BerandaDPRD KaltimSarkowi V Zahry Desak...

Sarkowi V Zahry Desak Revisi Total Regulasi Bantuan Keuangan Pemprov Kaltim: Demi Kepastian dan Keadilan untuk Desa

Terbaru

SAMARINDA — Polemik seputar tata kelola regulasi penyaluran Bantuan Keuangan (Bankeu) dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur kembali menjadi sorotan publik. Di tengah tuntutan transparansi dan efisiensi penggunaan anggaran, muncul kritik tajam dari kalangan legislatif yang menilai adanya kekeliruan serius dalam regulasi yang saat ini digunakan sebagai dasar hukum penyaluran Bankeu.

Salah satu suara paling vokal datang dari Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Sarkowi V Zahry, yang menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 49 Tahun 2020. Regulasi tersebut telah menjadi pedoman utama penyaluran bantuan keuangan selama empat tahun terakhir, namun kini dipertanyakan keabsahannya secara legal formal.

Sarkowi, yang akrab disapa Owi, menyebut bahwa penyusunan Pergub ini patut diduga tidak melalui mekanisme konsultasi yang seharusnya dilakukan bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Hal ini, menurutnya, merupakan pelanggaran prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan dapat menimbulkan efek domino dalam implementasi kebijakan keuangan di daerah.

“Kami sudah menelusuri langsung dan mengkonfirmasi kepada Kemendagri. Faktanya, kementerian tidak pernah dilibatkan dalam proses pembentukan Pergub ini. Ini bukan prosedur yang bisa disepelekan,” tegas Owi dalam pernyataan resminya.

Ia menjelaskan bahwa dalam setiap proses penyusunan regulasi di tingkat provinsi, konsultasi dan koordinasi dengan instansi pusat, khususnya Kemendagri, merupakan prasyarat mutlak. Ketiadaan proses ini tidak hanya mencederai etika administratif, tetapi juga bisa menjadi sumber permasalahan dalam pelaksanaan program pembangunan yang menggunakan dana Bankeu.

Bagi Owi, masalah ini sangat fundamental karena menyangkut keberlangsungan pembangunan di desa-desa yang selama ini sangat bergantung pada kucuran dana dari provinsi. Ia menyebut bahwa banyak program pembangunan infrastruktur, pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan, serta kegiatan ekonomi masyarakat desa dibiayai dari dana bantuan keuangan provinsi. Jika dasar hukumnya lemah, maka distribusi anggaran tersebut berpotensi terganggu.

“Kalau regulasinya cacat prosedural, maka implementasinya juga berisiko bermasalah. Ini bukan hanya soal administrasi, tapi soal keberlangsungan hidup masyarakat desa. Mereka butuh kejelasan dan kepastian,” ujar politisi asal Partai Golkar tersebut.

Sarkowi menambahkan, dorongan untuk merevisi Pergub 49/2020 bukanlah aspirasi sesaat. DPRD Kalimantan Timur, ungkapnya, telah berulang kali menyampaikan secara resmi permintaan untuk mencabut atau setidaknya memperbaiki regulasi tersebut sejak masa pemerintahan sebelumnya. Sayangnya, hingga kini, tuntutan tersebut belum mendapatkan respons nyata dari pihak eksekutif.

“Ini bukan keluhan satu-dua anggota dewan, ini sikap resmi lembaga legislatif. Kami menyuarakan ini untuk melindungi hak rakyat. Tapi selama ini suara kami seperti tidak didengar,” keluh Owi.

Lebih lanjut, ia menilai bahwa perubahan kepemimpinan di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur saat ini seharusnya menjadi momentum untuk melakukan evaluasi total terhadap kebijakan yang selama ini dinilai tidak sesuai dengan prinsip good governance. Bagi Owi, penataan ulang regulasi penyaluran Bankeu adalah langkah mendesak yang tidak boleh ditunda lagi.

Ia mengingatkan bahwa tujuan utama dari bantuan keuangan adalah memastikan masyarakat, khususnya yang berada di wilayah pelosok, bisa mendapatkan akses pembangunan yang merata. Jika regulasinya bermasalah, maka niat baik tersebut bisa berubah menjadi sumber kegaduhan baru.

“Kita tidak boleh membiarkan proses hukum yang lemah menjadi batu sandungan bagi pelayanan kepada rakyat. Bantuan keuangan harus mengalir dengan lancar dan tepat sasaran, tanpa terhambat oleh persoalan birokrasi atau regulasi yang tidak berpijak pada hukum yang benar,” ujarnya lagi.

Sarkowi pun menekankan pentingnya melibatkan semua pemangku kepentingan dalam proses penyusunan regulasi baru ke depan. Ia menyerukan agar pemerintah provinsi membuka ruang diskusi yang inklusif, melibatkan DPRD, kementerian terkait, serta perwakilan masyarakat desa sebagai pihak penerima manfaat langsung dari program Bankeu.

“Transparansi, akuntabilitas, dan keterlibatan publik adalah fondasi dari kebijakan yang baik. Kalau kita ingin regulasi itu berpihak kepada rakyat, maka rakyat harus dilibatkan sejak awal,” tandasnya.

Ia mengingatkan bahwa masyarakat desa tidak membutuhkan janji-janji kosong atau aturan yang membingungkan. Yang mereka butuhkan adalah kejelasan, kepastian, dan akses langsung terhadap anggaran pembangunan yang sudah dijanjikan.

Di akhir pernyataannya, Sarkowi menegaskan bahwa DPRD Kaltim akan terus mengawal dan menekan pihak eksekutif agar segera melakukan revisi terhadap Pergub yang dianggap bermasalah tersebut. Bagi legislatif, perjuangan ini adalah bagian dari tanggung jawab moral dan konstitusional dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap jalannya pemerintahan.

“Kami tidak akan diam. DPRD akan terus memperjuangkan regulasi yang benar-benar berpihak kepada masyarakat. Kami ingin otonomi daerah bukan hanya jargon, tapi menjadi kenyataan dalam setiap kebijakan yang dibuat,” pungkasnya penuh tekanan.

Dengan sorotan tajam dari legislatif dan meningkatnya kesadaran publik akan pentingnya legalitas regulasi, desakan terhadap Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur untuk segera mengevaluasi dan merevisi Pergub 49/2020 kini menjadi tuntutan yang tak bisa lagi diabaikan. Semua pihak berharap perubahan ini dapat menjadi langkah awal menuju tata kelola keuangan daerah yang lebih adil, transparan, dan berpihak pada masyarakat. (adv)

Trending Minggu Ini

Kamu mungkin juga suka