dan seluruh pemangku kebijakan di daerah tersebut. Jembatan Mahakam, yang selama ini menjadi jalur vital transportasi masyarakat dan salah satu ikon utama Kota Samarinda, menghadapi ancaman serius akibat lemahnya regulasi serta pengawasan terhadap lalu lintas kapal di sepanjang alur Sungai Mahakam.

Insiden pertama melibatkan tongkang bermuatan kayu yang menghantam bagian fender dan pilar jembatan. Belum selesai proses pemulihan dari kerusakan tersebut, musibah serupa kembali terjadi. Kali ini, kapal penarik tongkang bermuatan batu bara kehilangan kendali setelah tali pengikatnya putus, dan kembali menabrak bagian struktur jembatan yang sama. Rentetan kejadian ini menambah panjang daftar kekhawatiran terhadap keamanan infrastruktur publik akibat aktivitas pelayaran yang tidak terkendali.

Menyikapi persoalan tersebut, DPRD Kalimantan Timur melalui Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) mengambil sikap tegas. Ketua Bapemperda, Baharuddin Demmu, menyampaikan bahwa persoalan ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut tanpa solusi yang jelas. Ia menilai bahwa inilah saatnya Kaltim memiliki payung hukum berupa Peraturan Daerah (Perda) yang secara khusus mengatur tata kelola aktivitas pelayaran di alur Sungai Mahakam.

Menurut Baharuddin, sungai bukan hanya menjadi jalur logistik bagi angkutan hasil tambang dan perkebunan, tetapi juga merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat pesisir. Oleh karena itu, pemanfaatannya harus diatur secara sistematis, memperhatikan aspek keselamatan, lingkungan, dan juga potensi kontribusi ekonomi bagi daerah.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa Komisi II DPRD Kaltim telah mewacanakan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) yang mengatur secara detail pemanfaatan alur Sungai Mahakam. Sebagai langkah awal, ia mendorong dilakukannya studi banding ke Kalimantan Selatan, yang dinilai telah berhasil mengelola Sungai Barito melalui sistem regulasi yang terstruktur dan terbukti memberikan manfaat ekonomi bagi daerah setempat.

“Pengelolaan Sungai Barito di Kalimantan Selatan bisa dijadikan rujukan yang baik. Pemerintah daerah di sana membiayai kegiatan pengerukan sungai melalui APBD, dan sebagai gantinya, setiap kapal yang melintas diwajibkan membayar retribusi,” ujar Baharuddin.

Ia meyakini bahwa jika sistem serupa diterapkan di Sungai Mahakam, maka Kalimantan Timur akan mendapatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang signifikan dari sektor pelayaran sungai. Tidak hanya itu, sistem tersebut juga bisa digunakan untuk menjaga kedalaman sungai secara berkala, mencegah pendangkalan, dan meningkatkan keselamatan navigasi.

Baharuddin juga menekankan pentingnya membangun sistem pengawasan lalu lintas sungai yang lebih modern dan terintegrasi. Ini mencakup pemasangan alat pemantau arus kapal, penetapan zona pelayaran, pengendalian kapasitas muatan kapal, serta penetapan standar keamanan operasional bagi kapal penarik tongkang dan kapal kargo lainnya.

Ia menyampaikan bahwa beberapa daerah seperti Kutai Kartanegara telah memulai langkah awal dengan membuka pelayaran sungai untuk umum melalui pembiayaan APBD. Dampaknya, daerah tersebut kini mampu memungut retribusi dari aktivitas sungai secara legal, yang pada akhirnya memperkuat kapasitas fiskal daerah dan turut menjaga keberlanjutan infrastruktur sungai.

Namun demikian, Baharuddin mengingatkan bahwa penyusunan Ranperda ini tidak boleh dilakukan secara tergesa-gesa. Menurutnya, setiap produk hukum yang dihasilkan harus berbasis pada kajian akademik, data lapangan, dan masukan dari berbagai pihak yang terlibat langsung, mulai dari dinas teknis, pelaku usaha pelayaran, masyarakat pesisir, hingga organisasi lingkungan hidup.

“Kalau nantinya Ranperda ini masuk ke dalam program pembentukan peraturan daerah, baik atas inisiatif DPRD maupun eksekutif, kami di Bapemperda akan memastikan agar prosesnya berjalan transparan dan profesional. Jangan sampai hanya menjadi aturan di atas kertas yang tidak berdampak nyata bagi masyarakat,” tegasnya.

Selain nilai ekonominya, Baharuddin juga menyoroti ancaman ekologi yang mengintai dari aktivitas pelayaran yang tidak terkontrol. Ia menyebut bahwa tongkang batubara yang melintasi Sungai Mahakam secara masif telah berkontribusi pada kerusakan lingkungan, mulai dari pencemaran air, gangguan pada habitat ikan dan biota air, hingga ancaman terhadap keberlangsungan mata pencaharian masyarakat nelayan lokal.

“Ini bukan hanya soal jembatan yang rusak atau lalu lintas sungai yang padat. Sungai Mahakam adalah nadi kehidupan bagi masyarakat Kalimantan Timur. Kita harus melindunginya dari eksploitasi yang berlebihan,” imbuhnya.

Dengan berbagai masukan, kritik, dan dukungan yang ada, DPRD Kaltim kini bergerak untuk memastikan agar Sungai Mahakam tidak hanya menjadi jalur pengangkut hasil tambang, tetapi juga menjadi simbol pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, berbasis regulasi, dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.

Rancangan regulasi yang tengah digagas diharapkan mampu membawa perubahan paradigma, dari penggunaan sungai secara bebas tanpa kontribusi, menuju sistem pelayaran sungai yang tertib, aman, serta memberikan manfaat ekonomi dan ekologis secara seimbang.

“Jika kita bisa mengelola Mahakam dengan baik, bukan hanya sebagai jalur transportasi, tapi juga sebagai sumber pendapatan dan perlindungan ekosistem, maka kita sudah berada di jalur yang benar menuju pembangunan daerah yang berkelanjutan,” pungkas Baharuddin dengan nada optimistis. (adv)

Trending Minggu Ini

Kamu mungkin juga suka