BerandaDPRD KaltimInsiden Tongkang Tabrak Jembatan...

Insiden Tongkang Tabrak Jembatan Mahakam I, DPRD Kaltim Desak Evaluasi Keselamatan dan Tindakan Hukum Tegas

Terbaru

Jembatan Mahakam I, salah satu ikon sekaligus jalur utama penghubung antara kawasan Samarinda Kota dan Samarinda Seberang, kembali menjadi pusat perhatian publik setelah terjadi insiden serius yang mengancam stabilitas struktur jembatan tersebut. Sebuah tongkang bermuatan batu bara dilaporkan menabrak bagian kaki pilar jembatan, mengakibatkan kerusakan signifikan pada bagian fender tiang keempat. Meski tidak menelan korban jiwa, peristiwa ini memicu kekhawatiran besar dari berbagai kalangan, terutama terkait aspek keselamatan pengguna jembatan dan kondisi infrastruktur vital tersebut.

Menanggapi insiden tersebut, Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Timur, Sapto Setyo Pramono, menyatakan keprihatinan mendalam dan menyebut kejadian itu sebagai alarm keras terhadap lemahnya pengawasan pelayaran di kawasan perairan sekitar jembatan. Menurutnya, masalah ini tidak hanya sebatas pada kerusakan fisik konstruksi jembatan, tetapi menyangkut keselamatan ribuan masyarakat yang mengandalkan akses tersebut setiap hari.

“Ini bukan sekadar insiden teknis. Ini menyangkut keselamatan publik. Ketika jembatan yang menjadi nadi transportasi warga rusak karena kelalaian, maka ini sudah masuk kategori darurat. Saya sangat menyayangkan lemahnya pengawasan oleh pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab, seperti KSOP dan Pelindo. Ini bentuk kelalaian yang tidak bisa dianggap enteng,” tegas Sapto dalam pernyataannya.

Sapto menekankan bahwa insiden ini harus dijadikan pelajaran penting, dan seluruh pihak yang memiliki kewenangan di sektor perhubungan laut serta pengelolaan pelabuhan wajib melakukan introspeksi serta bertindak cepat. Ia mendorong agar akses Jembatan Mahakam I ditutup sementara waktu demi mencegah risiko lebih besar yang mungkin timbul akibat kondisi struktur yang belum sepenuhnya dievaluasi.

“Penutupan sementara adalah langkah yang paling masuk akal demi keselamatan masyarakat. Kita sudah pernah belajar dari insiden besar di daerah lain, jangan sampai kita mengulangi kesalahan serupa. Langkah preventif harus didahulukan sebelum menunggu adanya korban jiwa,” ujarnya.

Sebagai bentuk respon cepat, Sapto langsung menginisiasi koordinasi dengan berbagai instansi terkait, termasuk Kantor Gubernur, Ketua DPRD Kalimantan Timur, serta Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Wilayah Kaltim. Ia mendesak agar dilakukan evaluasi teknis menyeluruh terhadap kondisi jembatan guna memastikan tingkat kerusakan dan langkah penanganan lanjutan yang diperlukan.

Tak hanya berhenti di sana, Sapto juga meminta dilakukannya rapat koordinasi dalam waktu sesegera mungkin, melibatkan seluruh pihak yang bertanggung jawab atas keselamatan lalu lintas sungai dan pemanfaatan area perairan di sekitar jembatan. Menurutnya, prosedur pengawasan pelayaran harus diperketat, khususnya di zona yang dinyatakan sebagai kawasan steril sesuai regulasi yang berlaku.

Ia menyoroti keberadaan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 1989 yang secara tegas mengatur zona larangan aktivitas di sekitar jembatan, yakni sejauh 500 meter dari arah hulu dan 5 kilometer di sisi kanan dan kiri jembatan. Sapto menilai bahwa kejadian tabrakan tongkang tersebut jelas telah melanggar ketentuan yang sudah lama ditetapkan.

“Zona steril itu bukan formalitas. Itu dibuat demi alasan keselamatan. Ketika ada ponton atau tongkang yang berada di area larangan, apalagi sampai menyebabkan kerusakan, maka harus ada konsekuensi hukum. Kita tidak bisa membiarkan pelanggaran seperti ini terus berulang,” tegasnya.

Dari informasi awal yang diterima, insiden terjadi akibat dugaan putusnya tali pengikat ponton serta ketidaktepatan lokasi penambatan. Hal ini membuka ruang untuk penyelidikan lebih lanjut mengenai kelalaian dalam prosedur pengamanan kapal dan ponton di sekitar kawasan strategis.

Sapto menegaskan bahwa pihak-pihak yang terbukti lalai dalam insiden ini harus diproses secara hukum sesuai ketentuan yang berlaku. Ia menyebut bahwa kerusakan pada infrastruktur publik yang membahayakan keselamatan banyak orang bukanlah pelanggaran ringan.

“Ini bukan hanya urusan ganti rugi atau perbaikan teknis semata. Kalau sudah ada kelalaian yang menyebabkan potensi bahaya besar, ini bisa masuk ke ranah pidana. Kita minta aparat penegak hukum untuk menyelidiki kasus ini secara menyeluruh dan adil,” tuturnya dengan nada tegas.

Dalam jangka panjang, Sapto mendorong agar pengawasan terhadap aktivitas pelayaran di sekitar infrastruktur strategis seperti jembatan Mahakam I diperkuat secara sistematis. Ia juga menganjurkan agar dilakukan inspeksi rutin terhadap kondisi jembatan dan instalasi pengaman seperti fender, rambu peringatan, serta sistem monitoring lalu lintas sungai.

Ia berharap sinergi yang lebih baik antara instansi pemerintah, pengelola pelabuhan, serta pihak swasta dapat dibangun guna menjamin keselamatan transportasi yang melibatkan jalur sungai. Menurutnya, menjaga integritas infrastruktur seperti jembatan Mahakam I bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab semua pihak yang beraktivitas di sekitarnya.

“Jembatan Mahakam I bukan sekadar penghubung antar wilayah. Ini adalah simbol konektivitas dan denyut kehidupan ekonomi warga Samarinda dan sekitarnya. Keamanan dan kelangsungan fungsinya harus jadi prioritas. Dan kami di DPRD akan terus mengawal agar tidak ada lagi kelalaian yang mengancam keselamatan publik,” pungkas Sapto.

Insiden ini menjadi cerminan bahwa pengelolaan infrastruktur vital membutuhkan perhatian lebih dari semua elemen, baik dari aspek teknis, hukum, hingga sosial. Dengan langkah cepat, transparan, dan tegas, harapan agar jembatan Mahakam I tetap kokoh berdiri sebagai jalur transportasi yang aman dan andal pun semakin kuat. (adv)

Trending Minggu Ini

Kamu mungkin juga suka