SAMARINDA — Isu peningkatan kesejahteraan masyarakat kembali menjadi sorotan di parlemen Kalimantan Timur. Salah satu anggota Komisi III DPRD Provinsi Kalimantan Timur, Syarifatul Sya’diah, menegaskan bahwa kemajuan pendidikan dan pembangunan infrastruktur yang merata merupakan dua pilar utama dalam mendorong peningkatan taraf hidup masyarakat, terutama di daerah-daerah yang masih tertinggal seperti Kabupaten Berau dan wilayah perbatasan lainnya di provinsi ini.
Dalam sebuah wawancara usai mengikuti forum dengar pendapat bersama sejumlah pemangku kepentingan, Syarifatul menekankan bahwa pendidikan dan kesehatan adalah indikator mendasar dari kesejahteraan sosial. Ia menyampaikan keprihatinannya atas rendahnya angka lulusan pendidikan tinggi di beberapa kabupaten, termasuk Berau, yang menurutnya masih jauh dari harapan sebagai wilayah penyangga ibu kota negara baru.
“Kita harus melihat kesejahteraan secara menyeluruh, dan pendidikan adalah bagian yang tidak bisa ditawar. Ini bukan hanya soal angka lulusan, tetapi soal daya saing generasi kita dalam menghadapi persaingan di tingkat nasional maupun global,” ujarnya serius.
Ia menyambut positif program unggulan Gratispol yang diinisiasi oleh Gubernur Kalimantan Timur H. Rudy Mas’ud (Harum). Program tersebut memberikan akses pendidikan secara cuma-cuma bagi masyarakat, khususnya bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu. Menurut Syarifatul, kebijakan seperti ini harus didukung penuh oleh semua lapisan pemerintah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, karena menjadi langkah nyata dalam memutus rantai kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
“Tanpa pendidikan yang layak, kita hanya akan mencetak generasi yang sulit bersaing. Pembangunan fisik itu penting, tetapi membangun manusia adalah pondasi dari semua aspek pembangunan,” katanya.
Selain pendidikan, isu infrastruktur dasar juga menjadi sorotan utama legislator dari daerah pemilihan Berau ini. Ia menggarisbawahi pentingnya ketersediaan akses jalan yang memadai, terutama menuju kawasan-kawasan wisata dan kampung-kampung terpencil yang menjadi lumbung sumber daya alam lokal. Ia menilai bahwa keterbatasan infrastruktur jalan menjadi salah satu penghambat distribusi hasil bumi dan laut dari desa ke pasar-pasar di kota.
“Banyak potensi lokal di kampung-kampung, tapi kalau akses jalannya buruk, hasil bumi susah dijual. Ini tentu memengaruhi ekonomi warga secara langsung,” jelasnya.
Secara spesifik, ia menyebutkan beberapa titik infrastruktur yang masih perlu perhatian serius, seperti jalan penghubung dari Tanjung menuju pesisir yang hingga kini belum rampung. Ia juga menyoroti persoalan jembatan yang menghambat akses dari wilayah Sangkulirang di Kutai Timur menuju Kabupaten Berau, yang seharusnya menjadi jalur strategis untuk mobilitas antarwilayah.
Dalam sektor pendidikan dasar dan menengah, Syarifatul juga mengangkat masalah kekurangan ruang kelas baru (RKB) yang terjadi di berbagai sekolah, serta belum tersedianya jenjang pendidikan menengah atas (SMA) di beberapa kecamatan seperti Segah. Menurutnya, hal ini sangat ironis mengingat kewenangan pengelolaan SMA berada di tangan pemerintah provinsi.
“Sampai hari ini, anak-anak di Segah belum punya akses ke SMA di wilayah mereka sendiri. Ini menjadi tugas kami di DPRD provinsi untuk mendorong agar pembangunan SMA segera direalisasikan. Pendidikan menengah adalah jembatan penting menuju perguruan tinggi atau dunia kerja,” tegasnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa masih banyak bangunan sekolah dasar dan menengah pertama di Kabupaten Berau yang dalam kondisi sangat memprihatinkan. Beberapa di antaranya bahkan masih berupa bangunan kayu yang tidak layak pakai dan kerap kebanjiran saat musim hujan.
“Kondisi seperti ini tidak bisa dibiarkan. Anak-anak di pelosok berhak mendapat fasilitas pendidikan yang layak, sama seperti anak-anak di kota. Kita harus hadir untuk mereka,” imbuhnya.
Dengan berbagai persoalan yang disampaikan, Syarifatul menyatakan bahwa pihaknya di Komisi III DPRD Kaltim akan terus mendorong agar kebijakan anggaran provinsi lebih berpihak kepada sektor pendidikan dan infrastruktur di daerah-daerah yang membutuhkan. Menurutnya, keadilan pembangunan tidak cukup hanya dicanangkan, tetapi harus diwujudkan melalui keberpihakan nyata dalam program dan kebijakan.
Ia berharap bahwa dengan adanya sinergi antara pemerintah provinsi, DPRD, dan pemerintah kabupaten, persoalan mendasar seperti pendidikan dan akses infrastruktur dapat segera ditangani secara berkelanjutan. Menurutnya, kesejahteraan yang berkeadilan hanya bisa dicapai bila semua pihak berkomitmen dan bekerja sama untuk memperkecil kesenjangan antarwilayah.
“Visi besar Kalimantan Timur sebagai pintu gerbang Ibu Kota Nusantara harus didukung oleh sumber daya manusia yang unggul dan infrastruktur yang memadai. Tanpa itu, kita hanya akan jadi penonton di tengah laju pembangunan,” pungkasnya.
Pernyataan Syarifatul Sya’diah ini mencerminkan suara dari banyak warga daerah yang menantikan perhatian serius dari para pengambil kebijakan. Masyarakat berharap agar isu-isu krusial tersebut tidak sekadar menjadi wacana di ruang rapat, tetapi benar-benar diterjemahkan menjadi program nyata di lapangan yang membawa perubahan berarti bagi kehidupan mereka. (adv)