Pemerintah mengambil sejumlah langkah untuk menyediakan lebih banyak pasokan oksigen medis. Meninggalnya puluhan pasien akibat krisis oksigen di RSUP dr Sardjito Yogyakarta akhir pekan lalu menjadi pemicunya.
Ketua Satuan Tugas (Satgas) Oksigen COVID-19 Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Tri Saktiyana, mengakui krisis akhir pekan lalu karena lonjakan kebutuhan yang luar biasa.
“Kebutuhan oksigen meningkat drastis. Sebagai contoh, RSUP dr Sardjito itu kebutuhan oksigen-nya meningkat lima kali lipat dari kebutuhan oksigen di masa normal, sehingga perlu upaya ekstra, upaya darurat,” kata Saktiyana di Yogyakarta, Senin (5/7).
Menurut Saktiyana, setidaknya ada tiga faktor teknis di lapangan, tetapi cukup menganggu dan butuh penyelesaian. Faktor pertama adalah karena tangki oksigen cair di setiap rumah sakit, memiliki merek sesuai perusahaan penyedianya. Jika sebuah rumah sakit memiliki tabung oksigen cair berkapasitas besar milik perusahaan A, kata Saktiyana, ada kesulitan ketika pasokan ketika harus menerima oksigen dari perusahaan B.
“Di situasi normal, tidak etis merek A kosong kemudian diisi merek B, seperti botol Coca-Cola yang diisi Pepsi, kan enggak boleh. Ini memang harus merubah pola pikir yang cepat terkait kondisi darurat,”
Faktor kedua adalah alat angkut, dalam hal ini truk tangki oksigen yang terbatas. Tidak hanya itu, meskipun alat angkut ada, untuk menjadi sopir tangki oksigen ternyata dibutuhkan sertifikasi sehingga tidak dapat dilakukan oleh setiap pengemudi truk.
Masalah ketiga adalah karena Yogyakarta tidak memiliki pabrik oksigen. Pabrik paling dekat ada di Kabupaten Kendal, Provinsi Jawa Tengah, yang juga terbebani dengan kebutuhan di daerah itu sendiri.
Saktiyana menjelaskan, dalam kondisi normal di luar pandemi, DIY membutuhkan oksigen rata-rata 20 ton per hari. Saat ini, kebutuhannya adalah sekitar 55 ton oksigen per hari.
Ini tentu harus bekerja sama karena kita tidak punya pabrik, harus menjalin hubunan baik dengan Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur,” tambahnya.
Dalam pernyataan pada Minggu (4/7) sore, Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X juga menyebut persoalan ketersediaan dan distribusi oksigen yang terkendala ini. Dia mengakui, kekurangan oksigen tidak hanya di RSUP dr Sardjito. Akibat lonjakan penderita, seluruh 27 rumah sakit rujukan COVID-19 di DIY perlu tambahan jatah oksigen.
“Bagaimana kita bisa mendistribusikan oksigen, dari pabrik-pabrik yang di Yogya tidak ada. Adanya hanya di Jawa Tengah, dan kita harus berebut dengan Jawa Tengah, sehingga tidak bisa. Kami minta dari Jakarta dan Jawa Timur,” kata Sultan.
Pasokan oksigen di berbagai rumah sakit di Yogyakarta pada Senin (5/7) terpantau stabil. Maria Vita Puji, Humas RS Panti Rapih kepada VOA mengatakan pasokan oksigen di rumah sakit tersebut lancar.
“Kami menggunakan sistem oksigen sentral dan cadangan berupa tabung-tabung,” ujarnya.
Hari Minggu (4/7) sore, truk tangki oksigen PT Samator juga terpantau mengisi pasokan oksigen sentral di RS PKU Muhamamdiyah Yogyakarta.
Pusat Janjikan Lancar
Hari Senin (5/7), dalam keterangan kepada media, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan juga menyebut soal lonjakan kebutuhan oksigen ini.
“Oksigen pun sebenarnya, ini karena peningkatan kebutuhan sampai 3-4 kali lipat jumlah yang dibutuhkan, jadi sempat distribusinya agak tersendat. Memang ada sedikit kekurangan, tetapi sekarang dengan pengaturan dari lima produsen oksigen, kita minta seratus persen sekarang dikasihkan kepada kesehatan,” kata Luhut.
Luhut juga mengakui, memang ada masalah terkait oksigen, tetapi dia meminta seluruh pihak untuk tidak panik karena dia menilai semua terkendali.
“Sekarang kita bekerja sepanjang waktu untuk mengatasi kekurangan oksigen,” janjinya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan pihaknya sudah mengidentifikasi kebutuhan oksigen di masing masing rumah sakit.
“Kita sudah membuat Satgas Oksigen di masing-masing provinsi. Kita akan menggerakkan agar Satgas ini bisa menyesuaikan supply yang ada dengan demand di masing-masing rumah sakit, dan juga transportasi logistiknya, ke masing-masing rumah sakit, dari produsen yang ada,” kata Budi.
Budi juga menggarisbawahi perintah Menkomarves yang menegaskan bahwa jika terjadi kekurangan, Kementerian Perindustrian diminta mengkonversi alokasi oksigen industri ke oksigen medis untuk rumah sakit.
“Dan juga kalau perlu mengimpor oksigen,” tambah Budi.
Sumber : https://www.voaindonesia.com/