Jembatan Mahakam, salah satu infrastruktur vital yang menghubungkan wilayah Samarinda dan sekitarnya, kembali menjadi sorotan publik setelah insiden tabrakan kembali terjadi. Kali ini, sebuah tongkang bermuatan batu bara dengan nama BG Azamara 3035 yang ditarik oleh Tug Boat Liberty menghantam pilar nomor dua dari arah Samarinda Seberang. Peristiwa ini menjadi insiden ke-23 yang tercatat sejak jembatan tersebut dioperasikan, menambah kekhawatiran masyarakat terhadap keselamatan dan ketahanan jembatan yang sangat penting dalam aktivitas ekonomi serta mobilitas masyarakat Kalimantan Timur.
Pasca insiden, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Kalimantan Timur langsung melakukan peninjauan dan identifikasi terhadap kerusakan yang ditimbulkan. Dari hasil pemeriksaan awal, ditemukan adanya kerusakan pada bagian pelat kepala salah satu pilar jembatan. Kerusakan ini dinilai cukup serius karena berkaitan langsung dengan struktur penopang utama jembatan. Kondisi tersebut memicu kekhawatiran akan potensi bahaya lebih besar jika tidak segera dilakukan langkah penanganan secara menyeluruh.
Insiden ini menjadi perhatian besar DPRD Provinsi Kalimantan Timur yang segera merespons dengan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama sejumlah pemangku kepentingan. Rapat tersebut melibatkan berbagai pihak, termasuk perwakilan dari pemerintah daerah, BBPJN Kaltim, serta perusahaan pelayaran yang terkait. Dalam forum itu, seluruh pihak menyampaikan pandangan dan solusi darurat yang harus segera diambil untuk menghindari risiko kecelakaan lanjutan, baik terhadap struktur jembatan maupun keselamatan masyarakat.
Kepala BBPJN Kaltim, Hendro Satrio, menyampaikan pandangan tegas mengenai urgensi penanganan kerusakan Jembatan Mahakam. Ia mengusulkan agar jembatan ditutup sementara secara total, baik untuk aktivitas lalu lintas kendaraan maupun pelayaran di bawahnya, guna melakukan pengujian menyeluruh terhadap kekuatan dan kelayakan struktur pasca tabrakan.
“Untuk memastikan tidak terjadi hal yang lebih buruk, kami menyarankan penutupan penuh Jembatan Mahakam 1 sampai proses pengujian struktur selesai dilakukan. Ini bukan keputusan ringan, tetapi keselamatan warga harus menjadi prioritas utama,” jelas Hendro dalam pertemuan tersebut.
Lebih lanjut, Hendro menjelaskan bahwa proses pengujian memerlukan ketelitian tinggi dan waktu yang cukup, mengingat peran strategis jembatan sebagai jalur penghubung utama antara wilayah Samarinda Seberang dan pusat kota. Keputusan untuk menutup jembatan, menurutnya, tidak hanya semata karena insiden terkini, tetapi juga sebagai bentuk pencegahan terhadap kemungkinan dampak lanjutan yang bisa terjadi jika struktur ternyata mengalami penurunan kekuatan signifikan.
Menanggapi usulan tersebut, DPRD Kaltim menyatakan dukungan atas perlunya tindakan cepat dan terukur demi menjaga keselamatan publik. Namun, dewan juga menekankan agar Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur segera menyiapkan skema alternatif pengalihan arus lalu lintas selama masa penutupan berlangsung. Termasuk dalam hal ini adalah pengaturan jalur transportasi darat dan pelayaran, agar aktivitas masyarakat tidak lumpuh dan distribusi logistik tetap berjalan.
“Keselamatan adalah yang utama, tapi dampak penutupan total juga harus diantisipasi. Pemerintah harus segera menyiapkan alternatif rute yang efektif, serta melakukan sosialisasi kepada masyarakat secara luas agar tidak terjadi kepanikan,” ujar salah satu anggota DPRD Kaltim dalam forum RDP tersebut.
Selain itu, DPRD juga meminta pertanggungjawaban dari perusahaan pelayaran yang menyebabkan insiden, serta menegaskan perlunya penguatan regulasi dan pengawasan terhadap lalu lintas sungai di sekitar Jembatan Mahakam. Menurut mereka, pola tabrakan berulang yang terjadi menunjukkan adanya masalah sistemik dalam pengaturan navigasi dan keamanan pelayaran di Sungai Mahakam.
Beberapa anggota dewan juga mendesak agar evaluasi menyeluruh dilakukan terhadap tata kelola pelayaran di kawasan itu, termasuk kemungkinan penerapan teknologi navigasi yang lebih canggih untuk mencegah insiden serupa. Selain kerugian material, setiap insiden tabrakan juga berpotensi menimbulkan dampak sosial dan ekonomi yang luas, termasuk terhadap sektor transportasi, perdagangan, serta pelayanan publik.
Dengan kerap terjadinya insiden serupa, publik semakin menuntut agar pemerintah dan otoritas teknis tidak hanya bersikap reaktif, tetapi segera membangun sistem perlindungan jembatan yang lebih kokoh dan berkelanjutan. Termasuk di dalamnya adalah pembangunan fender pelindung pilar jembatan, pengaturan jalur pelayaran yang lebih ketat, serta pemberlakuan sanksi yang tegas bagi pelaku pelayaran yang lalai.
Kasus terbaru ini menjadi peringatan keras bagi semua pihak bahwa infrastruktur strategis seperti Jembatan Mahakam tidak boleh dibiarkan dalam kondisi rentan tanpa sistem perlindungan yang memadai. Keselamatan publik dan keandalan transportasi lintas kota harus dijaga sebagai bentuk tanggung jawab negara terhadap warganya.
Masyarakat kini menanti tindak lanjut konkret dari rapat dan pernyataan para pejabat tersebut. Harapannya, dari insiden yang telah terjadi berulang kali ini, lahir kebijakan dan tindakan nyata yang benar-benar mampu menjamin keamanan Jembatan Mahakam—sebagai urat nadi mobilitas Samarinda dan kawasan sekitarnya. (adv)