BerandaDPRD KaltimAliansi Mahasiswa Kaltim Gelar...

Aliansi Mahasiswa Kaltim Gelar Aksi Tolak Revisi UU TNI, DPRD Tegaskan Komitmen Terima Aspirasi Rakyat

Terbaru

SAMARINDA – Gelombang protes terhadap revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) kini merambah ke Kalimantan Timur, ditandai dengan aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Kaltim Menggugat. Aksi ini dipusatkan di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur dan menjadi ajang penyampaian keresahan masyarakat sipil, khususnya kalangan mahasiswa, terhadap disahkannya revisi UU TNI oleh DPR RI.

Dengan membawa berbagai spanduk dan alat peraga, massa aksi menyuarakan penolakan tegas terhadap regulasi baru tersebut. Mereka menilai bahwa revisi UU TNI berpotensi melemahkan prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi sipil yang telah diperjuangkan sejak masa reformasi. Salah satu kekhawatiran utama yang diangkat dalam orasi mereka adalah potensi kembalinya praktik-praktik otoritarianisme di dalam sistem pemerintahan apabila militer terlalu diberi ruang untuk menduduki jabatan-jabatan sipil.

Ketua Komisi I DPRD Kalimantan Timur, Selamat Ari Wibowo, turut memberikan tanggapan terhadap aksi tersebut. Ia menyampaikan bahwa DPRD Kaltim memahami keresahan mahasiswa dan membuka diri terhadap aspirasi yang disampaikan masyarakat, termasuk dari kelompok mahasiswa. Ia menegaskan bahwa lembaga legislatif daerah senantiasa menjadi wadah penyaluran aspirasi publik, meski kewenangan pembentukan dan pengesahan undang-undang berada di tingkat nasional.

“Secara kelembagaan, kami sangat terbuka untuk menerima aspirasi dari masyarakat, termasuk dari adik-adik mahasiswa. Hanya saja, dalam konteks revisi UU TNI ini, proses pembentukan dan pengesahan sudah dilakukan oleh DPR RI, dan kewenangan itu sepenuhnya berada di tingkat pusat,” ujar politisi dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut.

Selamat menjelaskan lebih lanjut bahwa meski revisi UU TNI telah disahkan oleh parlemen nasional, sejumlah catatan penting telah dibubuhkan untuk menjaga agar keberadaan militer di ranah sipil tetap dalam koridor demokrasi. Salah satu poin penting dalam pembahasan revisi tersebut adalah kewajiban militer yang menempati posisi sipil untuk tunduk sepenuhnya pada supremasi hukum pemerintahan sipil.

“Poin pentingnya adalah bahwa anggota militer yang mendapat tugas di jabatan sipil tidak boleh membawa keistimewaan militer mereka ke ranah sipil. Mereka harus tunduk dan patuh pada hukum dan sistem pemerintahan yang berlaku, yang dipimpin oleh otoritas sipil,” tegasnya.

Dalam aksi tersebut, mahasiswa awalnya direncanakan akan melakukan audiensi atau dialog langsung dengan anggota dewan. Namun seiring berjalannya waktu, aksi berubah menjadi orasi publik di halaman depan gedung DPRD. Menurut Selamat, hal ini menunjukkan bahwa sasaran utama dari aksi tersebut lebih pada menyampaikan pesan moral kepada publik dan mendesak adanya pencabutan regulasi yang telah disahkan.

“Mereka pada akhirnya memilih untuk berorasi saja tanpa audiensi langsung. Sepertinya, mereka ingin tuntutan mereka terdengar luas melalui media. Fokus mereka adalah penyampaian sikap terhadap regulasi yang dianggap bertentangan dengan prinsip demokrasi,” jelasnya.

Aksi unjuk rasa ini sempat memanas ketika sekelompok massa mencoba membakar bagian pintu gerbang kantor DPRD. Beruntung, insiden tersebut dengan cepat ditangani oleh aparat sekretariat DPRD dan pihak kepolisian yang sigap memadamkan api dan menenangkan situasi. Secara umum, jalannya aksi berlangsung aman dan kondusif di bawah pengawasan ketat aparat kepolisian dari Polres Samarinda.

Kejadian ini mencerminkan dinamika demokrasi yang sehat, di mana warga negara, khususnya mahasiswa sebagai bagian dari elemen kritis masyarakat, dapat menyuarakan pendapat mereka di ruang publik. Di sisi lain, pemerintah daerah, dalam hal ini DPRD Kaltim, menegaskan komitmennya untuk terus menjadi jembatan antara aspirasi rakyat dan proses kebijakan, meskipun dalam konteks tertentu kewenangannya terbatas oleh peran institusi pusat.

Dengan mencuatnya berbagai penolakan terhadap revisi UU TNI, isu supremasi sipil dan batasan keterlibatan militer dalam ranah sipil kembali menjadi perhatian serius masyarakat luas. Aksi di Samarinda ini pun menjadi bagian dari gelombang suara publik yang meminta agar nilai-nilai demokrasi tetap dijaga dan diperkuat dalam setiap kebijakan negara. (adv)

Trending Minggu Ini

Kamu mungkin juga suka