BerandaHukumPengosongan Aset Gagal Dilaksanakan,...

Pengosongan Aset Gagal Dilaksanakan, Pengadilan Tegaskan Syarat Belum Dipenuhi

Terbaru

BANJARBARU – Sengketa kepemilikan dan pemanfaatan aset pergudangan di kawasan Liang Anggang, Banjarbaru, kembali memanas. Perselisihan antara pihak yang mengklaim sebagai pemohon eksekusi dan pihak penghuni memicu ketegangan di lapangan, terutama setelah muncul dugaan pemasangan kontainer di depan pintu masuk gudang.

Zainal, yang mengaku sebagai pemohon eksekusi mewakili Harry Jansjah Limantara, menyampaikan keberatan atas penggunaan objek yang telah dikenai sita eksekusi oleh pihak lain. Menurutnya, aset tersebut seharusnya diamankan dan tidak digunakan untuk keperluan komersial hingga eksekusi resmi dilakukan.

“Sejak 2016, aset ini masih aktif digunakan. Kami meminta agar objek sita segera dikosongkan dan tidak lagi dimanfaatkan menjelang pelaksanaan eksekusi,” ujar Zainal dalam keterangan tertulis, Rabu 04 Juni 2025.

Ia juga menilai pemanfaatan aset di luar kesepakatan berpotensi menimbulkan kerugian serta menghambat proses hukum yang sedang berjalan. Zainal menyatakan eksekusi telah dijadwalkan dan tinggal menunggu pelaksanaan dari aparat berwenang.

Menanggapi hal tersebut, Panitera Pengadilan Negeri Banjarbaru, H. Fahrul Rifani, SH, MH, menegaskan bahwa pihak pengadilan selalu terbuka dan siap untuk melakukan pengosongan, namun tetap harus mengikuti prosedur dan regulasi yang berlaku. Ia menambahkan bahwa pelaksanaan eksekusi tidak bisa dilakukan secara sepihak tanpa memenuhi ketentuan hukum yang ditetapkan.

“Pengadilan tidak pernah menutup diri untuk eksekusi, namun semuanya harus sesuai prosedur. Ada regulasi yang harus ditaati,” ujar Fahrul, Kamis ( 05/06/25 ) di Pengadilan Negeri Banjarbaru.

Lebih lanjut, Fahrul mengungkapkan bahwa terdapat beberapa persyaratan yang belum dipenuhi oleh pihak Zainal, salah satunya adalah ketentuan untuk menyediakan gudang alternatif sebagai tempat pengalihan barang dari lokasi yang akan dieksekusi.

Menurut Fahrul, selain menyediakan pengamanan dan memastikan barang-barang yang dipindahkan tetap aman, pihak pemohon juga memiliki kewajiban untuk menyediakan gudang yang layak sebagai tempat penampungan sementara. Namun, pihak Zainal menyatakan keberatan untuk menyediakan gudang baru dengan alasan bahwa pihak termohon memiliki gudang sendiri yang letaknya tidak jauh dari lokasi sengketa.

Menanggapi hal ini, Fahrul menjelaskan bahwa gudang yang dimaksud oleh pihak pemohon tidak memenuhi standar keamanan untuk menyimpan barang-barang hasil pengosongan, mengingat kondisi fisiknya yang rusak. “Keamanan dan kondisi tempat penyimpanan itu sangat penting. Jika tempatnya tidak layak, tentu menjadi pertimbangan kami untuk menunda pelaksanaan,” ujarnya.

Fahrul juga mengungkapkan bahwa hingga saat ini pihak pengadilan masih mengusahakan mediasi antara para pihak, mengingat adanya informasi bahwa pihak termohon, yakni PT Puji Surya Indah, dan pihak pemohon, Harry Jansjah Limantara, sebenarnya telah melakukan kesepakatan jual beli di luar sepengetahuan pengadilan. Berdasarkan data yang diterima, telah terjadi pembayaran awal sebesar Rp2 miliar dari total kesepakatan yang disebut-sebut mencapai sekitar Rp6 miliar lebih.

Namun, menurut Fahrul, proses mediasi sejatinya telah dilakukan berkali-kali oleh pengadilan, tetapi selalu berujung deadlock. Salah satu penyebab kebuntuan tersebut adalah sikap pemohon yang dinilai tidak konsisten dalam menentukan nilai kesepakatan. “Awalnya disepakati harga sekitar Rp6 miliar, sudah dibayar Rp2 miliar. Namun kemudian pihak pemohon meminta tambahan Rp5 miliar, lalu terbaru meminta Rp10 miliar. Ini yang membuat pihak termohon keberatan dan akhirnya tidak tercapai kesepakatan,” jelas Fahrul.

Fahrul menegaskan bahwa ketidakstabilan posisi pemohon dalam proses mediasi menjadi salah satu hambatan utama penyelesaian sengketa ini. Ia berharap para pihak dapat kembali duduk bersama dengan sikap terbuka dan itikad baik untuk menyelesaikan perkara secara damai.

Situasi ini menunjukkan bahwa meskipun proses hukum telah berjalan, masih terdapat sejumlah kendala teknis, administratif, dan substansial yang perlu diselesaikan, baik melalui jalur eksekusi maupun mediasi, agar penyelesaian dapat berlangsung secara adil dan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Trending Minggu Ini

Kamu mungkin juga suka