Banjarmasin – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan korupsi yang dituding merugikan negara sebesar Rp2,4 miliar terkait program bantuan sosial (bansos) rehabilitasi rumah bagi warga terdampak banjir di Kecamatan Kusan Hulu, Kabupaten Tanah Bumbu. Kasus ini melibatkan dua terdakwa, yaitu Edy Purwanto selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan Aminudin sebagai pelaksana proyek. Sidang berlangsung pada Selasa, ( 14/01/24 ).
Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Ariyas Dedy, S.H., M.H., dengan hakim anggota Febi Desry, S.H., mengagendakan pemeriksaan saksi dari pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dipimpin oleh Agus I, S.H., dari Kejaksaan Negeri Tanah Bumbu. Beberapa saksi yang dihadirkan oleh JPU antara lain kepala desa dari wilayah Kecamatan Kusan Hulu.
Di antara saksi yang memberikan kesaksian adalah Nurahman, Kepala Desa Bina Wara, Syaiful, Alisadikin, dan Syaiful Rahman, Kepala Desa Anjir Baru. Dalam kesaksiannya, mereka mengungkapkan bahwa proyek rehabilitasi rumah yang dilaksanakan oleh terdakwa Aminudin menuai keluhan dari warga penerima bantuan. Menurut saksi, kualitas pekerjaan tersebut kurang memadai, terutama saat banjir datang.
“Warga melaporkan bahwa rumah mereka bergoyang ketika air banjir mengalir deras,” ungkap saksi saat dimintai keterangan oleh hakim.
Selain itu, saksi juga menjelaskan bahwa dana bantuan yang seharusnya diterima langsung oleh warga penerima malah diserahkan kepada terdakwa Aminudin, yang bertindak sebagai pelaksana proyek.
Pada tahun 2022 hingga 2023, pemerintah daerah mengalokasikan anggaran sebesar Rp4,9 miliar untuk program bansos rehabilitasi rumah di wilayah rawan banjir. Pada tahun 2022, sebanyak 55 rumah warga menerima bantuan, sedangkan pada tahun 2023 jumlah penerima bertambah menjadi 119 rumah. Setiap penerima bansos dijanjikan bantuan sebesar Rp20 juta untuk meningkatkan ketahanan rumah mereka dari banjir.
Namun, hasil audit yang dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten Tanah Bumbu menemukan adanya kekurangan volume pekerjaan yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp2,4 miliar. Proyek yang dilaksanakan selama dua tahun berturut-turut tersebut memicu pertanyaan terkait lemahnya pengawasan oleh pihak yang berwenang.
Audit ini menegaskan pentingnya pengawasan yang lebih ketat dan pemberian sanksi tegas untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan dana bantuan di masa mendatang.